Selasa sore (23/12), Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K), menerima kedatangan Menteri Dalam Negeri RI, Tjahjo Kumolo, SH, di Kantor Kementerian Kesehatan RI, Rasuna Said, Jakarta. Kedua Menteri dalam kabinet kerja ini bertemu guna membicarakan upaya-upaya serta dukungan yang dapat dilakukan oleh kedua Kementerian, dalam rangka menyukseskan pembangunan masyarakat Indonesia, terutama di bidang kesehatan.
Mengawali pertemuan tersebut, Menkes menyatakan bahwa paradigma sehat dan penguatan pelayanan kesehatan penting dalam mendukung terlaksananya program Indonesia Sehat melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang ditandai dengan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Untuk itu, guna mendukung program Indonesia Sehat, Kemenkes sangat mengharapkan dukungan dari Kemendagri dalam tiga hal, yaitu: 1) Penguatan Pelayanan Kesehatan Primer; 2) Penguatan Sistem Informasi; serta 3) Penguatan Sistem Pembiayaan.
Penguatan Pelayanan Kesehatan Primer
Menkes mencermati fakta di lapangan bahwa lebih dari 70% penyakit yang ditangani di Rumah Sakit (RS) merupakan penyakit yang sebenarnya dapat ditangani oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama. Hal inilah yang mendasari perlunya penguatan Sistem Rujukan Nasional.
“Diharapkan dengan penguatan sistem rujukan, akan terjadi penurunan beban kapasitas RS dan penurunan tingkat kematian di RS”, ujar Menkes.
Dalam hal ini, tentu perlu didukung dengan peningkatan akses, mutu dan sumber daya manusia di pelayanan kesehatan primer, juga disertai dengan adanya regionalisasi rujukan di tingkat Kabupaten/Kota, regional, hingga rujukan nasional. Di samping itu, peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di tingkat sekunder juga harus diperhatikan.
Penguatan Sistem Informasi
Hal kedua, Menkes menjelaskan mengenai penguatan sistem manajemen dan informasi, khusunya mengenai Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) dan Civil Registration and Vital Statistics (CRVS).
Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) merupakan indikator yang digunakan untuk menilai pembangunan kesehatan masyarakat. Indikator yang dinilai terdiri dari: 1) Pelayanan kesehatan balita; 2) Kesehatan reproduksi; 3) Pelayanan Kesehatan; 4) Perilaku Kesehatan; 5) Penyakit Tidak Menular dan Penyakit Menular; dan 6) Kesehatan Lingkungan. Penilaian IPKM telah dilakukan pada tahun 2007 dan 2013 dan telah menghasilkan peringkat kesehatan masyarakat baik di tingkat Kabupaten/Kota serta Provinsi.
“IPKM digunakan untuk menilai pembangunan kesehatan baik di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi maupun nasional. Untuk itu, kami mengusulkan agar Kemendagri dapat menggunakan IPKM dalam salah satu penilaian keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota dan Provinsi”, terang Menkes.
Ditambahkan pula mengenai Civil Registration and Vital Statistics (CRVS) atau dikenal dengan sebutan catatan sipil, bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat untuk memperoleh dokumen kependudukan yang sah dan dilindungi oleh negara. Di samping itu, dengan adanya catatan sipil ini maka pemerintah dapat menghimpun data kependudukan yang dapat dipergunakan untuk menyusun suatu kebijakan. Catatan sipil terdiri dari 9 peristiwa penting, yaitu: 1) Kelahiran; 2) Kematian; 3) Perkawinan; 4) Perceraian; 5) Pengakuan Anak; 6) Pengesahan Anak; 7) Perubahan nama; 8) Perubahan Jenis Kelamin; dan 9) Perubahan Kewarganegaraan.
“Kami mengharapkan agar Dinas Catatan Sipil dan Kependudukan dapat bekerja sama dengan Dinas Kesehatan terkait dengan pencatatan dalam hal kelahiran dan kematian”, kata Menkes.
Menkes menambahkan, agar untuk catatan kelahiran, selain pendataan mengenai tanggal lahir dan jenis kelamin, informasi mengenai usia ibu saat melahirkan dan berat lahir bayi juga bisa tercatat. Sementara untuk catatan Kematian, semoga ke depan dapat ditambahkan informasi mengenai sebab kematian, khususnya penyebab kematian ibu yang melahirkan.
Penguatan Sistem Pembiayaan
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan tanggung jawab negara dalam memberikan perlindungan finansial kepada rakyat agar tidak jatuh miskin ketika menderita suatu penyakit. Program JKN akan meningkatkan akses, keadilan sosial, dan sekaligus mereformasi Sistem Kesehatan Nasional (SKN). JKN telah beroperasi terhitung 1 Januari 2014, dijalankan oleh Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial bidang Kesehatan (BPJS Kesehatan).
Sampai saat ini cakupan jaminan kesehatan di Indonesia telah mencapai 163.547.921 jiwa yang meliputi kepesertaan: Jamkesmas 78.803.760 jiwa (33,16%); Askes PNS 16.548.283 jiwa (6,69%); JPK Jamsostek 7.026.440 jiwa (2,96%); TNI/POLRI/PNS Kemhan 1.412.647 jiwa (0,59%); Asuransi Perusahaan 16.923.644 jiwa (7,12%); Asuransi Swasta 2.937.627 jiwa dan Jamkesda 39.895.520 jiwa (16,79%).
“Sayangnya, masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa JKN ini seperti kartu berobat. Padahal ini merupakan asuransi sosial yang menjadi payung yang akan melindungi mereka saat sakit. Kenyataannya, peserta mandiri yang saat ini mendaftar lebih banyak yang sudah dalam kondisi sakit”, jelas Menkes.
Pada kurun waktu 2014-2018, secara bertahap akan terus dilakukan pengalihan dan integrasi kepesertaan jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) dan Asuransi Kesehatan Komersial, serta perluasan peserta pada usaha besar, sedang, kecil dan mikro. Dengan demikian diharapkan agar seluruh Jamkesda telah terintegrasi ke dalam JKN pada 2019”, tutur Menkes.
Dalam pengembangan JKN, Kemenkes mengharapkan dukungan Kemendagri, untuk: 1) Mendorong Pemerintah Daerah untuk segera mengintegrasikan program Jamkesda ke dalam JKN termasuk anggarannya; 2) Mendorong Pemda untuk menfasilitasi masyarakat umum yang mampu untuk menjadi peserta JKN mandiri; serta 3) Mempertimbangkan integrasi Kartu JKN yakni kartu indonesia sehat (KIS) dan mungkin kartu sosial lainnya dengan kartu tanda penduduk (KTP).
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline <kode lokal> 500-567; SMS081281562620, faksimili: (021) 52921669, dan email kontak@kemkes.go.id.