Banjarmasin, 4 April 2018
Menteri Kesehatan RI, Nila Farid Moeleok mengapresiasi salah seorang peserta yang bertubuh tinggi dan mampu menjawab dengan cepat pertanyaan yang diajukan oleh Gubernur Kalimantan Selatan, Sabirin Noor pada pembukaan Rapat Kerja Kesehatan Daerah (Rakerkesda) Provinsi Kalimantan Selatan di Banjarmasin, Rabu siang (4/4).
“Nah, postur tubuh seperti Bapak ini yang kita harapkan dimiliki anak-anak Indonesia, tinggi dan cepat responsnya saat menjawab pertanyaan. Kalau atlet-atlet kita demikian, pasti (unggul), kalau pendek kan (tidak bisa bersaing)”, ujar Menkes Nila Moeloek spontan saat berdialog dengan para peserta pertemuan.
Permasalahan stunting (tubuh pendek), hingga saat ini masih belum menjadi permasalahan yang diperhatikan masyarakat. Padahal, menurut Menkes, masalah ini merupakan ancaman bagi anak-anak Indonesia, terutama masa depan mereka agar mampu bersaing di mata dunia.
Dalam sesi dialog interaktif Rakerkesda Kalimantan Selatan, Menkes menyatakan bahwa data Kemenkes mencatat sebanyak 3 dari 10 anak Indonesia bertubuh pendek. Secara khusus data di provinsi Kalimantan Selatan, sebanyak 4 dari 10 anak menderita stunting.
“Permasalah stunting ini mengancam anak-anak kita selaku aset bangsa. Stunting ini bukan hanya masalah tubuhnya saja yang pendek, tapi juga secara kognitif (tidak optimal)”, terang Menkes.
Menurutnya, masalah stunting ini bila dibiarkan akan menjadi beban sekaligus ancaman bagi kemajuan bangsa. Kalau SDM kita berkualitas, Indonesia maju”, tutur Menkes Nila Moeloek.
Menurut Menkes Nila Moeloek, pola makan dan pola asuh merupakan hal yang sangat penting dalam menuntaskan masalah stunting. Menkes menegaskan bahwa hal ini perlu dipahami oleh remaja, karena merekalah cikal bakal keluarga Indonesia.
“Masalah stunting itu kita tidak bisa hanya intervensi di ibu hamil saja, tapi mulailah dari remaja supay mereka tahu bagaimana merencanakan keluarga ke depannya”, kata Menkes.
Selain itu, berbicara permasalahan stunting, maka perlu mengetahui siklus kehidupan yang berkelanjutan, serta memperhatikan masa-masa emas pertumbuhan yakni 1000 hari pertama kehidupan (HPK).
Remaja putri perlu mengetahui bahwa suatu saat nanti akan mengandung seorang anak. Mereka perlu memahami bahwa kehamilannya haruslah benar-benar ia inginkan.
Kalau diinginkan pasti akan diberi nutrisi yang baik dan diberi stimulasi agar janin di dalam kandungan berkembang optimal, dan saat lahir lalu diberikan air susu ibu (ASI) secara eksklusif.
“Kalau menyusui, seorang ibu pasti akan mengelus-elus anaknya, stimulasi ini betul-betul penting”, imbuhnya.
Menkes menegaskan bahwa kebutuhan stimulus kasih sayang ini perlu diperhatikan. Namun bila kebutuhan ini terabaikan, maka seorang anak akan kurang kasih sayang dan justru berpotensi melakukan kekerasan di masa yang akan datang.
Selanjutnya, bayi usia 6 bulan membutuhkan tidak hanya ASI, namun juga makanan pendamping (MP-ASI) yang bergizi.
“Pemberian MP-ASI ini merupakan ujian selanjutnya. Harus dengan menu yang beragam, jangan hanya satu macam bubur lalu itu-itu saja, sehingga anak malah gerakan tutup mulut (GTM)”, kata Menkes
Menkes juga menegaskan bahwa, bukan hanya bayi, namun kebutuhan nutrisi ibu hamil dan menyusui juga harus tercukupi, karena bila ibu menyusui kurang gizi akan sangat mempengaruhi jumlah dan kualitas ASI yang diproduksi.
“Jangan sampai karena takut gemuk, malah (melakukan) diet (mengurangi makan) saat hamil. Itu tidak baik”, tandasnya.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat,Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (myg)
Plt. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Murti Utami, MPH