Jakarta, 8 Desember 2024
Resistansi antimikroba (AMR) menjadi ancaman nyata yang mengancam kesehatan manusia, lingkungan, dan ekonomi. Untuk meningkatkan kesadaran publik, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI bersama mitra strategis menyelenggarakan acara puncak Pekan Kesadaran Resistansi Antimikroba Sedunia (WAAW) 2024. Acara ini diadakan pada Minggu (8/12) di Bundaran HI, Jakarta, dengan mengusung tema global “Educate, Advocate, Act Now”.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin dalam sambutannya menyoroti dampak serius dari resistansi antibiotik. Ia membagikan pengalamannya saat kunjungan kerja ke Kendari, di mana ia menyaksikan tingginya angka kematian akibat infeksi yang tidak lagi responsif terhadap pengobatan antibiotik.
“Kita melihat pembelian antibiotik di Indonesia meningkat dari Rp5-6 triliun per tahun menjadi Rp10 triliun. Banyak yang digunakan tanpa resep dokter, bahkan tersebar di lingkungan seperti sungai dan laut,” ujar Menkes.
Tidak hanya berdampak pada kesehatan, resistansi antibiotik juga merugikan sektor ekonomi dan lingkungan. Salah satu contohnya adalah penolakan produk laut Indonesia di pasar internasional karena kadar antibiotik yang tinggi. Menkes menegaskan bahwa resistansi antimikroba adalah ancaman yang harus segera ditangani melalui perubahan perilaku masyarakat.
Masyarakat diajak untuk lebih bijak dalam menggunakan antibiotik, seperti hanya menggunakannya sesuai resep dokter, menghindari pembelian bebas, dan tidak menggunakan antibiotik secara berlebihan pada hewan.
“Resistansi antibiotik adalah ancaman nyata. Jika kita terus membiarkan penggunaan antibiotik yang tidak terkontrol, di masa depan, obat-obatan ini tidak lagi efektif melawan infeksi. Mari bersama-sama mengedukasi masyarakat dan mendorong perilaku bijak dalam penggunaan antibiotik,” lanjutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan dr. Azhar Jaya menyoroti pentingnya keterlibatan berbagai pihak dalam mengatasi resistansi antimikroba.
“Ini bukan hanya soal kesehatan individu, tetapi juga menyangkut keberlanjutan ekosistem dan kesejahteraan ekonomi kita. Upaya pengendalian resistansi antimikroba membutuhkan kolaborasi dari berbagai sektor, termasuk pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat,” jelas dr. Azhar.
dr. Azhar menambahkan bahwa perubahan perilaku masyarakat adalah fondasi untuk mencegah meluasnya resistansi antimikroba. “Kami berharap kegiatan ini dapat membuka wawasan publik dan menginspirasi tindakan nyata untuk melindungi masa depan generasi mendatang,” tutupnya.
Kemenkes berharap momentum ini dapat mendorong masyarakat untuk lebih bijak dalam penggunaan antibiotik, melindungi lingkungan, dan memastikan kesehatan generasi mendatang.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620 dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (DJ)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik
Aji Muhawarman, ST, MKM