Nusa Dua, 5 November 2018
Perubahan iklim dan peningkatan resistensi anti-mikroba telah mendorong peningkatan munculnya new-emerging diseases dan re-emerging diseases yang berpotensi pandemik dengan karakteristik risiko kematian yang tinggi dan penyebaran yang sangat cepat. Globalisasi yang mengakibatkan peningkatan mobilitas manusia dan hewan lintas negara serta perubahan gaya hidup manusia juga telah berkontribusi mempercepat proses penyebaran wabah menjadi ancaman keamanan kesehatan global.
Sejak outbreak wabah Severe Acute Respiratory Sindrome (SARS) di kawasan Asia pada tahun 2003, ancaman keamanan kesehatan global terus menunjukkan kecenderungan peningkatan antara lain terjadinya outbreak flu burung/avian influenza (H5N1) tahun 2004, flu babi/swine influenza (H1N1) tahun 2009 (dideklarasikan WHO sebagai pandemi pertama kalinya di abad ke-21), Middle East Respiratory Syndrome-Corona Virus (MERS-CoV) tahun 2012-2013, Ebola tahun 2014, dan Zika tahun 2015.
Peningkatan ancaman keamanan kesehatan global tersebut menjadi ancaman serius bagi sistem kesehatan nasional dan mengakibatkan kerusakan besar bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Data Bank Dunia menunjukkan bahwa outbreak wabah Ebola di Guinea, Liberia dan Sierra Leone pada tahun 2014 mengakibatkan pertumbuhan negatif perekonomian ketiga negara tersebut lebih dari setengah pertumbuhan ekonomi sebelum outbreak.
Kerugian ekonomi akibat outbreak di kawasan Afrika secara keseluruhan mencapai USD 30 milyar. Indonesia pun pernah mengalaminya saat menghadapi outbreak flu burung yang menanggung beban ekonomi sampai Rp. 4 Trilyun pada 2004 – 2006, serta penurunan perdagangan dan pariwisata. Keamanan kesehatan global mengakibatkan dampak kerusakan pada pembangunan ekonomi dan stabilitas negara serta perdagangan barang dan jasa, pariwisata, dan stabilitas demografi.
Menyikapi hal tersebut, organisasi-organisasi internasional, seperti WHO (Badan Kesehatan Dunia), FAO (Badan Pangan Dunia), dan OIE (Organisasi Kesehatan Hewan Dunia) telah mengembangkan sejumlah aturan, pedoman dan kerangka sebagai acuan dalam upaya peningkatan kapasitas dimaksud.
WHO memiliki International Health Regulations (IHR) yang disahkan pada tahun 2005 menggantikan IHR (1969) dengan memperluas cakupan keamanan kesehatan global terhadap wabah dari semua penyakit. IHR (2005) yang mulai berlaku efektif pada 15 Juni 2007 merupakan instrumen internasional yang mengikat kewajiban negara-negara untuk mencegah, melindungi, dan mengendalikan penyebaran wabah secara internasional sesuai dengan dan terbatas pada faktor risiko yang dapat mengganggu kesehatan, dengan sesedikit mungkin menimbulkan hambatan pada lalu lintas dan perdagangan internasional. Indonesia menjadi negara Pihak IHR (2005) sejak tahun 2007.
Outbreak wabah Ebola pada tahun 2014 telah menyadarkan kembali dunia mengenai kebutuhan untuk memperkuat sistem kesehatan nasional masing-masing negara melalui implementasi penuh IHR (2005). Berbagai literatur menyimpulkan bahwa outbreak wabah Ebola tidak akan terjadi atau dapat diminimalisir dampaknya apabila di negara-negara yang terpapar yaitu Guinea, Liberia dan Sierra Leone memiliki sistem kesehatan nasional yang kuat dengan membangun kapasitas sesuai IHR (2005).
Sebagai respons terhadap hal tersebut, Global Health Security Agenda (GHSA) muncul sebagai forum kerja sama antar negara yang bersifat terbuka dan sukarela, dengan tujuan untuk memperkuat kapasitas nasional dalam penanganan ancaman penyakit menular dan kesehatan global. Diluncurkan pada Februari 2014 dengan 29 negara anggota sebagai inisiatif 5 tahun, saat ini GHSA telah beranggotakan 65 negara dan didukung oleh badan-badan PBB seperti WHO, FAO, OIE, Bank Dunia, serta organisasi non pemerintah dan sektor swasta.
Peran Indonesia dalam GHSA
Dalam kerja sama GHSA, Indonesia termasuk salah satu negara yang aktif berkontribusi, diantaranya menjadi anggota Tim Pengarah (Steering Group) bersama 9 negara lainnya, anggota Troika pada tahun 2014-2018, serta menjadi Ketua Tim Pengarah pada tahun 2016 yang mendapat apresiasi positif dari berbagai negara anggota dan mitra.
Dalam fase ke-2 GHSA tahun 2019 – 2024, Indonesia akan tetap mengambil peran aktif dengan menjadi anggota tetap Tim Pengarah (Steering Group), menjadi leading country untuk zoonotic disease action package dan contributing country untuk action package antimicrobial resistance, biosafety and biosecurity, serta real-time surveillance. Indonesia juga menawarkan untuk menjadi host country Sekretariat GHSA yang akan membantu administrasi dan komunikasi dalam GHSA 2024 yang saat ini sedang dalam pembahasan untuk menentukan lokasi dan komposisinya.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (gi)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM