Jakarta, 2 Oktober 2020
FK UGM bekerjasama dan Kementerian Kesehatan RI pada 24 September 2020, telah menyelenggarakan Webinar Healthtech Ideanesia 2020: Opportunity and Challenges of Digital Health Regulatory Sandbox. Webinar ini diselenggarakan dalam rangka mendapatkan informasi tentang implementasi regulatory sandbox di Singapura di bidang kesehatan serta untuk mendiskusikan kerangka konsep regulatory sandbox di Indonesia.
Webinar dilaksanakan dalam 2 panel diskusi, panel pertama dimoderatori oleh Plt. Kepala Biro Kerja Sama Luar Negeri dengan Pembicara dari Kementerian Kesehatan Singapura Praveen Raj Kumar dan Doctor Anywhere, health startup Singapura Lim Wai Mun.
Praveen menjelaskan regulasi sandbox disusun oleh pemerintah dalam rangka memberikan perlindungan pada konsumen.
“Setiap dokter yang memberikan konsultasi online wajib menanyakan alamat pasien, karena jika sewaktu-waktu dibutuhkan (seperti pasien pingsan) maka dokter dapat mengirimkan ambulans ke alamat pasien,” jelas Praveen menjawab pertanyaan pentingnya regulasi yang diatur oleh pembuat kebijakan.
Lim Wai Mun menambahkan bahwa Singapura mempunyai standar keamanan dalam memberikan pelayanan kesehatan serta standar bagi tenaga profesional yang memberi layanan.
“Risiko tinggi pada telemedicine karena dokter tidak bertatap muka dengan pasien, bisa terjadi salah diagnosa. Tetapi dalam situasi pandemi COVID-19, telemedicine merupakan solusi terbaik,” tambahnya.
Panel kedua dimoderatori oleh dr. Anis Fuad, FKKMK UGM, dengan pembicara Advisor Group Inovasi Keuangan Digital OJK Maskum, dan Tim Peneliti Regulatory Sandbox Malaria yang juga Dosen Hukum Kesehatan UGM Dr. Rimawati, SH, M.Hum,
Maskum menyampaikan pentingnya sinergi antara pemerintah, provider teknologi, dan regulasi dalam penyusunan sandbox khususnya untuk diagnosis dan pengobatan pasien malaria.
“Harus mementingkan keamanan konsumen, khususnya data pribadi pasien, sehingga bank data harus di Indonesia. Diharapkan startup/provider memperhatikan sistem malaria yang akan dikembangkan berupa; e-learning, lacak malaria sampai ke daerah terpencil dengan gadget lama”, ujar Maskum menekankan pentingnya sinergitas stakeholder.
Sementara itu, Dr. Rimawati menjelaskan tahapan pengembangan sandbox serta perlunya uji coba terlebih dahulu sebelum implementasi sandbox.
“Tahapan yang ditempuh melalui pencatatan, review, pemeriksaan kelengkapan dokumen, klastering, pengambilan keputusan, hingga masuk sandbox” jelas Rimawati.
“Uji coba regulatory sandbox khusus Malaria meliputi: diagnostik, telekonsultasi, artificial intelligent,” tambahnya.
Pengembangan sistem regulatory sandbox sebagai upaya memperkuat akses layanan kesehatan dibutuhkan tidak hanya dalam penanganan Malaria, namun penyakit lain, khususnya dalam masa pandemi COVID-19 saat ini. Sinergitas antara stakeholder dibutuhkan guna mempercepat regulasi dan implementasi sandbox di Indonesia.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id (D2)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM