Diperkirakan 2-3 juta kematian per tahun secara global berhasil dicegah dari penyakit difteri, campak, pertusis, pneumonia, polio, rotavirus diare, rubella, dan tetanus melalui imunisasi. Namun, masih ada sekitar 22 juta bayi di dunia yang belum mendapat imunisasi lengkap dan sebesar 9,5 juta ada di Asia Tenggara termasuk anak-anak di Indonesia. Situasi ini mendorong langkah global dalam meningkatkan kesadaran masyarakat dunia melalui pelaksanaan Pekan Imunisasi Dunia.
Pekan Imunisasi Dunia (PID) di Indonesia tahun 2014 sudah dilaksanakan pada tanggal 23 – 30 April 2014. Tema PID tahun ini adalah “Are you up to date ? Know, Check, and Protect, Immunize for a Healthy Future”.
Dalam rangkaian PID, Kemenkes bersama stakeholder lain menggelar seminar dengan tema “Imunisasi untuk Masa Depan Lebih Sehat”, di Jakarta (9/5). Seminar ini dihadiri oleh tenaga kesehatan, tokoh agama, tokoh masyarakat, akademisi, organisasi profesi serta kader kesehatan.
Wakil Menkes Prof. dr. Ali Ghufron Mukti dalam sambutannya saat membuka seminar menyatakan bahwa pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan mengutamakan upaya promotif-preventif – termasuk Program Imunisasi – yang terbukti sangat efektif untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).
Upaya pencegahan ini diperkuat dengan pelaksanaan Program Imunisasi di Indonesia sejak sekitar 6 dasa-warsa yang lalu dan menghasilkan banyak prestasi yang amat membanggakan, antara lain:
1. Dicapainya Eradikasi Cacar tahun 1974.
2. Dicapainya Universal Child Immunization (UCI) tingkat provinsi di seluruh Indonesia tahun 1990 dan UCI Kabupaten/Kota tahun 1992.
3. Dicapainya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal di regional Jawa-Bali dan Sumatera tahun 2010 serta regional Kalimantan, Sulawesi, NTT dan NTB tahun 2011.
4. Diturunkannya lebih dari 90% angka kesakitan dan kematian akibat penyakit Difteri, Pertusis, Tetanus, dan Campak jika dibandingkan dengan 20 tahun yang lalu.
5. Diperluasnya cakupan penyakit yang dicegah Program Imunisasi dengan dimasukkannya antigen Haemophylus influenzae Type B (Hib) pada 2013 untuk mencegah pneumonia dan meningitis akibat Hib. Upaya ini diperkuat dengan pengurangan jumlah suntikan agar anak yang diberi imunisasi dan orang-tuanya merasa lebih nyaman. Selain itu, biaya yang dikeluarkan Pemerintah dan Masyarakat juga dapat dikurangi. Sejak digunakan vaksin baru yang terdiri dari DPT-HB-Hib (Pentavalen), jumlah suntikan menurun dari 9 suntikan menjadi hanya 3 suntikan saja.
Pada tahun 2013, Imunisasi Pentavalen telah dilaksanakan di 4 provinsi yaitu Jawa Barat, DI Yogyakarta, Bali, dan NTB. Di samping itu, akan diberikan imunisasi lanjutan pada anak di bawah tiga tahun berupa DPT-HB-Hib pada usia 18 bulan, dan Campak usia 24 bulan.
“Insya Allah, pada tahun 2014, imunisasi DPT-HB-Hib (Pentavalen) akan dilaksanakan di seluruh Indonesia,” kata Wamenkes.
Indonesia Bebas Polio
Pada tanggal 27 Maret 2014 Indonesia menerima Sertifikat Bebas Polio dari Regional Commission for Certification of Poliomyelitis Eradication untuk semua negara di Regional Asia Tenggara atau WHO South East Asia Region. Ini menandakan suatu keberhasilan dari perjuangan panjang antara Pemerintah bersama seluruh masyarakat. Perjuangan dimulai dengan pelaksanaan Imunisasi Polio 1980 dan diperkuat dengan berbagai upaya lainnya – seperti AFP Surveillance atau Surveilans Lumpuh Layu.
Upaya ini berhasil menurunkan insiden penyakit polio dari lebih 800 kasus pada tahun 1984 menjadi hanya 1 kasus asli Indonesia atau indigenous case pada tahun 1995. Meskipun pada tahun 2005 – 2006 terjadi importasi polio dari luar negeri yang berakibat terjadinya lebih dari 300 anak Indonesia lumpuh, akan tetapi penyebaran virus polio liar ini dapat diakhiri tahun 2006. Kondisi ini terwujud berkat upaya penanggulangan yang mencakup 5 kali Pekan Imunisasi Nasional.
“Meskipun kita telah mencapai Eradikasi Polio, kita masih harus : (1) melanjutkan kegiatan Imunisasi Polio dengan cakupan yang tinggi, merata, dan bermutu, (2) melanjutkan Surveilans Lumpuh Layu yang adekuat dengan indikator 2 per 100.000 anak kurang dari 15 tahun, dan (3) melaksanakan kegiatan pengamanan virus Polio di laboratorium atau Laboratory Containment,” kata Wamenkes.
Upaya-upaya ini harus dilaksanakan karena ada dua wilayah regional dunia yang belum mencapai tahap eradikasi Polio yaitu Regional Afrika dan Regional Mediterania Timur – East Mediterranian Region, tambahnya.