Sejak merebaknya virus Zika belakangan ini, membuat beberapa negara harus segera mengantisipasinya, termasuk Indonesia. Berdasarkan laporan WHO hingga tanggal 8 September 2016 telah terjadi lebih dari 250 kasus Zika Virus di Singapura, negara yang demikian dekat dengan Indonesia.
Hal ini membuat Kemenkes melalui Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) bergerak untuk meningkatkan kewaspadaan mencegah kemungkinan virus ini masuk ke Indonesia.
Terkait kewaspadaan ini Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) kelas I Bandara Soekarno Hatta melakukan kegiatan pemasangan lavitrap di wilayah Bandara. Acara pemasangan lavitrap ditandai denga pelepasan tim oleh Kepala KKP dr. Hc. Susanto, MSA, Sp.KP, di halaman KKP Bandara Soekarno Hatta di Tangerang (15/9). Hadir pada acara ini pejabat di lingkungan Kemenkes, Kepala Otoritas Bandara Wilayah 1, Senior GM Angkasa Pura (AP) 2, dan GM Terminal 1,2,3 dan cargo.
Sebelum melepas tim , dilakukan penyerahan Lavitrap secara simbolis kepada Kepala Otoritas Bandara Wilayah I dan Senior GM AP 2. Lavitrap yang dibuat oleh KKP Soekarno Hatta akan dipasang bersama-sama tim dari AP 2 dan kader Jumantik di tempat-tempat yang dari hasil survey berpotensi sebagai tempat kehidupan nyamuk.
Sebelumnya KKP telah melakukan pemasangan thermal scanner, namun hal ini belum sepenuhnya efektif dalam mengidentifikasi dan memeriksa seluruh penumpang. Hal ini dikarenakan masa inkubasi Virus Zika adalah 2-7 hari setelah terinfeksi virus ini dengan gejala demam mendadak, lemas, kemerahan pada kulit badan, punggung dan kaki serta nyeri otot dan sendi disertai mata merah dan sakit kepala. Namun tidak semua menunjukkan gejala demam tinggi, bahkan hanya terdapat 1 diantara 5 penderita yang mengalami peningkatan suhu tubuh sehingga identifikasi penderita dengan thermal scan tidak sepenuhnya efektif.
Oleh karena itu, Susanto mengatakan diperlukan upaya pencegahan dengan pengendalian vektor terhadap nyamuk Aedes Aegypti salah satunya dengan pemasangan Lavitrap di wilayah Bandara.
“Tujuan pengendalian vektor adalah upaya untuk menurunkan kepadatan populasi nyamuk Aedes sampai serendah mungkin sehingga kemampuan sebagai vektor menghilang” ujar Susanto.
Tentang Lavitrap
Nyamuk rumah mampu bertahan hidup selama 14 hari pada suhu 20 derajat Celcius dan 10 hari pada suhu 25 derajat Celcius. Nyamuk ini mampu terbang sejauh 0,3 km hingga 2,5 km. Aedes aegypti bertelur pada akhir musim hujan, telur diletakan pada air bersih seperti bak kamar mandi, botol – botol dan kaleng – kaleng bekas. Prinsip utama dalam pengendalian nyamuk adalah bagaimana memutuskan mata rantai atau siklus kehidupan nyamuk.
Lavitrap atau perangkap larva adalah perindukan nyamuk buatan yang berfungsi menjadi tempat nyamuk Aedes bertelur. Setelah telur berkembang menjadi larva, kemudian larva bergerak ke dasar dan terperangkap d bawah kasa sehingga larva tersebut tidak berkembang menjadi nyamuk dewasa, kalaupun menjadi nyamuk tidak akan bisa terbang lagi sehingga mati dengan sendirinya. Pemasangan Lavitrap ini merupakan salah satu cara memutus mata rantai kehidupan nyamuk.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.
Kepala Biro Konunikasi dan Pelayanan Masyarakat
Oscar Primadi