Jakarta, 28 Maret 2018
Protein dibutuhkan sebagai zat pembangun tubuh, terutama sangat penting dalam masa pertumbuhan dan perkembangan di seribu hari pertama kehidupan (HPK) sejak janin berada dalam kandungan.
“Mencukupi kebutuhan protein anak-anak (di Indonesia) bukan hanya melalui susu”, ujar Menteri Kesehatan RI dalam sambutannya yang dibacakan oleh Plt. Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI, dr. Pattiselano Robert Johan, MARS, pada Seminar Kebangsaan yang mengangkat tema Gizi untuk Bangsa Berprestasi di Gedung Nusantara, Jakarta, Rabu pagi (28/3).
“Ada makanan lain yang memiliki nilai gizi sama tak kalah dengan susu, dan pasokannya jauh lebih berlimpah untuk mencukupi kebutuhan seluruh anak di Indonesia, makanan tersebut tidak lain adalah ikan”, tuturnya.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang (PGS) dinyatakan bahwa susu termasuk dalam kelompok lauk pauk sumber protein bersama ikan, telur, unggas, daging dan kacang-kacangan serta hasil olahannya (tahu dan tempe).
Ditegaskan bahwa protein hewani dan nabati perlu dikonsumsi bersama jenis pangan lainnya, agar jumlah dan kualitas zat gizi yang dikonsumsi mencapai gizi seimbang sesuai rekomendasi pedoman gizi seimbang.
Secara umum komposisi protein hewani pada ikan sebenarnya tidak terlalu berbeda kandungannya dengan protein hewani lainnya. Namun, ikan dikatakan lebih menyehatkan karena lemak yang terkandung di dalam ikan bukan merupakan lemak jenuh. Sebagai salah satu sumber protein hewani, ikan mengandung asam lemak tak jenuh (omega, yodium, selenium, fluorida, zat besi, magnesium, zink, taurin, serta coenzyme Q10). Selain itu, kandungan omega 3 pada ikan jauh lebih tinggi dibanding sumber protein hewani.
“Sumber protein ikan memiliki kelebihan dibandingkan susu. Ikan tidak hanya mengandung protein, namun juga mengandung senyawa yang alami, yakni PUFA, EPA dan DHA”, tuturnya.
Pada sumber protein ikan, harga tidak menentukan kualitas, baik ikan dengan harga murah maupun ikan mahal tetap bernilai gizi tinggi. Sebagai contoh, ikan kembung yang harganya terjangkau justru memiliki kandungan omega 3 sebanyak 1,5 kali lebih tinggi dari ikan salmon yang harganya justru lebih mahal.
Pemda DKI Fokus Tingkatkan Asupan Protein Warganya
Pada kesempatan yang sama, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Salahudin Uno, menyatakan bahwa jajarannya berkomitmen untuk meningkatkan asupan protein bagi warga DKI, salah satunya dengan penambahan dua komoditas sumber protein bagi penerima kartu jakarta pintar (KJP).
“Susu dan juga ikan, itu dua komoditas yang kita tambah untuk meningkatkan asupan protein bagi penerima KJP plus. Kita sudah mulai pilot program di sekolah negeri khususnya untuk penyediaan breakfast untuk anak-anak”, tuturnya.
Sandi menegaskan bahwa pihaknya saat ini tengah berfokus untuk penyediaan sumber protein untuk pemenuhan kebutuhan warganya.
“Saya ingin fokus untuk penyediaan protein bagi warga DKI, saya ingin ini menjadi sebuah movement (gerakan) yang bisa di replikasi di wilayah lain di Indonesia dalam rangka meningkatkan daya saing generasi bangsa”, tandasnya.
Mengenai Susu
Promosi konsumsi susu setiap hari untuk anak usia sekolah cukup baik. Namun gagasan yang menjadikan susu sebagai konsumsi harian masyarakat Indonesia perlu ditunjang kajian yang lebih mendalam.
Hal ini didasarkan pada perlunya perhatian terhadap adanya data prevalensi intoleransi laktosa yang cukup tinggi, di samping risiko kejadian alergi susu, serta besarnya risiko kontaminasi susu yang tidak disajikan atau disimpan secara tepat sehingga berdampak pada kejadian penyakit yang dihantarkan melalui makanan.
Sementara itu dari sisi ekonomi, susu yang difortifikasi harganya akan menjadi lebih mahal, sehingga tidak semua masyarakat dapat menjangkau. Maka saat ini banyak dijumpai kelompok masyarakat tertentu yang gemar mengonsumsi susu kental manis atau krimer karena harganya yang murah. Namun perlu diperhatikan bahwa kandungan gula dalam produk tersebut sangat tinggi.
Hal lainnya adalah data Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pertanian (2016) yang mengungkapkan fakta bahwa produksi susu pada 5 tahun terakhir menurun rata-rata 1,03% per tahun atau sekitar 847,09 ribu ton. Sehingga tahun 2017 hingga 2020 diperkirakan Indonesia defisit sebesar 71 ribu hingga 103 ribu ton.
Sementara itu kita ketahui bahwa produksi ikan dalam negeri juga lebih tinggi dibandingkan dengan produksi susu dalam negeri. Hal ini menjadi dasar Kemenkes menyatakan bahwa ikan justru sangat bisa menjadi sumber protein yang lebih sustainable bila dibandingkan dengan susu.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat,Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (myg)
Plt. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Murti Utami, MPH