Kasus susu formula (sufor) yang tercemar bakteri Sakazakii telah mengharu biru opini publik Indonesia selama lebih satu bulan lebih. Kasus sufor yang bermula dari penelitian ilmiah, bersifat akademik Dr.Sri Estuningsih dosen Institut Pertanian Bogor (IPB), antara tahun 2003-2006.
Hasilnya diumumkan melalui website IPB tentang adanya lima dari 22 sample susu formula bayi tercemar bakteri Enterobacter sakazakii (ES).Kasus ini akhirnya berimbas pada Kementerian Kesehatan, Badan POMdan Lembaga DPR melakukan rapat kerja untuk mencari kejelasan dansolusi. Bahkan lembaga bantuan hukumdan Mahkamah Agung, juga urun rembug dalam ranah hukum, untuk memberi rasa keadilan untuk semua pihak. Sampai tulisan ini terbit sudah dua kali DPR melakukan rapat kerja dengan Kementerian Kesehatan, Badan POM dan IPB yakni, tanggal 17 dan 23 Februari 2011, tapi belum keluar informasi susu formula apa saja yang tercemar bakteri ES.
Sampai kapankah masalah sufor ini selesai ? Belum tahu, karena proses masih terus berlangsung. Sekalipun Menteri Kesehatan telah berulang kali menegaskan bahwa susu formula yang beredar tidak mengandung bakteri ES, tapi masyarakat masih menanti kepastian susu formula yang tercemar bakteri sakazakii, sehingga dapat mengantisipasi tidak mengkonsumsi.
Sampling dan pengujian yang dilakukan Badan POM terhadap susu formula secara berturut-turut tahun2008, 2009, 2010 dan sampai awal Februari 2011 menunjukkan tidak ada bakteri ES dalam susu formula, ujar Menkes.
Kemenkes Tak Terlibat
Kementerian Kesehatan tidak pernah terlibat dan tidak mengetahui merk susu formula yang tercemar bakteri Enterobacter sakazakii (ES) sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan peneliti IPB dalam kurun waktu April-Juni 2006.
Karena itu Kementerian Kesehatan tidak mungkin mengumumkan merk susu formula yang tercemar bakteri ES seperti yang diminta anggota KomisiIX DPR-RI pada Rapat Kerja antaraKomisi IX DPR-RI dengan Menkes, Kepala Badan POM, Dekan FKHIPB dan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen, di Jakarta 17 Februari2011.
Menurut dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, penelitian yang dilakukan peneliti FakultasKedokteran Hewan IPB memiliki kebebasan akademik, sehingga tidak ada kewajiban minta ijin penelitiandan melapor ke Kemenkes maupunBadan Pengawas Obat dan Makanan(BPOM). Ada atau tidak adanya penelitian,pemerintah melalui BPOM secara berkala dan terus menerus melakukan sampling dan pengujian dengan tujuan untuk menjamin makanan yang telah memiliki ijin edar aman dikonsumsi.
Dalam kesempatan itu, Menkes menganjurkan para ibu memberikan air susu ibu (ASI) secara eksklusifnya itu memberikan ASI saja kepada bayi dari 0-6 bulan. Setelah enam bulan, bayi boleh diberikan makanan pendamping ASI dan pemberianASI dapat dilanjutkan sampai usia 2 tahun.
Kemenkes tidak menganjurkan menggunakan susu formula, tetapi pada kasus-kasus tertentu misalnya ada indikasi medis bagi ibu, maka susu formula boleh diberikan. Namun cara membuat dan menyajikannya harus secara hygienis.
IPB tetap tak MauMen gumumkan
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan IPB, I Wayan Teguh Wibawan menegaskan IPB tidak akan mengumumkan merk susu yang tercemar hasil penelitian itu karena belum menerima salinan asli putusan kasasi Mahkamah Agung.
Pernyataan Dekan FKH itud isampaikan saat Rapat Kerja dengan DPR 17 Februari 2011, menjelang pengambilan kesimpulan. Sejumlahanggota Dewan dari Fraksi PKB danFraksi PDIP memilih keluar sidang karena menilai Raker sia-sia. Drs. Gandung Pardiman dari Fraksi Golkar menilai IPB bersekongkol dengan perusahaan susu untuk melindungi mereka. IPB dituding tidak jujur karena merk susu formula yang tercemar tidak segera diumumkan.
