Jakarta, 3 April 2017
Badan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan RI melakukan riset etnografi di beberapa wilayah di Indonesia untuk memperbaiki kualitas kesehatan masyarakat. Terdapat 87 riset yang mencakup riset etnografi kesehatan dan riset intervensi kesehatan.
Kepala Badan Litbang Kesehatan Kemenkes dr. Siswanto, MPH, DTM mengatakan riset penting dilakukan untuk memudahkan penerapan kebiasaan hidup sehat melalui adat atau tradisi yang berlaku di setiap daerah.
“Pentingnya riset dilakukan agar bisa dipakai pintu masuk untuk mengubah perilaku masyarakat terutama di bidang kesehatan. Dari 87 riset yang sudah dilakukan, ada 72 buku hasil riset yang sudah terbit, bulan depan akan terbit lagi 15 buku,” kata dr. Siswanto pada Parade Riset Etnografi Kesehatan dan Riset Intervensi Kesehatan Berbasis Budaya di Gd. Kementerian Kesehatan, Senin (3/2).
Riset ini telah dilakukan sejak 2012 pada etnis-etnis tertentu yang diduga ada hubungan antara perilaku dan status kesehatan. Riset dilihat dari perilaku masyarakat yang nampak, kemudian dilakukan intervensi kesehatan berbasis budaya.
Riset Intervensi Kesehatan, kata dr. Siswanto, tidak bisa diseragamkan di seluruh Indonesia karena budaya lokal yang berbeda. Riset intervensi ini baru dilakukan dua tahun terakhir berdasarkan dari riset-riset etnografi sebelumnya.
Riset budaya Suku Lanny di Papua misalnya, melalui upacara bakar batu atau disebut Barapen mereka menghidangkan menu daging babi yang dimasak secara khusus dengan dipanggang menggunakan batu yang dipanaskan. Susunan bakar batu dari bawah disimpan daun sebagai alas, kemudian tumpukan batu, tumpukan sayuran, babi di atasnya, ditutup dengan sayuran, kemudian tumpukkan batu, dan susunan paling atas disimpan setumpukan daun kering.
Dari riset etnografi Suku Lanny ditemukan bahwa upacara Barapen sebagai wahana perdamaian dan kekerabatan antar warga. Namun, cara masak seperti itu menyebabkan daging matang kurang sempurna, sehingga menyebabkan penularan cacing pita lebih mudah. Rekomendasi yang dilakukan, yakni dilakukan intervensi kepada pihak gereja dan pengembala ikut memberdayakan masyarakat dan pihak dinas peternakan untuk mengawasu pelaksanaan upacara Barapen, serta meningkatkan kesehatan babi. Tindak lanjut yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah berupa promosi kesehatan.
Selain itu, pada riset yang dilakukan di Pamekasan, Jawa Timur soal Daging Jube’ (kusta), ditemukan beberapa mitos bahwa Daging Jube’ merupakan penyakit yang disebabkan karena kutukan setan, dan penderita akan dikucilkan, juga diakibatkan karena berhubungan suami istri saat istri menstruasi, dan digigit kutu busuk dari kursi yang diduduki penderita Daging Jube’.
Lantas, intervensi yang dilakukan yakni mengadakan pendidikan tentang kusta kepada keluarga penderita, penyuluhan pada masyarakat bahwa kusta bisa disembuhkan, klebun dan aparat desa melaporkan apabila menemukan penderita kusta, serta memberi peran Kyai untuk menyadarkan masyarakat tentang penyakit kusta. Tindak lanjut yang akan dilakukan pemerintah daerah berupa program Pamekasan Eliminasi Kusta, dan Obati Sampai Sembuh.
Rencananya riset ini akan dilakukan setiap tahun, sehingga nantinya akan terpetakan seperti apa budaya kesehatan di semu etnis di Indonesia. Oleh karenanya hasil riset akan dijadikan buku sehingga pembaca dapat mengerti seluruh pemetaannya.
“Riset etnografi kesehatan ini kan pendekatan kualitatif, jadi biasanya si peneliti akan terjun ke masyarakat dengan menetap bersama mereka selama dua bulan. Mudah-mudahan ini menjadi pendekatan baru dalam mengubah perilaku masyarakat,” kata dr. Siswanto.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi ‘Halo Kemkes’ melalui hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.
Kepala Biro Komunikasi dan
Pelayanan Masyarakat
drg. Oscar Primadi, MPH
NIP.196110201988031013