Jakarta, 19 Agustus 2019
Indonesia sedang mengalami transisi epidemiologi dari penyakit menular ke Penyakit Tidak Menular (PTM). Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018 diketahui bahwa terjadi peningkatan prevalensi kanker yang cukup signifikan yaitu sebesar 28% dan beberapa indikator GERMAS belum menunjukkan perbaikan dibandingkan Riskesdas 2013. Dibutuhkan upaya lebih kuat dalam mendorong implementasi Program Penanggulangan Kanker Nasional terutama upaya promotif dan preventif melalui GERMAS.
Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek mengatakan penyakit kanker adalah salah satu penyakit tidak menular yang perlu diperhatikan bersama. Hal ini dikarenakan, beban epidemiologi dan beban ekonomi yang tinggi.
Berdasarkan Globocan 2018, di Indonesia jumlah kasus baru kanker adalah 348.809 kasus dengan estimasi kematian sebanyak 207.210 jiwa. Kanker terbanyak pada wanita adalah kanker payudara dengan insidens sebanyak 42,1/100 ribu penduduk, diikuti oleh kanker leher rahim dengan insidens sebanyak 23,4/100 ribu penduduk.
“Sedangkan pada pria, kanker terbanyak adalah kanker paru dengan insidens sebanyak 12,4/100 ribu penduduk, diikuti oleh kanker kolorektal dengan insidens sebesar 12,1/100 ribu penduduk,” kata Menkes pada Diskusi Terbuka Penanggulangan Penyakit Kanker, Senin (19/8) di Jakarta.
Salah satu peserta Diskusi dr. Toufan mengatakan angka kanker leher rahim di Indonesia masih dapat lebih tinggi dari prediksi-prediksi yang sudah ada.
“Pasien di RSCM sebanyak 70-80% menderita kanker leher rahim stadium diatas 2B. Selain itu IVA Test sudah tidak dijamin oleh BPJS, biasa IVA test Rp. 25.000, PAP Smear Rp. 75.000. Eradikasi kanker serviks bisa tercapai apabila cakupan skrining di atas 80%,” katanya.
Ketua Komite Nasional Penanggulangan Kanker (KPKN), Soehartati Gondhowiardjo mengatakan penyebab kanker bermacam-macam, mulai dari genetik, gaya hidup, sampai lingkungan.
“Perlu upaya-upaya yang melibatkan semua tingkatan sistem kesehatan dari tingkat regional hingga nasional, pemerintahan, organisasi, dan komunitas untuk menjangkau seluruh populasi,” katanya.
Kematian akibat kanker dan rasio mortalitas terhadap insidensi yang tinggi di Indonesia disebabkan oleh keterlambatan diagnosis. Kementerian Kesehatan memperkirakan bahwa lebih dari 70% pasien kanker didiagnosis pada stadium lanjut.
Keadaan ini disebabkan karena masih rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat terkait kanker, masih banyak penderita yang mencari perawatan tradisional dan alternatif, kurangnya perlindungan finansial, kurangnya pengetahuan tentang gejala umum dan tanda-tanda kanker di kalangan masyarakat.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menyikapi hal tersebut adalah melalui pendekatan kesehatan masyarakat. pendekatan tersebut difokuskan pada intervensi perubahan perilaku melalui penerapan Hidup CERDIK yakni Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin aktifitas fisik, Diet sehat dengan kalori seimbang, Istirahat cukup, dan Kelola stress.
Menkes Nila meyakini bahwa dengan kerja sama semua pihak dan dukungan dari masyarakat Program Penanggulangan Kanker di Indonesia akan berjalan dengan baik dan optimal.
“Marilah kita budayakan tentang pentingnya pencegahan dan deteksi dini kanker dengan perilaku CERDIK untuk mencegah kanker,” ucap Menkes.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.(D2)
Kepala Biro Komunikasi dan
Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM