Jakarta, 12 September 2018
Sejak peristiwa gempa bumi pertama di Lombok, NTB pada Minggu, 29 Juli 2018 hingga Senin 20 Agustus 2018, Kemenkes telah melakukan berbagai upaya di bidang kesehatan. Termasuk pada pasca gempa saat ini, Kemenkes terus berupaya mencegah terjadinya penyebaran penyakit yang timbul dari lingkungan.
Hal yang menjadi kekhawatiran pasca gempa adalah timbul nya penyakit yang bersumber dari lingkungan, seperti malaria dan diare. Dalam hal ini, surveilans berperan penting dalam melaporkan potensi penyakit yang kemungkinan terjadi di Lombok pasca gempa.
Setelah ada laporan dari surveilans terkait potensi penyakit itu, barulah bisa dilakukan pencegahan. Tim Surveilans baik tingkat Puskesmas, kabupaten/kota, maupun provinsi melakukan pemantauan penyakit potensial KLB pasca bencana di daerah-daerah terdampak.
Pada saat kejadian gempa, tim surveilans Kementerian Kesehatan telah membangun sistem pelaporan yang ideal. Sehingga pada saat ini pasca gempa, melalui sistem itulah pemantauan terhadap penyakit potensial KBL dilakukan.
Teknisnya, tim surveilans mendata penyakit apa saja yang tengah diderita warga, kemudian jika ada muncul penyakit, tim surveilans langsung melakukan penyelidikan epidemiologi.
Selain itu, Kemenkes juga telah memastikan persediaan obat tetap aman, fasilitas kesehatan yang menunjang walaupun berada di tenda-tenda, dan mendistribusikan kelambu.
Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan NTB telah mendistribusikan kelambu kepada warga terdampak gempa di Lombok sebanyak 2.600 kelambu dengan rincian 2.400 dari Kemenkes, dan 200 dari Dinkes NTB. Selanjutnya, sedang diupayakan untuk menambah jumlah kelambu lagi.
Dari sisi kesehatan keluarga, terutama terkati kesehatan reproduksi, Kemenkes telah melakukan beberapa pencegahan, yakni mencegah dan menangani kekerasan seksual, mencegah penularan HIV, mencegah meningkatnya kesakitan dan kematian maternal-neonatal, dan melanjutkan pelayanan KB.
Terkait pencegahan dan penangangan kekerasan seksual, misalnya, telah dilakukan Pelacakan dan tindak lanjut laporan dugaan kasus kekerasan seksual atas pengungsi remaja putri di Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara (bersama Lembaga Perlindungan Anak KLU).
Dilakukan pula workshop penanganan kasus kekerasan berbasis gender pada situasi bencana kepada relawan lokal di NTB, serta pemasangan stiker pemisahan toilet laki-laki dan perempuan.
Kemenkes telah mengupayakan yang terbaik bagi kesehatan korban bencana gempa. Tidak hanya pada saat kejadian gempa, upaya tersebut juga terus dilakukan pasca gempa untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit dari lingkungan.
Diharapkan, kesehatan warga terdampak gempa bisa terjaga sehingga mereka bisa lebih fokus pada pembenahan infrastruktur, dan tempat tinggal mereka.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (D2)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM