Belakangan, bayi bernama Ryuji Marhaenis Kaizan (6 bulan), putra dari pasangan Ferry Yuniza dan Lutfianti warga Pondok Ranji, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, ramai diberitakan media massa. Pemberitaan menyatakan bahwa Ryuji peserta mandiri BPJS Kesehatan diduga menderita kelainan hati atau atresia bilier, harus menjalani transplantasi hati dengan biaya mencapai Rp 1,2 miliar. Sementara prosedur pencangkokan hati berat di Rumah Sakit Rujukan Nasional dalam Permenkes 59 tahun 2014 yang ditanggung BPJS Kesehatan hanya Rp 223 juta. Pemberitaan ini tentu saja menuai beragam reaksi masyarakat.
Untuk itu, Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan (BUK), Kementerian Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. med. Akmal Taher, SpU(K), menyatakan kondisi bayi Ryuji saat ini berada dalam tahap diagnosa awal. Untuk itu, harus dilakukan pemeriksaan untuk pembuktian diagnosa tersebut dan belum tentu menderita atresia bilier. Menurutnya, terlalu dini kalau diberitakan Ryuji harus menjalani transplantasi hati.
“Harga itu (Rp 1,2 miliar) kemahalan, itu salah. Lagipula diagnosa pastinya juga belum ketahuan, jadi belum tentu harus dilakukan transplantasi hati. Ryuji masih harus dibiopsi untuk mengetahui diagnosa pastinya, bahkan bisa juga bukan atresia bilier”, ujar Prof. dr. Akmal Taher kepada sejumlah media yang berada di kantor Kemenkes RI, Selasa (11/2).
Prof. dr. Akmal Taher menyatakan agar pihak keluarga dari bayi Ryuji tidak perlu memikirkan biaya transplantasi hati terlalu dini, karena saat ini fokus utama adalah pemeriksaan biopsi untuk menegakkan diagnosis. Lebih jauh lagi, seharusnya sebagai peserta mandiri BPJS Kesehatan, orangtua Ryuji tidak perlu memusingkan biaya pengobatan.
“RSCM sebagai rumah sakit pemerintah akan menangani. Kalau misalnya RSCM mengalami kesulitan, tinggal lapor ke Ditjen BUK untuk dicarikan jalan keluar. Kasus seperti ini sebetulnya juga sudah sering ditangani RSCM. Kalau tidak ada dananya akan dicarikan dana sosial atau CSR, itu pernah kok dikerjakan mereka (RSCM)”, tutur Prof. dr. Akmal Taher.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Direktur Utama RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Dr. dr. Czeresna Heriawan Soejono, SpPD-K.Ger, MEpid, FACP, FINASIM, menerangkan bahwa hingga berita ini diturunkan bayi Ryuji masih menjalani rawat inap di RSCM untuk kedua kalinya. Bayi Ryuji disarankan untuk kembali dirawat, karena pada saat rawat jalan tanggal 5 Februari 2015 lalu, ditemukan kekurangan cairan akibat mencret dan muntah, penumpukan cairan di perut, malnutrisi, disertai adanya gagal tumbuh.
“Pasien ini masih terus diperbaiki kondisinya, dan tetap direncanakan untuk biopsi hati, mengambil sedikit jaringan hatiya, untuk menetapkan diagnosis pasti dan menentukan pengobatan tuntas selanjutnya”, kata dr. Heriawan.
Menjawab pertanyaan media, butuh berapa lama persiapan agar bayi Ryuji dapat segara dilakukan biopsi, dr. Heriawan menyatakan bahwa karena masih ada penumpukan cairan sehingga biopsi masih belum mungkin dilakukan.
“Penghilangan cairan di dalam perut juga tidak bisa dilakukan seketika, harus bertahap tergantung respons pasien, sifatnya sangat individual”, tandas dr. Heriawan.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline <kode lokal> 500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, website www.depkes.go.id dan email kontak@depkes.go.id.