Jakarta, 4 Juli 2018
Dampak seseorang yang mengalami kecanduan terhadap video atau permainan berbasis internet (game online) sangat besar. Seseorang yang mengalami adiksi, di samping mengalami keluhan secara fisik juga mengalami perubahan struktur dan fungsi otak.
Demikian pernyataan salah seorang praktisi kesehatan jiwa, dr. Kristiana Siste, SpKJ(K) saat ditemui dari Departemen Psikiatri FK UI RSCM, Senin petang (2/7).
“Struktur dan fungsi otaknya mengalami perubahan. Jadi, kalau kita lihat otaknya pake MRI, ada perubahan di bagian otak pre-frontal cortex”, tutur dr. Siste.
Gangguan pada bagian otak tersebut mengakibatkan orang yang mengalami suatu ketergantungan atau kecanduan kehilangan beberapa kemampuan/fungsi otaknya, antara lain fungsi atensi (memusatkan perhatian terhadap sesuatu hal), fungsi eksekutif (merencanakan dan melakukan tindakan) dan fungsi inhibisi (kemampuan untuk membatasi).
“Adanya perubahan otak membuat dirinya sulit mengendalikan perilaku impulsive. Sering pasien bilang sama saya, udah bosen main (game) tapi gak bisa berhenti. Karena memang otaknya sudah berubah, fungsi otak yang berfungsi untuk menahan perilaku untuk tidak impulsive itu sudah terganggu. Padahal dia sendiri sudah tidak menikmati, tapi tidak bisa berhenti karena kehilangan kontrol tadi”, terangnya.
Salah satu contohnya adalah dikarenakan terbiasa untuk mendapat reward cepat seperti yang didapatkan pada saat bermain game, mereka menjadi susah menunda keinginan.
“Misalnya lapar dia meminta makan harus saat itu ada makanan, marah saat ada delay”, terang dr. Siste.
Selain berperilaku impulsive, bisanya orang yang kecanduan video/game online kehilangan fokus saat mengerjakan sesuatu sehingga berdampak pada prestasi dan produktivitasnya. Emosi yang tidak stabil juga seringkali berdampak buruk pada hubungan relasinya. Sehingga sebagian besar para pecandu video/game online menunjukkan sikap yang anti-sosial.
Sementara itu, dari sisi kesehatan, seringkali mengalami gangguan tidur sehingga mempengaruhi sistem metabolisme tubuhnya, sering merasa lelah (fatigue syndrome), kaku leher dan otot, hingga Karpal Turner Syndrome. Selain itu, kecenderungan sedentary life dan memprioritaskan bermain game dibandingkan aktifitas utama lainnya (misalnya makan), membuat para pecandu game online mengalami dehidrasi, kurus atau bahkan sebaliknya (obesitas) dan berisiko menderita penyakit tidak menular (misalnya penyakit jantung).
“Dalam kasus-kasus tertentu (kecanduan judi online) dampak kerugian ekonomi juga cukup besar”, imbuhnya.
WHO telah menetapkan kecanduan game online atau game disorder ke dalam versi terbaru International Statistical Classification of Diseases (ICD) sebagai penyakit gangguan mental (mental disorder). Dalam versi terbaru ICD-11, WHO menyebut bahwa kecanduan game merupakan disorders due to addictive behavior atau gangguan yang disebabkan oleh kebiasaan atau kecanduan.
Seseorang dikatakan online/video gaming disorder bila memenuhi kriteria yang telah ditetapkan, yaitu adanya perilaku berpola dengan karakteristik sebagai berikut: 1) Ada ganguan kontrol untuk melakukan permainan tersebut (tidak dapat mengendalikan diri); 2) Lebih memprioritaskan memainkan permainan tersebut dibandingkan dengan aktivitas yang seharusnya lebih diutamakan; 3) Intensitasnya semakin meningkat dan berkelanjutan meskipun ada konsekuensi atau dampak negatif yang dirasakan; 4) Perilaku berpola tersebut menyebabkan gangguan yang bermakna pada fungsi pribadi, keluarga, sosial, pendidikan dan area penting lainnya; serta 5) pola tersebut sudah belangsung selama 12 bulan.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (myg)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM