Pembangunan kesehatan telah menghasilkan suatu perbaikan-perbaikan, hal ini dapat dilihat dari meningkatnya derajat kesehatan masyarakat. Namun di samping keberhasilan yang dicapai, kita masih menghadapi berbagai masalah dalam pembangunan kesehatan, diantaranya adalah masih kurangnya sumber daya kesehatan.
Hal itu disampaikan oleh Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH dalam sambutannya pada Acara Peringatan Seperempat Abad Fakultas Kedokteran Gigi sekaligus peletakan batu pertama pembangunan RS Gigi dan Mulut Universitas Baiturrahmah, Padang, 15 September 2010.
Berdasarkan indikator Indonesia Sehat 2010, satu dokter gigi idealnya melayani 9.000 orang. Dengan jumlah penduduk Indonesia saat ini 234.181.400 orang, maka dibutuhkan sekitar 26.000 dokter gigi. Sampai tahun 2010 jumlah dokter gigi yang telah teregistrasi adalah 21.691 orang, 20.158 diantaranya dokter gigi umum dan 1.533 dokter gigi spesialis, berarti masih dibutuhkan banyak dokter gigi untuk memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang optimal kepada masyarakat.
Menurut Menkes, saat ini terdapat 13 Rumah Sakit Gigi Mulut Pendidikan yaitu: UI, Unpad, UGM, Unair, USU, Unhas, Trisakti, Moestopo, Univ. Jember, Univ. Hangtuah, Univ. Saraswati, Univ. Baiturrahmah dan Univ. Muhammadiyah Yogyakarta. Sedangkan penyelenggara pendidikan Kedokteran Gigi sebanyak 12 Fakultas Kedokteran Gigi yang telah meluluskan semua serta ada 13 Program Studi (Prodi) Kedokteran Gigi, namun baru 1 Prodi yang telah meluluskan lulusan.
Menkes berharap FKG Universitas Baiturramah mampu mendidik dan menghasilkan tenaga dokter gigi sebagai pelaksana pada pelayanan kesehatan gigi yang handal dan profesional. Mempunyai pengetahuan yang tinggi, terampil, dan mempunyai moral yang tinggi, serta dapat bersaing secara global. Dengan demikian, mampu mengisi kebutuhan pembangunan nasional dengan mengabdikan diri dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi yang bermutu kepada masyarakat, baik melalui pelayanan rujukan, pelayanan dasar maupun pelayanan kesehatan di masyarakat, dalam situasi biasa maupun dalam situasi darurat kesehatan, dengan menjunjung tinggi profesionalisme, moral dan etika. Melakukan penelitian/riset, utamanya dalam riset terapan dan riset dasar yang langsung dapat dimanfaatkan dalam rangka pelayanan kesehatan gigi kepada masyarakat. Memberikan masukan dan sumbangan pemikiran dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, berdasarkan kajian yang “evidence based”.
Guna meningkatkan kualitas lulusannya, diperlukan tempat pendidikan berupa Rumah Sakit Gigi dan Mulut yang selain menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut juga digunakan sebagai sarana proses pembelajaran, pendidikan dan penelitian bagi profesi tenaga kesehatan kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya, serta terikat melalui kerjasama dengan fakultas kedokteran gigi, ujar Menkes.
Menkes menambahkan, berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk peningkatan kesehatan gigi, pencegahan penyakit gigi, pengobatan penyakit gigi, dan pemulihan kesehatan gigi yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan dan dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan gigi perseorangan, pelayanan kesehatan gigi masyarakat, dan usaha kesehatan gigi sekolah.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi penduduk yang mempunyai masalah gigi-mulut adalah 23,4% dan 1,6% penduduk telah kehilangan seluruh gigi aslinya. Dari jumlah itu yang menerima perawatan atau pengobatan dari tenaga kesehatan gigi adalah 29,6%.
Menurut Menkes, kesehatan gigi dapat mendukung percepatan tujuan Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015, yang meliputi:
- Memberantas kemiskinan dan kelaparan antara lain : sakit gigi, infeksi gigi dan ompong mengarah pada malnutrisi dan nutrisi kurang, masyarakat miskin terkena imbas akibat biaya pengeluaran untuk perawatan gigi, masalah gigi dan mulut mengarah pada ketidakhadiran pekerja dan selanjutnya kehilangan penghasilan;
- Mencapai pendidikan dasar universal : masalah gigi mengakibatkan ketidakhadiran murid ke sekolah, sakit gigi memiliki efek terhadap konsentrasi, waktu tidur dan prestasi anak di sekolah;
- Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan : ibu perlu tahu mengenai kebersihan gigi dan mulut yang mendasar serta makanan sehat bagi anak, karena perempuan hidup lebih lama, mereka harus menjaga kesehatan gigi dan mulut mereka seumur hidup;
- Mengurangi angka kematian anak: infeksi gigi, noma (gangrenous stomatitis) dan tradisi yang berbahaya sehubungan dengan gigi dan mulut dapat mengakibatkan kematian;
- Memperbaiki kesehatan ibu hamil: kesehatan mulut yang buruk pada ibu hamil dapat memberikan efek terhadap kelahiran dan berat badan bayi, disamping terhadap kesehatan gigi dan mulut bayi nantinya,
- Memberantas HIV/AIDS, malaria dan penyakit-penyakit lainnya : terdapat hubungan antara HIV/AIDS dengan kesehatan gigi dan mulut, dan permasalahan yang ditemukan dalam rongga mulut dapat menjadi indikator dini terjadinya infeksi;
- Meyakinkan keberlangsungan lingkungan hidup: penanganan kesehatan gigi dan mulut melibatkan penggunaan teknologi yang sesuai, kontrol infeksi yang efektif serta pembuangan limbah medis yang aman,
- Membangun kerjasama global untuk perkembangan : meliputi kerjasama dalam upaya mempromosikan kesehatan gigi dan mulut diantara para stakeholder, akses terhadap obat-obat mendasar, perawatan gigi dan mulut dasar dan pencegahan.