Indonesia menyambut baik ditetapkannya Resolusi Majelis Kesehatan Dunia (World Health Assembly) No. 64/56 tentang “Kerangka Kesiapan Pandemi Influenza untuk Virus sharing dan Akses pada Vaksin dan Manfaat Lainnya”. Resolusi ini menetapkan kerangka kerjasama multilateral dalam kesiapan dunia menghadapi pandemi influenza khususnya mekanisme virus sharing, akses pada vaksin dan manfaat lain serta Standard Material Transfer Agreement (SMTA).
Penetapan resolusi ini merupakan kesuksesan besar dan mengakhiri perjuangan negara-negara berkembang, yang dimotori oleh Indonesia tahun 2007 dibawah kepemimpinan Menteri Kesehatan saat itu, Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP (K). Indonesia pada waktu itu berinisiatif untuk mendobrak sistem penanganan pandemi influenza dan tatanan penggunaan virus yang telah berlaku selama 64 tahun yang dinilai tidak adil, tidak setara dan tidak transparan.
Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH., dalam pernyataannya Kamis lalu (18/5) mewakili negara-negara WHO South East Asian Region, menyebut resolusi ini sebagai pencapaian mulia dalam tatanan kesehatan publik global, karena membentuk mekanisme internasional yang menjamin tidak hanya kepentingan kesehatan publik global, namun juga perlindungan umat manusia dengan adil, transparan dan setara.
Lebih lanjut Menteri Kesehatan RI menyatakan resolusi ini merupakan langkah awal menuju mekanisme internasional yang lebih baik yang memerlukan langkah-langkah implementasi yang nyata. Menkes RI mendesak agar segera dibentuk Advisory Group sehingga negara-negara anggota WHO (World Health Organization), sektor swasta yang terlibat, dengan peranan strategis WHO dapat memonitor dan mengawasi pelaksanaan kerangka virus sharing dan akses pada vaksin dan manfaat lainnya serta SMTA ini.
Sementara itu, dunia pun menyambut positif ditetapkannya resolusi ini. Seluruh negara anggota WHO sepakat bahwa kerangka ini adalah tonggak bersejarah di bidang kesehatan publik yang meletakkan fondasi untuk kesiapan pandemi yang lebih terkoordinir, komprehensif, dan setara yang mengarah pada dunia yang lebih sehat dan aman.
Dukungan serupa juga diungkapkan Menteri-Menteri Kesehatan negara anggota Gerakan Non-Blok serta 7 negara inisiator the Foreign Policy and Global Health (FPGH) yaitu Afrika Selatan, Brazil, Indonesia, Norwegia, Perancis, Senegal, dan Thailand yang menyebut resolusi ini sebagai contoh konkrit dan positif dari solidaritas global untuk kesehatan publik serta eratnya hubungan kebijakan kesehatan publik global dan kebijakan luar negeri. Beberapa negara, seperti Bangladesh, India dan Swiss, bahkan memberikan pernyataan khusus untuk mengapresiasi Indonesia atas inisiatif dan kepemimpinannya memperjuangkan keadilan dalam mekanisme virus sharing dan benefit sharing bagi kepentingan kesehatan publik global.
Sejumlah hal penting yang disepakati Resolusi ini antara lain:
1.Definisi materi biologis yang menjadi objek SMTA – materi yang termasuk dalam definisi ini adalah spesimen klinis manusia, virus yang diisolasi dari virus H5N1 tipe liar dan virus influenza tipe liar lain yang berpotensi menimbulkan pandemic serta RNA yang diekstrak dari virus H5 N1 tipe liar
2.Kontribusi Dana Kemitraan Tahunan – Pihak industri farmasi akan memberikan kontribusi dana tahunan sebesar 50% dari dana per tahun yang dibutuhkan untuk operasional WHO Global Influenza Surveillance and Response System (WHO GISRS) mulai tahun 2012.
3. Standard Material Transfer Agreement – Transfer material hanya dapat dilakukan antara para pihak yang telah menandatangani Standard Material Transfer Agreement (SMTA) baik antara anggota WHO GISRS (SMTA 1) maupun pihak di luar WHO GISRS seperti laboratorium non pemerintah, universitas, industri farmasi swasta dengan WHO (SMTA 2).
4. Mekanisme Pelacakan dan Pelaporan – system elektronik digunakan untuk melacak secara real time dan transparan, pergerakan materi bilogis PIP di dalam dan ke luar dari WHO GISRS.
5. Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) – Semua pihak tidak diperbolehkan mengklaim HAKI dari materi bilogis PIP dan bagiannya yang ditransfer dari WHO GISRS
7. Pembagian Manfaat:
Manfaat yang timbul dari sharing virus H5N1 dan influenza lain yang berpotensi pandemi harus dibagi dengan semua negara anggota, khususnya negara berkembang berdasarkan tingkat pendapatan, risiko kesehatan publik dan kebutuhannya, menetapkan harga vaksin berdasarkan tiered pricing (bertingkat), donasi vaksin dan alat deteksi, transfer teknologi & proses; dan pengembangan kapasitas laboratorium dan surveilans; lisensi non-eksklusif yang bebas royalti kepada WHO yang bisa di sub-lisensikan kepada produsen di Negara berkembang;
7. WHO GISRS – Dibentuknya WHO Global Influenza Surveillance and Response System (WHO GISRS) yaitu sistim jaringan internasional laboratorium influenza yang dikoordinasikan WHO untuk melakukan surveilans, analisa risiko dan memberikan bantuan untuk kesiapan menghadapi pandemi. WHO GISRS menggantikan Global Influenza Surveillance Network (GISN) yang sebelumnya ditentang Indonesia karena tidak memberikan keadilan, kesetaraan dan transparansi.
Dibukanya akses terhadap virus influenza dan manfaat-manfaat lain berarti membuka peluang besar untuk para peneliti negara berkembang untuk meningkatkan kapasitas penelitiannya sehingga Indonesia dan negara berkembang lainnya dapat mengembangkan alat diagnostik, vaksin dan obat- obatan terhadap virus H5N1 dan virus lainnya yang berpotensi pandemi, termasuk H1N1.
Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih, yang mengikuti proses bergulirnya mekanisme ini di tahun 2007 dan sejak memimpin Kementerian Kesehatan di akhir tahun 2009 memberi arahan yang tegas dan jelas serta terlibat dalam proses negosiasi ini, telah memberikan apresiasi kepada seluruh delegasi Indonesia yang secara gigih dan tidak kenal lelah memperjuangkan kesepakatan dunia tentang mekanisme virus sharing dan benefit sharing yang lebih adil, transparan dan setara ini.
Penghargaan tersebut terutama ditujukan kepada Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP (K), Prof. Tjandra Yoga Aditama, Sp. P (K), MARS, DTM&H; dr. Triono Sundoro; Dubes Bambang Guritno; Dubes Dr. Makarim Wibisono; Dr. Widjaja Lukito, PhD, Sp.GK.; David Handyono Mulyono, Sp,PD, PhD; dr. Indriono Tantoro MPH; dan Dra. Niniek Kun Naryatie dari Kementerian Kesehatan RI. Juga kepada pejabat Kementerian Luar Negeri baik di Pusat maupun di Perwakilan RI Jenewa: Dubes Dian Triansyah Djani, Dubes Desra Percaya, Dubes I Gusti Agung Wesaka Puja, Sunu. M Soemarno, Cecep Herawan: Acep Soemantri, Achsanul Habib yang melakukan pendekatan diplomasi kepada negara-negara, sehaluan (Like minded countries) ASEAN, WHO SEARO, FPGH dan Gerakan Non Blok.
Menkes RI juga memberikan apresiasi kepada Direktur Jenderal WHO Dr. Margaret Chan, Ketua Intergovernmental Meeting Jane Halton dari Australia, serta para Ketua Open Ended Working Group Duta Besar Bente Angel Hanssen dari Norwegia, dan Duta Besar Juan Jose Gomez Camacho dari Meksiko atas kepemimpinan dan kerja keras mereka untuk tercapainya kesepakatan untuk kepentingan kesehatan publik global.