Hari ini (5/5) Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH dan Kapolri Timur Pradopo menandatangani nota kesepahaman (MoU) dalam bidang Kesehatan dan Kedokteran Kepolisian di Gedung Rupatama, Mabes Polri, Jakarta.
Kesepakatan Bersama ini mendorong diselenggarakannya pendidikan dan pelatihan bersama untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia kesehatan serta upaya penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan dan kedokteran kepolisian dalam rangka peningkatan kemampuan institusional dan sumber daya manusia kedua belah pihak, ujar Menkes.
Menkes menambahkan, kerja sama antara Kemkes dengan Polri selama ini telah berjalan baik. Khususnya di bidang penanggulangan bencana, baik dalam upaya pertolongan dan evakuasi korban, penanganan korban cedera, maupun upaya identifikasi korban meninggal. Sementara di luar penanggulangan bencana, kerja sama yang intens juga telah dilakukan di bidang pengendalian penyakit, penyehatan lingkungan, dan kesehatan matra.
“Ke depan, Kemkes dan Polri harus mencari upaya terobosan yang sifatnya scientific. Misalnya dalam bedah otopsi, ke depan diupayakan digital forensic. Artinya tidak harus membedah mayat tetapi dengan alat yang bisa melihat bagian organ tubuh bagian dalam. Digital forensic penting karena Kepolisian terkadang kesulitan memperoleh izin otopsi dari pihak keluarga. Padahal, otopsi sangat penting untuk mengetahui secara pasti penyebab kematian”, ujar Menkes.
Menurut Menkes, kesepakatan bersama yang baru ditanda-tangani ini bertujuan untuk melanjutkan dan meningkatkan lingkup serta kualitas kerja sama antara Kemkes dengan Polri. Kerjasama dilakukan dengan optimalisasi pemanfaatan sumber daya yang dimiliki Kemkes dan Polri sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
“Dengan kerja sama ini diharapkan dapat mengembangkan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki Polri, seperti helikpter dan kapal. Alat transportasi ini diperlukan untuk membantu pemberian pelayanan kesehatan masyarakat di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan, dan kepulauan terpencil,” kata Menkes.
Ditambahkan, Kesepakaan Bersama juga ditujukan memaksimalkan potensi sumber daya kesehatan kedua pihak guna peningkatan akses korban kekerasan pada pelayanan kesehatan dan kedokteran kepolisian khususnya kekerasan terhadap perempuan, anak, dan tenaga kerja Indonesia.
“Penanganan korban kekerasan ini memerlukan perhatian khusus, pemahaman tentang isu gender, empati, serta tingkat keakuratan yang tinggi karena berkaitan dengan penegakan hukum,” ujar Menkes.
Selanjutnya, dalam pelaksanaan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan PP No. 25 tahun 2011 tentang Wajib Lapor bagi Pecandu Narkotika, diperlukan kerja sama yang baik antara Kemkes, POLRI, dan Badan Narkotika Nasional dalam upaya rehabilitasi medis bagi pecandu narkotika. UU Narkotika mengamanatkan perlunya upaya rehabilitasi medis bagi pecandu narkotika dengan tujuan mengembalikan mereka menjadi anggota masyarakat yang sehat dan produktif, tambah Menkes.
Pelaksanaan Rehabilitasi Medis Pecandu Narkotika memerlukan banyak fasilitas pelayanan kesehatan penerima wajib lapor. Polri diharapkan dapat menyediakan fasilitas rehabilitasi medis bagi pecandu narkotika, khususnya yang sedang menjalani proses hukum.