Menteri Kesehatan Nila Moeloek berharap televisi dan radio dapat menjadi corong edukasi kesehatan bagi masyarakat. Menkes menyadari iklan kesehatan menjadi sumber pendapatan, namun media penyiaran semestinya dapat mematuhi peraturan dan ketentuan.
“Kita cari jalan tengah ya. Saya tidak ingin ada yang dirugikan. Jangan pembodohan. Jangan menyesatkan publik,” kata Menteri Kesehatan Nila Moeloek saat menerima Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat di Kantor Kementerian Kesehatan, Selasa (7/11/2017) di Jakarta.
Menkes mendukung adanya rencana penandatanganan kesepahaman tentang Kelompok Kerja (Pokja) yang melakukan pengawasan iklan dan publikasi di lembaga penyiaran. Pokja ini melibatkan Kementerian Kesehatan, KPI Pusat, Lembaga Sensor Film (LSF), Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian/Lembaga terkait.
“Kita lakukan bertahap dan strategis. Awalnya di pusat dulu. Nanti disusul di tingkat daerah, Dinkes dan KPID,” tambah Menkes.
Pada kesempatan ini, Koordinator Tim Pengawasan Iklan Terpadu Bidang Kesehatan di Media Massa Oscar Primadi menyampaikan Kemenkes telah proaktif menyiapkan pengaduan terhadap iklan dan publikasi kesehatan yang melanggar peraturan kepada KPI Pusat dan KPI Daerah Jakarta.
“Selain regulasi dan pembinaan teknis, kita telah laporkan penyehat tradisional dan produk mengklaim kesehatan yang melanggar aturan ke KPI,” kata Oscar Primadi seusai menerima audiensi KPI Pusat.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes itu menyampaikan iklan dan publikasi yang telah dilaporkan kepada KPI Pusat dan KPI Daerah Jakarta yang melanggar peraturan. Iklan penyehat tradisional ini tayang terutama di televisi daerah, diantaranya Ratu Givana, Jeng Ana, Eyang Gentar dan Klinik Herbal Putih. Sementara itu iklan produk yang mengklaim kesehatan yang juga sudah dilaporkan diantaranya Matras Jeido Power Mat, Jade Mat Voye, Tasbih Al Aswad Luxima dan Ginsamyong.
KPI Pusat berharap kesepahaman yang sudah terbentuk menghasilkan luaran Pokja yang tidak seremonial. Dengan dukungan Kementerian Kesehatan, harapannya ada informasi yang lebih jelas apa yang boleh dan dilarang. KPI menyadari banyaknya tayangan iklan kesehatan memberikan informasi salah dan berpotensi menyesatkan, terutama di lembaga penyiaran daerah.
“KPI kan ingredientnya tidak faham. Ini yang harus diatur tata kelolanya dan payung hukumnya lebih kuat,” kata Ketua KPI Pusat Yulindre Darwis. Sejumlah Komisioner mengkuti audiensi, yaitu Hardly Stefano, Dewi Setyarini, Nuning Rodiyah dan Ubaidillah.
Iklan merupakah sumber pendapatan yang menopang operasionalisasi televisi dan radio. Penyedia atau produsen membutuhkan iklan dan publikasi untuk menjual jasa atau produknya. Namun demikian iklan yang baik dan benar harus sesuai peraturan perundang-undangan, ketentuan dan etika.
Namun masyarakat dapat menyaksikan iklan atau publikasi kesehatan yang memberikan informasi salah dan berpotensi menyesatkan. Beberapa ciri umum iklan tersebut bersifat superlatif atau melebih-lebihkan. Dengan mengesankan ilmiah, produk atau penyehat mengklaim dapat menyembuhkan segala penyakit. Selain itu, ada pelanggaran iklan yang menggunakan endoser dokter atau tenaga kesehatan dan testimoni pengguna produk/jasa.
Masyarakat dapat melaporkan pelanggaran iklan atau publikasi kesehatan di televisi dan radio kepada KPI Pusat atau KPI Daerah setempat. Jika pelanggaran dilakukan oleh Penyehat Tradisional atau Panti Sehat dapat menyampaikan pengaduan kepada Dinas Kesehatan setempat atau Kementerian Kesehatan.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Oscar Primadi, MPH