Stigma dan diskrimasi terhadap orang dengan HIV-AIDS (ODHA) paling banyak terjadi dibidang kesehatan. Pemerintah, petugas kesehatan atau petugas posyandu serta pos pembantu kesehatan, memiliki kewajiban untuk membantu masyarakat mulai dari pencegahan, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi.
Demikian disampaikan Menteri Kesehatan RI, Nafsiah Mboi saat membuka acara seminar dan lokakarya (semiloka) dengan tema pemenuhan Hak Asasi Perempuan sebagai Upaya Penanggulangan HIV-AIDS di Indonesia, di Jakarta (6/12).
Hasil studi Ikatan Perempuan Positif Indonesia terhadap 122 responden di 8 propinsi pada perempuan dengan HIV dan yang terdampak AIDS, diperoleh data perempuan yang mengalami kekerasan ekonomi sebesar 29,7%, kekerasan seksual 28,98%, kekerasan fisik 24,8%, dan mengalami diskriminasi akibat status HIV yang disandangnya 28,7%.
“Kekerasan pada perempuan, tidak bisa ditolelir, apapun alasannya! tidak ada satu orang pun di dunia yang berhak melakukan kekerasan dan pelanggaran terhadap hak asasi seseorang yang diberikan Tuhan”, tegas Menkes.
Perempuan harus dipenuhi haknya, perempuan harus berdaya, dan perempuan harus memiliki kuasa atas jiwa dan raganya. Selain itu juga perempuan harus memiliki posisi tawar yang kuat, baik dalam keluarga, maupun dalam lingkungan masyarakat, dan perempuan di Indonesia juga wajib mendapatkan informasi HIV secara terus-menerus terutama perempuan muda, serta mendapatkan akses pelayanan pengobatan HIV-AIDS dan Penyakit Menular Seksual lainnya.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021)52907416-9, faksimili: (021)52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): <kode lokal> 500-567 dan 081281562620 (sms), atau e-mail kontak@depkes.go.id