Menkes RI, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH bersama Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Ban Ki-moon, mengunjungi Puskesmas IV Denpasar Selatan, Bali. Peninjauan ini merupakan rangkaian kunjungan Ban Ki-Moon ke Indonesia, untuk menghadiri KTT Asean di Bali, 18 November 2011.
Dalam kesempatan tersebut, Menkes memaparkan pencapaian indikator Millenium Development Goals (MDG’s) pada tahun 2010, khususnya MDG 4 dan 5, penurunan angka kematian anak dan peningkatan kesehatan materna. Menkes juga menguraikan secara singkat tantangan yang dihadapi dan upaya yang diperlukan untuk mencapai target MDGs pada tahun 2015.
“Keberhasilan yang telah dicapai adalah manifestasi dari komitmen dan kerja keras pemerintah dan seluruh komponen masyarakat menuju Indonesia yang lebih sejahtera”, ujar Menkes.
Menkes menjelaskan, kesehatan anak di Indonesia terus meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini tercermin dari penurunan tingkat kematian bayi dan anak. Tingkat kematian bayi di Indonesia menunjukkan penurunan yang signifikan dari 68 (1991) menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup (2007). Berdasarkan capaian tersebut, diharapkan
target 23 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015, dapat tercapai. Demikian pula angka kematian Balita turun dari 97 kematian (1991) menjadi 44 per 1000 kelahiran hidup (SDKI, 2007).
Menkes menerangkan, cakupan imunisasi terus meningkat, dari 44,5% (1991) menjadi 67% (2007) dan 74,4% (2010). Khusus untuk cakupan imunisasi campak, Indonesia telah memiliki angka cakupan optimal 90%. Hal ini merupakan langkah untuk mencegah terjadinya wabah. Upaya promosi dan peningkatan akses layanan imunisasi dilakukan sampai ke tingkat dusun. Lebih dari 70% cakupan imunisasi berasal dari penjangkauan layanan di Posyandu yang dilakukan dalam kolaborasi bidan desa dan
masyarakat secara berkala setiap bulan.
“Upaya untuk mengurangi risiko kematian bayi baru lahir adalah prioritas tertinggi. Dengan meningkatkan akses dan kualitas pelayanan dari perempuan selama kehamilan, persalinan dan pasca melahirkan dari perawatan ibu dan bayi baru lahir dan juga meningkatkan perawatan darurat, diharapkan memberikan kontribusi untuk mencapai MDG 4 dan 5”, papar Menkes
Angka Kematian Ibu (AKI) secara bertahap berkurang dari 390 (1991) menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup (2007). Upaya tambahan diperlukan untuk mencapai target MDG tahun 2015, yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut Menkes, beberapa faktor seperti kehamilan risiko tinggi dan aborsi masih menjadi kendala yang
membutuhkan perhatian khusus. “Cara efektif untuk mengurangi AKI adalah kelahiran dibantu tenaga kesehatan terampil. Angka ini terus meningkat dari 66,7% (2002)m enjadi 82,3% (2010)”, tambah Menkes.
Prioritas untuk meningkatkan kesehatan ibu, difokuskan pada perluasan Pelayanan kesehatan yang lebih baik dan komprehensif; Perawatan obstetrik darurat, meliputi caesar, tranfusi darah, penanganan eklamsi dan infeksi; meningkatkan pelayanan keluarga berencana (KB); serta penyediaan informasi dan pendidikan kepada
masyarakat. Selain itu, ketersediaan dokter kandungan dan anastesis sangat penting, harus ada di setiap tingkat Kabupaten, jelas Menkes.
Menkes mengakui, disparitas antar daerah, khususnya di daerah terpencil, dalam mengakses layanan kesehatan masih menjadi kendala untuk mencapai target yang diharapkan. Karena itu, peningkatkan akses ke pelayanan kesehatan terutama bagi daerah-daerah miskin dan terpencil, menjadi prioritas untuk ke depannya. Untuk mengatasi hal ini, Pemerintah Indonesia memiliki kebijakan untuk menyebarkan bidan di setiap desa, dimulai pada awal 1990-an dan masih terus dilakukan.
“Disparitas pada ketersediaan tenaga kesehatan yang terjadi karena beberapa alasan, pertama adalah ketersediaan institusi pendidikan/akademi kebidanan dan masalah distribusi”, ujar Menkes.
Secara singkat, Menkes mengungkapkan, perbedaan dan tantangan yang dihadapi Pemerintah Indonesia, yaitu Disparitas tingkat ekonomi & pendidikan sosial; Terbatasnya akses ke fasilitas perawatan kesehatan yang berkualitas (perawatan kesehatan primer dan perawatan rujukan), terutama bagi masyarakat miskin di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan daerah kepulauan; Keterbatasan ketersediaan tenaga kesehatan baik dari segi kuantitas; Ekspansi universal coverage untuk intervensi efektif berdasarkan bukti; Universal coverage untuk asuransi kesehatan; dan desentralisasi sistem kesehatan.
Pada kesempatan yang sama, Menkes juga menyatakan bahwa peningkatan aksesibilitas dan kualitas layanan kesehatan dapat diimplementasikan melalui beberapa tindakan, seperti: Penyebaran Bidan Desa; Beasiswa untuk pelatihan dan pendidikan dokter; Meningkatkan pelayanan kesehatan primer dan fasilitas rumah sakit dengan menyediakan peralatan medis, fasilitas, meningkatkan keterampilan dan kompetensi tenaga kesehatan, terutama dalam perawatan darurat; serta Intervensi khusus bagi daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK). Selain itu, pemberdayaan masyarakat juga berpengaruh besar pada intervensikesehatan masyarakat, melalui Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA); PosKesehatan Terpadu (Posyandu); Mengkomunikasikan kesiapsiagaankelahiran dan kesiapan komplikasi kepada masyarakat melalui kegiatan
masyarakat, agama dan pemimpin masyarakat. Kemitraan bidan dan dukun beranak.
Menkes juga menyebutkan, banyak masalah kesehatan timbul karena masalah keuangan, karena itu upaya penguatan pembiayaan kesehatanmenjadi penting. Upaya pertama, peningkatan cakupan Jaminan KesehatanMasyarakat (Jamkesmas) untuk 76 juta penduduk. Program ini diimplementasikan di seluruh negeri dan memberikan manfaat kesehatan yang komprehensif dengan tujuan untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan berkualitas bagi seluruh masyarakat. Baru-baru ini, keanggotaan Jamkesmas diperluas menjadi orang miskin, korban bencana alam, dan kelompok rentan (orang tua miskin, anak terlantar dan anak yatim yang tinggal di tempat penampungan sosial. Upaya selanjutnya, pengenalan Jaminan Persalinan (Jampersal) untuk 2,3 juta kehamilan; mengalokasikan anggaran dari tingkat pusat ke tingkat Provinsi dan Kabupaten untuk kegiatan yang terkait dengan Standar Pelayanan Minimum
(SPM) kesehatan; serta desentralisasi regulasi.
“Masalah kesehatan sangat rumit dan terkait dengan banyak sektor, karena itu, networking sangat penting dalam upaya penyelesaiannya”, tegas Menkes.