Institut Pertanian Bogor (IPB) belum dapat mengumumkan merk susu formula yang tercemar bakteri Enterobacter sakazakii (ES) sebagaimana putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA). IPB dalam posisi dilematis, disatu pihak harus menjunjung tinggi hukum di lain pihak harus menjunjung tinggi etika penelitian yang berlaku secara universal. Peneliti tidak boleh menyebutkan merk dagang, apalagi yang dilakukan adalah penelitian isolasi, bukan bersifat pengawasan dan investigatif.
Selain itu, IPB belum menerima relaas atau pemberitahuan resmi dari Pengadilan. Sedangkan Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak mungkin melaksanakan perintah MA karena tidak mempunyai data dan hasil penelitian IPB. Kemkes dan BPOM akan melakukan langkah hukum peninjauan kembali (PK) dengan menunjuk Kejaksaan Agung selaku Jaksa Pengacara Negara sebagai kuasa hukum pemerintah.
Demikian kesimpulan Rapat Kerja DPR Komisi IX dengan Menteri Kesehatan, Kepala BPOM, Rektor IPB dan Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang dipimpin dr. Ribka Tjiptaning, di Gedung DPR tanggal 24 Februari 2011.Raker yang digelar sejak pukul 14.00dan berakhir pukul 18.30 berlangsung panas dan hujan interupsi.
Komisi IX tetap bersikeras agar merk susu formula yang tercemar bakteri ES diumumkan. “Masih ada jalan, yaitu membentuk Panja, Pansus, hak angket atau interpelasi”, kata Ketua Komisi IX DPR dari Fraksi PDIP saat menutup sidang.
Menurut Herry Suhardiyanto, RektorIPB, penelitian terhadap susu formula dan makanan bayi yang dilakukan Dr. Sri Estuningsih tahun 2003-2006 bersifata kademik, bukan riset surveilans.
Tujuannya untuk mengidentifikasi bakteri ES dengan menguji cobakan pada mencit (bayi tikus) umur kurang 6 hari. Saat itu, bakteri ES belum menjadi persyaratan wajib pada produksi pangan di seluruh dunia.“Justru kami memberikan perhatian lebih dini akan pentingnya produk pangan bebas bakteri ES. Standar keamanan pangan yang mensyaratkan susu formula tidak boleh mengandung bakteri ES baru ditetapkan padaJuli 2008 oleh Codex Alimentarius Commission yang dibentuk WHO danFAO”, ujar Herry Suhardiyanto.
Maret 2008, BPOM melakukan sampling dan pengujian terhadap 96 susu formula bayi yang beredar di Indonesia. Hasilnya, semua tidak mengandung bakteri ES Tahun 2009, standar Codex diterapkan di Indonesia.
Pada Tahun 2009, BPOM kembali melakukan pengujian terhadap 11 sampel, tahun 2010 terhadap 99 sampel dan awal 2011 terhadap 18 sampel susu formula. Hasil pengujian menunjukkan seluruh sampel tidak mengandung bakteri ES.
Tidak perlu resah.
Menkes menghimbau masyarakat tidak perlu resah “Bakteri ES itu mudah mati jika terkena panas 70 derajat celcius selama 15 detik. Tidak ada dampak yang muncul belakangan, misalnya beberapa tahun kemudian”, ujarnya.
Menkes mengingatkan, susu formula adalah produk yang tidak steril. Artinya produk ini mudah terkontaminasi oleh kuman yang menyebabkan penyakit. Karena itu Menkes menganjurkan para ibu supaya memberikan Air Susu Ibu eksklusif kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan.
ASI dapat dilanjutkan sampai anak berumur 2 (dua) tahun dengan ditambah makanan pendamping ASI.
Kendati susu formula aman, Menkes tidak menganjurkan pemberian susu formula. Hanya pada kondisi dengan indikasi medis tertentu, yaitu kondisi medis bayi dan/atau kondisi medis ibu yang tidak memungkinkan pemberian ASI eksklusif, maka susu formula boleh diberikan.
Cara Penyajian Susu Formula
Cara menyajikan susu formula yang benar adalah dengan menggunakan air yang dimasak sampai mendidih lalu dibiarkan selama 10-15 menit agar suhunya turun menjadi tidak kurangndari 70oC. Siapkan susu sebanyak yang dapat dihabiskan bayi dan sesuai takaran yang dianjurkan pada label.Apabila ada sisa susu yang telah dilarutkan harus dibuang setelah 2 jam.§ Pra