Berdasarkan hasil evaluasi sementara dalam peningkatan kepesertaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dijumpai peningkatan pada peserta mandiri. Tetapi kebanyakan dari mereka menderita penyakit katastropik (penyakit berbiaya tinggi dan secara komplikasi dapat membahayakan jiwa). Pada kelompok ini biasanya mau menjadi peserta JKN saat sakit dan setelah sembuh mereka berhenti membayar iuran. Dengan kondisi seperti ini maka sosialisasi tentang azas gotong royong pada JKN harus ditingkatkan
Demikian, pernyataan Kepala Pusat Jaminan Kesehatan dr. Donald Pardede pada saat memberikan arahan dalam acara pertemuan evaluasi pelaksaan JKN Regional III, di Makassar. Kamis (11/12). Acara diikuti oleh 375 peserta perwakilan Dinkes Provinsi/Kabupaten/Kota, Rumah Sakit dan Puskesmas di wilayah Sulawesi, Gorontalo, Maluku dan Papua Barat.
Dr. Donald menjelaskan bahwa sejak diluncurkan pada Awal Januari 2014, cakupan kepersertaan Bukan Penerima Upah (peserta mandiri) terus bertambah. Sampai dengan 30 September jumlah peserta mandiri tercatat 5,958,000 melonjak tajam dari Januari yang hanya berjumlah 236,627.
Berdasarkan data hasil analisis klaim Rumah Sakit, kunjungan rawat inap pasien penyakit katastrofis periode Jan – Juli 2014 yaitu: jantung sebanyak 232.010 pasien, stroke 172.303 pasien, ginjal 138.779 pasien, diabetes 70.584 pasien, kanker 56.033 pasien, thalasemia 53.948 pasien dan hemofilia 12.170 pasien.
Lebih lanjut dr. Donald mengatakan untuk angka rawat Jalan Pasien penyakit ginjal sebanyak 889.568 pasien, kanker 88.016 pasien, jantung 30.520 pasien, stroke 11.280 pasien, hemophilia 8.755 pasien, dan thalassemia 285 pasien
“Jika kita melihat Proposi Biaya penyakit katastropik berdasarkan jenis kepesertaan: Pekerja Bukan Penerima Upah 30,1 %, Pekerja Penerima Upah 24,1%, Penerima Bantuan Iuran yang dibiayai APBN 20,7%, Bukan Pekerja 19,4 %, Penerima Bantuan Iuran yang dibiayai APBN 5,7%” terang dr. Donald.
Tantangan lain pada Implementasi JKN, jelas dr Donald ialah rencana integrasi Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dengan JKN di tahun 2016, belum berjalannya pendaftaran JKN secara Online hingga sustainabilitas iuran peserta JKN Mandiri.
Dalam penyelenggaraan JKN berbagai pihak terlibat dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi (monev) sesuai dengan kewenangan masing-masing. Pihak berwenang yang melakukan monev antara lain Kementerian Kesehatan sebagai regulator, BPJS sebagai Badan Penyelenggara, Dewan Jaminan Sosial Nasional(DJSN), Kementerian Sosial, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bappenas.
Berbagai aspek dalam penyelenggaraan JKN juga perlu dimonitor dan evsaluasi mencakup antara lain aspek kepesertaan, aspek pelayanan, aspek pendanaan, aspek organisasi manajemen yang meliputi regulasi, SIM dan organisasi penyelenggara.
Pertemuan evaluasi yang berlangsung pada 10 – 12 Desember 2014 ini bertujuan untuk mendampatkangambaran pencapaian kinerja Pelaksanaan JKN serta kesiapan dalam pelaksanaan JKN ke depan. Selain itu juga untuk mengetahui permasalahan dan kendala di lapangan serta upaya pemecahan masalah yang dilakukan dari berbagai aspek (kepesertaan, pelayanan, pendanaan atau pembiayaan serta pengorganisasian, sebagai sarana memberikan umpan balik sebagai bahan untuk pengambilan kebijakan atau tindakan yang diperlukan dalam rangka penyempurnaan penyelenggaraan JKN ke depan.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui hotline 500-567; SMS 081281562620, faksimili (021) 52921669 dan alamat email kontak@kemkes.go.id.