Berdasarkan data Susenas 1995 dan data Riskesdas 2010, kebiasaan merokok pada remaja naik 2 kali lipat yaitu tahun 1995: 7% dan tahun 2010: 19%.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL), Kemenkes, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE pada saat menutup Kursus Manajemen Keuangan dan Penganggaran dalam Pengendalian Tembakau di Kuta, Bali (08/06).
“Masyarakat yang merokok biasanya terdapat pada masyarakat dengan golongan ekonomi rendah. Tingginya biaya yang dikeluarkan untuk rokok lebih besar daripada program bantuan keluarga harapan,” ujar Prof. dr. Tjandra.
Prof. dr. Tjandra menyampaikan perjuangan penanggulangan masalah merokok setidaknya mempunyai tiga tantangan yang harus dihadapi, yaitu; masih adanya orang yang meragukan bukti ilmiah tentang dampak buruk rokok bagi kesehatan; masih banyak yang secara tidak tepat menghubungkan kebiasaan merokok dengan aspek ekonomi dan tenaga kerja; dan untuk sebagian masyarakat, kebiasaan merokok sudah merupakan bagian dari semacam budaya.
“Bekerja berdasarkan bukti ilmiah yang kuat, yang memang sudah ada baik dari sudut kesehatan, ekonomi dan sosial yang juga harus dipelajari/dikuasai, dilakukan terus-menerus serta konsisten adalah untuk keberhasilan dalam penanggulangan masalah merokok,” kata Prof. dr. Tjandra.
Ditambahkan, kemampuan dalam melakukan advokasi agar nantinya pimpinan daerah dan masyarakat madani yang bukan hanya kalangan kesehatan dapat bergerak juga merupakan hal yang dapat membuat penanggulangan masalah rokok berhasil.
Prof. dr. Tjandra mengatakan berdasarkan data Lembaga Demografi (LD) FE-UI, bila rata-rata konsumsi 10 batang rokok @ Rp. 600,- per orang per hari; pengeluaran per hari mencapai Rp. 6.000,- atau pengeluaran per orang per bulan: Rp. 180.000,-, lebih besar dari Program Keluarga Harapan (Conditional Cash Transfer) untuk keluarga miskin yaitu: Rp. 100.000,- per bulan per keluarga.
“Untuk mendukung keberhasilan penanggulangan masalah rokok, salah satunya melalui penetapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang diselenggarakan sesuai amanah UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,” ujar Prof. dr. Tjandra.
Prof. dr. Tjandra menambahkan penetapan KTR diberlakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum, dan tempat lain yang ditetapkan sesuai dengan Pasal 115 ayat (1) dan Pemerintah daerah wajib menetapkan KTR di wilayahnya yang sesuai dengan Pasal 115 ayat (2).
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili: (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): <kode lokal> 500-567 dan 081281562620 (sms), atau alamat e-mail [email protected]