Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek
Kondisi sanitasi Indonesia belum menggembirakan. Faktanya, layanan air limbah domestik baru mencakup 51,9% penduduk (2010). Masih 70 juta penduduk buang air besar sembarangan. Artinya setiap hari ada 14.000 ton tinja dan 176.000 meter kubik air seni yang mencemari lingkungan. Bakteri e-coli dijumpai di 75 persen air sumur dangkal perkotaan. Tidak heran jika kasus diare saat ini masih mencapai 411 per 1.000 penduduk.
Selama 1970-1999, total investasi pemerintah pusat dan daerah untuk sanitasi hanya 200 rupiah per kapita per tahun. Angka ini memang meningkat selama 2000 – 2004 menjadi 2.000 rupiah. Selama 5 tahun terakhir ini investasi sanitasi per kapita terus ditingkatkan menjadi 5.000 rupiah per tahun. Sayangnya, jumlah tersebut masih jauh dari kebutuhan ideal yaitu sekitar 47.000 rupiah per kapita per tahun (studi Bappenas, 2008).
Fakta-fakta tersebut terungkap dalam Pertemuan Puncak Bupati/Walikota untuk Pembangunan Sanitasi Permukiman di Banda Aceh, 30 Mei 2011. Acara dibuka Ir. Dadang Sumantri Muchtar, Direktur Perkotaan, Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri. Kegiatan ini merupakan pertemuan puncak deklarasi pengarusutamaan pembangunan sanitasi di daerah. Hadir Walikota Banda Aceh, Ir. Mawardy Nurdin, M.Eng.Sc., Sekretaris Asosiasi Kabupaten/Kota Peduli Sanitasi (AKKOPSI), Capt. Josrizal Zain, SE. MM, Kepala Sub Direktorat Penyehatan Air dan Sanitasi Dasar Kemkes.
Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah dalam hal ini Pokja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Nasional yang merupakan bentuk sinergi lintas sektoral dari 8 kementerian, meluncurkan program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP). Pada peluncuran program yang dihadiri Wakil Presiden Republik Indonesia, Boediono (9/12/09), memberikan arahan bahwa “pemerintah bertekad untuk mempercepat pelaksanaan upaya meningkatkan akses sanitasi, sehingga masyarakat bisa mengakses sanitasi dasar yang layak”. Berbagai upaya penguatan sinergi kemudian terus diupayakan, termasuk koordinasi bersama kabupaten/kota serta provinsi.
Direktur Perkotaan, Ir. Dadang Sumantri Muchtar, dalam sambutannya mengatakan berdasarkan informasi Aliansi Kabupaten dan Kota Peduli Sanitasi (AKKOPSI), kesadaran Kota-Kota dan Kabupaten di Indonesia tentang pentingnya memprioritaskan pembangunan sanitasi permukiman semakin kuat. Juga semakin disadarinya pendekatan pembangunan sanitasi yang pro rakyat dan pro pengentasan kemiskinan.
Saat ini masalah sanitasi bukan lagi urusan individu atau bersifat sektoral, tapi telah menjadi urusan bersama yang harus melibatkan seluruh pihak, baik pemerintah maupun pemangku kepentingan lainnya sebagai mitra pembangunan, ujarnya.
“Masalah pembangunan dan layanan sanitasi yang ada di Indonesia meliputi masalah kepedulian, kelembagaan, peraturan perundang-undangan, prioritas pendanaan pembangunan dan kesadaran masyarakat. Atas dasar itu berbagai kementerian yang terkait akan terlibat secara fungsional. Berbagai Kementerian seperti Dalam Negeri, Kesehatan, Pekerjaan Umum, Lingkungan Hidup, Perumahan Rakyat, Perindustrian, dan Keuangan harus terlibat”, ujar Ir. Dadang.
Ditambahkan, kondisi pelayanan sanitasi air limbah di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir terjadi kenaikan yaitu dari 68 persen pada tahun tahun 2005, meningkat menjadi 70 persen pada tahun 2007. Sebanyak 70 juta penduduk Indonesia masih belum mempunyai akses atas fasilitas air limbah atau masih buang air besar sembarangan.
Sedangkan tingkat pelayanan persampahan menunjukkan angka 50 persen pada tahun 2005 dan hampir 60 persen pada tahun 2007. Namun demikian ketertinggalan dalam pembangunan dan layanan sanitasi tetap masih besar.
Hal itu disebabkan, lembaga-lembaga pemerintah di kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang sanitasi banyak yang masih tumpang tindih bahkan ada kabupaten/kota yang tidak mempunyai lembaga yang bertanggung jawab di bidang sanitasi. Sudah pasti hal ini akan sangat berpengaruh pada upaya penyediaan layanan apalagi bagi upaya peningkatannya, ujar Ir. Dadang.
Menurut dia, terbatasnya dana serta tidak diprioritaskannya sanitasi, mengakibatkan terbatasnya alokasi dana di APBN dan APBD untuk pembangunan dan pelayanan sanitasi di sebagian besar pemerintah Kabupaten/Kota. Namun demikian sejak tahun 2006 sampai tahun 2010 telah terjadi kenaikan alokasi anggaran sanitasi yang cukup signifikan. Apabila pada tahun 2006 rata-rata alokasi sanitasi pada APBD Kabupaten/Kota masih dibawah 1 persen dari total belanja APBD, maka pada tahun 2010 rata-rata alokasi belanja sanitasi telah mencapai angka rata-rata 1,5 persen dari total belanja APBD.
“Kami menduga kenaikan ini adalah hasil dari pemberdayaan dan advokasi peningkatan kesadaran dan kepedulian akan pentingnya sanitasi. Bahkan beberapa kota telah mampu mengalokasikan anggaran untuk sanitasi di APBD-nya sebesar 4 sampai 7 persen ”, papar Direktur Perkotaan.
Karena itu, Kementerian Dalam Negeri dalam dua tahun terakhir telah memberikan petunjuk khusus agar Pemerintah Kabupaten/Kota menetapkan pembangunan sanitasi sebagai salah satu prioritas. Hal ini juga sejalan dengan upaya pencapaian target MDGs termasuk target yang lebih terukur lagi sebagaimana yang ditetapkan dalam RPJMN 2010-2014.
Pemerintah juga telah memberikan perhatian yang lebih terfokus lagi, agar prioritas pembangunan dan pelayanan sanitasi mendapat dukungan yang lebih nyata dengan memisahkan DAK Sanitasi dari sebelumnya DAK Air Minum dan Sanitasi. Kedepan kriteria DAK untuk Sanitasi perlu lebih difokuskan pada Kabupaten dan Kota yang memiliki kepedulian, kinerja dan perhatian bagi upaya peningkatannya.
“Nampaknya kriteria preferensi kebutuhan dan kinerja sanitasi di daerah seperti keberadaan atau kepemilikan Strategi Sanitasi Kota atau SSK perlu ditetapkan sebagi salah satu kriteria utama, selain yang menyangkut tingkat kerawanan dan tingkat kemampuan fiskal daerah”, tambah Direktur Perkotaan.
Menurut Direktur Perkotaan, sampai tahun 2010 telah ada 63 Kabupaten/Kota yang telah dan tengah menyelesaikan Rencana Strategis Sanitasi-nya atau disebut dengan Strategi Sanitasi Kota (SSK). Kemudian di tahun 2011 akan ada 55 atau lebih Kabupaten Kota baru yang menjadi peserta PPSP atau sekaligus menjadi anggota AKKOPSI. Total sampai dengan tahun 2011 ini akan ada 118 Kabupaten dan Kota yang memiliki rencana strategis tersebut.
CSS X
Sebagai salah satu upaya penguatan sinergi tersebut, AKKOPSI dengan didukung oleh Pokja AMPL Nasional, kembali menyelenggarakan City Sanitation Summit yang kesepuluh kalinya, atau disingkat ‘CSS X’. Tuan Rumah Banda Aceh telah menetapkan sub-tema CSS X: “Tuntaskan Strategi, Siapkan Investasi di Sektor Sanitasi Secara Holistik”. Sub-tema tersebut diharapkan dapat memperkuat tema besar CSS yang dilakukan sepanjang 2011, yaitu: “Bertekad Mewujudkan Pencapaian Program Pembangunan Sanitasi Permukiman”.
Pertemuan puncak ini merupakan tindak lanjut pembahasan sebelumnya. Selain menetapkan 41 anggota baru AKKOPSI, kali ini CSS X lebih memfokuskan dalam merealisasikan tahapan keempat program PPSP. Tahap 4 dalam PPSP adalah Penyusunan Memorandum Program yang merupakan implementasi strategi (strategy implementation). Isu utama dari tahapan ini adalah alokasi anggaran pemerintah pusat maupun daerah untuk pembangunan dan peningkatan layanan sanitasi yang masih rendah dibanding dengan sektor lainnya. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi Kabupaten dan Kota yang telah memiliki SSK. Pada rapat khusus AKKOPSI oleh para walikota/bupati direncanakan akan dihasilkan komitmen peningkatan alokasi minimum APBD untuk sektor sanitasi.
Konsep dasar Penyusunan Memorandum Program Sektor Sanitasi itulah yang menjadi fokus pembahasan CSS X. Berbagai pejabat kunci dari lintas sektor/kementerian turut menjadi narasumber, yakni: Direktur Perumahan dan Permukiman (Perkim, Bappenas); Direktur Penyehatan Lingkungan Permukiman Kementerian Pekerjaan Umum; Direktur Penataan Perkotaan, Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Kemdagri; dan Direktur Penyehatan Lingkungan, Ditjen P2PL Kemkes. Selain itu ditampilkan paparan semua peserta untuk pertukaran pengetahuan dari beberapa studi kasus, tukar pengalaman sebagai pembelajaran bersama.
Peserta terdiri para Bupati dan Walikota, perwakilan Pokja dan SKPD terkait dari 62 kabupaten dan kota yang telah memiliki SSK, juga utusan 15 Pokja/Pemprov serta pejabat berwenang dan tim PIU (Program Implementation Unit) dan PMU (Program Management Unit) dari program PPSP dari berbagai kementerian. CSS X juga merupakan momentum bagi para pakar dan akademisi, maupun tokoh masyarakat, lembaga non pemerintah, pihak swasta, program dana hibah, media massa bahkan investor untuk dapat mengakses berbagai informasi dan memanfaatkan peluang untuk memperkokoh kemitraan dan sinergi dalam merealisasikan PPSP.