Jakarta, 19 Agustus 2017
Pembangunan Kesehatan adalah bagian integral dari Pembangunan Nasional yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup manusia, produktivitas rakyat, serta daya saing di pasar internasional dalam mewujudkan Nawa Cita.
Pembangunan Kesehatan mengarah pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, karena derajat kesehatan sangat menentukan kualitas sumber daya manusia suatu bangsa. Oleh karena itu sumber daya manusia yang berkualitas hendaknya bebas gangguan panca indra, antara lain bebas dari gangguan penglihatan dan kebutaan. Indera Penglihatan mendominasi aktifitas kita sehari – hari yakni berkisar 83%, sehingga mata merupakan jendela kita untuk melihat dunia.
Demikian sambutan Menkes Prof. Nila Moeloek pada acara Penyerahan Rekor MURI Operasi Katarak dengan Fakoemulsofikasi Terbanyak dalam Sehari di Indonesia, yang diinisiasi oleh Pollux Habibie Vision RS. Awal Bros Batam, PERDAMI dan Klinik Mata dr. Hasri Ainun Habibie serta Pemerintah Daerah Kota Batam, di Batam (19/8).
Vision 2020
WHO telah menginisiasi suatu Gerakan Global yang dinamakan Vision 2020. Indonesia merupakan salah satu negara yang telah mencanangkan dan memusatkan perhatian pada masalah penglihatan dan kebutaan melalui komitmennya terhadap Vision 2020, the Right to Sight yakni sebuah gerakan inisiatif global yang bertujuan untuk mengeliminasi berbagai penyakit penyebab kebutaan yang dapat dicegah dan lazim disebut avoidable blindness.
Indonesia telah melaksanakan Rapid Assesment of Avoidable Blindness (RAAB) di 15 Provinsi pada populasi penduduk usia >50 tahun, dengan hasil rata-rata angka kebuataan mencapai 3% dan 70-80 % penyebab utama kebutaan adalah katarak.
Kejadian penyakit katarak di Indonesia selain disebabkan karena faktor degeneratif , juga dipicu oleh kondisi lingkungan di Indonesia sebagai negara tropis, yaitu tingginya paparan sinar ultraviolet serta komplikasi berbagai penyakit sistemik seperti Diabetes mellitus yang angka kesakitannya cukup tinggi di Indonesia.
Biro Pusat Statistik (BPS) Tahun 2010 melaporkan bahwa pada Tahun 2025 penduduk kelompok usia >55 tahun diperkirakan akan meningkat tajam, yaitu sekitar seperempat dari keseluruhan penduduk di Indonesia. Dalam kaitannya dengan kelompok umur, Kebutaan akibat katarak akan semakin tinggi bila tidak dilakukan intervensi yang tepat dan cepat.
Kebutaan akibat katarak hanya dapat dicegah secara cepat dan tepat dengan tindakan operasi. Caranya dengan mengangkat lensa yang keruh dan menggantinya dengan lensa buatan sehingga penglihatan dapat menjadi normal.
Penumpukan kasus katarak antara kasus lama dan penambahan kasus baru dan kemampuan melakukan operasi katarak masih belum maksimal, sehingga terjadi apa yang dikenal sebagai backlog katarak, yaitu adanya kesenjangan antara kebutuhan operasi katarak dan kemampuan melakukan operasi katarak, sehingga setiap tahunnya selalu bertambah backlog.
“Kita harus mengatasi backlog katarak, karena jika tidak dimulai dari sekarang, maka angka kebutaan di Indonesia akan semakin tinggi’, jelas Menkes.
Tidak dapat dipungkiri bahwa penyediaan layanan operasi katarak banyak menemui kendala antara lain keterbatasan tenaga spesialis mata dalam hal jumlah maupun distribusi, kesulitan akses geografis, serta masih kurangnya sarana dan prasarana yang memadai.
Di samping itu Menkes menyatakan, dengan memaknai berbagai kendala yang ada, maka pemerintah telah berupaya melakukan percepatan pengendalian kebutaan akibat katarak dengan meningkatkan aksesibilitas pelayanan kesehatan serta penjangkauan terhadap pembiayaan kesehatan. Biaya operasi katarak tidak memakan biaya yang terlalu mahal dan telah masuk dalam skema jaminan kesehatan nasional (JKN) yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan.
Kegiatan ini juga merupakan kegiatan yang pernah mendapatkan Rekor MURI di tahun 2015, yakni berhasil melakukan operasi terhadap 320 pasien katarak sedang tahun ini sebanyak 383 orang dari 500 orang yang mendaftar. Sisanya dikarenakan adanya faktor penyakit yang lain seperti hipertensi, diabetes atau kelainan retina sehingga tidak dapat dioperasi.
Ini membuktikan bahwa RS Awal Bros Batam merupakan Rumah Sakit yang peduli terhadap pengendalian kebutaan akibat katarak.
Selanjutnya Menkes mengimbau kepada pasien katarak agar melakukan Germas dengan makan sayur dan buah, menjaga kesehatan serta dengan berolahraga fisik. Menkes juga berharap agar kegiatan ini dapat ditularkan ke provinsi-provinsi lain tidak hanya operasi katarak saja melainkan kesehatan telinga dapat dilakukan seperti ini.
Dalam penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan dititikberatkan pada upaya pengendalian kebutaan akibat katarak, sehingga diperlukan dukungan dari semua sektor dan mitra dengan memaksimalkan sumber daya yang tersedia. Dukungan masyarakat termasuk kalangan swasta dan dunia usaha, sangat penting dalam meningkatkan cakupan layanan kesehatan, termasuk meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan operasi katarak khususnya bagi masyarakat yang membutuhkan.
Menkes mengapresiasi sebagai bentuk dukungan dari pihak swasta untuk bersinergi dengan pemerintah dalam pelaksanaan program penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan kepada Direktur Pollux Habibie Vision, Direktur Rumah Sakit Awal Bros Batam, Pemerintah Daerah Prov. Kepulauan Riau dan Kota Batam, PERDAMI dan mitra yang tidak yang telah mendukung Acara Bakti Sosial Operasi Katarak bagi masyarakat Kota Batam sekaligus mempunyai andil dalam mensukseskan upaya penurunan angka kebutaan akibat katarak di Indonesia. Semoga kegiatan ini dapat dilaksanakan secara rutin dan berkesinambungan.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669 dan alamat email kontak@kemkes.go.id
Kepala Biro Komunikasi dan
Pelayanan Masyarakat
drg. Oscar Primadi, MPH
NIP.196110201988031013