Saat ini, dokter yang bekerja di tatanan fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) primer jangan hanya dianggap sebagai pelengkap rujukan, justru harus dikuatkan untuk menyeleksi rujukan agar tidak semua penyakit masuk ke rumah sakit. Dokter layanan primer (DLP) merupakan kebutuhan bangsa, apalagi saat ini Indonesia sudah memasuki era pasar bebas Masyarakat Ekonomi Bebas (MEA).
“Ini masalah risiko. Salah satu contohnya ada perkebunan-perkebunan milik negara tetangga, kalau seandainya mereka meminta kualifikasi lebih dari sekedar dokter umum untuk klinik mereka, semisal kita Indonesia tidak punya, maka dokter keluarga dari Malaysia yang akan masuk ke negara kita”, tutur guru besar di Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (FK UGM), Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD, pada Temu Media pasca kegiatan audiensi mengenai DLP di Kementerian Kesehatan RI, Jakarta Selatan, Selasa siang (6/12).
Sejumlah dekan dan guru besar Fakultas Kedokteran sejumlah universitas melakukan audiensi dengan Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K) guna menyampaikan perkembangan persiapan pembukan program studi DLP di masing-masing universitas. Para akademisi menuturkan pentingnya keberadaan DLP di Indonesia dalam waktu yang tidak terlalu lama mengingat peluang masuknya dokter asing ke Indonesia semakin terbuka. Audiensi tersebut dihadiri perwakilan dari FK Universitas Gajah Mada (Yogyakarta), Universitas Indonesia (Depok), FK Universitas Atmajaya (Jakarta), FK Universitas Islam Indonesia (Yogyakarta), FK Universitas Negeri (Lampung), FKIK Universitas Muhamadiyah (Yogyakarta), FK Universitas Andalas (Padang), FK Universitas Diponegoro (Semarang), dan FK Universitas Tarumanegara (Jakarta).
Lebih lanjut Prof. dr. Laksono menerangkan bahwa tidak semua dokter setelah bekerja 5 tahun di Fasyankes primer berkesempatan meneruskan pendidikan spesialis dan pindah bekerja ke Fasyankes rujukan. Menurutnya, keberadaan DLP merupakan kesempatan untuk mendapatkan dokter-dokter terbaik yang ada di tatanan primer.
“Ada dokter-dokter yang memang hatinya berada di layanan primer. Ada juga dokter yang memang berniat sampai pensiun mengabdi di tatanan primer”, imbuhnya.
Selaras dengan hal tersebut, wakil dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof. dr. Pratiwi Pudjilestari Sudarmono, Ph.D., Sp.MK(K), menyatakan bahwa persentase dokter yang bisa meneruskan pendidikan spesialis itu persentasenya kecil, hanya sekitar 30%.
“Dokter umum, karirnya tidak bisa terus kalau tidak ambil spesialis. Sekolah yang membuka spesialis jumlahnya sedikit, kapaasitas juga gak banyak. Atau barangkali minatnya ke spesialis juga tidak ada, minatnya ingin mengabdi ke masayarakat. Maka DLP inilah kesempatan untuk meningkatkan kapasitas dirinya, yang mana kemudian pemerintah juga menghargainya lebih dari dokter umum”, kata dr. Pratiwi.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.