Jakarta, 17 September 2018
Terjadinya bencana alam gempa bumi beberapa waktu lalu di Lombok, mengakibatkan perubahan baik di ekosistem lingkungan, maupun pola perilaku masyarakat.
Perubahan lingkungan, salah satunya adalah keberadaan genangan air di sekitar pengungsian berpotensi menjadi tempat perindukan nyamuk selaku vektor beberapa penyakit. Adanya kerusakan bangunan menyebabkan adanya perpindahan penduduk yang terkonsentrasi di wilayah tertentu (pengungsian). Selain itu, trauma yang dialami para korban gempa menyebabkan warga merasa lebih aman memilih untuk tidur di tempat-tempat yang lebih terbuka (tidak di dalam bangunan). Pola perilaku ini tentu memperbesar potensi risiko kesehatan, salah satunya peningkatan kasus malaria.
“Nusa Tenggara Barat sebenarnya merupakan provinsi dengan endemisitas malaria yang rendah. Tidak ada satupun kabupaten yang memiliki endemisitas tinggi”, tutur Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan, Kemenko PMK, dr. Sigit Priohutomo, di kantornya di kawasan Medan Merdeka Barat, Senin siang (17/9).
Dari 10 kabupaten yang ada di NTB, terdapat 1 kabupaten yang memiliki endemisitas sedang (Sumbawa Barat), 6 kabupaten endemisitasnya rendah (Kab. Lombok Barat, Kab. Lombok Timur, Kab. Lombok Utara, Kab. Dompu, Kab. Sumbawa, dan Kab. Bima), sementara 3 kabupaten lainnya (Kota Mataram, Kab. Lombok Tengah, dan Kota Bima) sudah bebas malaria.
“Endemis itu artinya sehari-sehari memang bisa ada yang melaporkan gejala malaria. Di daerah endemis malaria rendah, penularan masih terjadi dalam tingkat rendah, terkonsentrasi di desa-desa tertentu,” imbuh Sigit.
Kepada sejumlah media, Sigit menuturkan bahwa penanganan kasus malaria yang saat ini dilaporkan banyak ditemukan di Lombok Barat telah ditangani sejak 26 Agustus 2018, saat ditemukan laporan pasien suspect DBD yang terkonfirmasi malaria. Sigit memastikan bahwa tidak ada korban jiwa akibat malaria pasca gempa Lombok.
Jajaran kesehatan telah melakukan mass blood survey (MBS) dan mass fever survey (MFS) untuk secara aktif menemukan kasus malaria lebih dini dan dapat segera diobati untuk menekan penularan. Selain itu, Pemerintah juga terus melakukan pemantauan dan pengiriman bantuan baik logistic maupun tenaga ahli untuk membantu jajaran kesehatan di Nusa Tenggara Barat, khususnya Kecamatan Gunung Sari di Kabupaten Lombok barat yang saat ini mengalami peningkatan kasus malaria.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email [email protected]. (myg)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM