Pasca ledakan Gunung Soputan di Provinsi Sulawesi Utara, belum ada kenaikan insiden ISPA di lokasi hujan debu, namun ini dapat terjadi jika hujan debu berlangsung lama. Sementara kualitas air relatif tidak berubah secara fisik dan tetap digunakan oleh masyarakat. Berbeda dengan mata air di Desa Pangu dan Pangu I Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara yang mensuplay air bersih bagi sekitar 2.700 jiwa/659 KK, rusak total tertutup debu dengan ketebalan 5-6 cm.
Demikian keterangan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE mengenai perkembangan masalah kesehatan terkait hujan debu akibat letusan gunung Soputan pada Minggu pagi 3 Juli. Saat ini Gunung Api Soputan masih mengeluarkan asap putih tebal, dengan status siaga.
Menurut Prof Tjandra, berdasarkan analisa Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Menular (BTKL-PPM) Kelas I Manado mengenai kesehatan lingkungan lokasi bencana, saat ini belum terlihat adanya peningkatan populasi vektor, namun karena umumnya wilayah bencana endemis DBD dan Malaria, maka perlu diwaspadai peningkatan kasus penyakit tersebut.
Sementara itu, BTKL-PPM Manado telah mengambil sampel debu Gunung Berapi Soputan untuk menganalisa kandungan bahan kimia pada material debu yang berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat di wilayah bencana.
Prof. Tjandra Yoga menyatakan letusan gunung Soputan mengeluarkan material pijar setinggi 5000 – 6000 m di atas puncak. Letusan berwarna kelabu kehitaman dan terjadi awan panas mengarah ke barat/ barat daya sejauh lebih kurang 4 km. Letusan condong ke arah utara yaitu wilayah Kec. Toluluaan, Silian Raya, Tombatu, Tombatu Utara, Tombatu Timur, Ratahan, Ratahan Timur Kab. Minahasa Tenggara, sebagian Kec. Tombasian Barat dan Kota Amurang Kabupaten Minahasa Selatan, Kec. Langowan Barat dan sekitar Kab Minahasa. Letusan disertai hujan debu dengan kapasitas tebal dengan tekanan sangat kuat,
Sementara itu 6 dari 8 titik kosentrasi Total Suspended Particulat (TSP) hasil pengukuran BTKL-PPM telah melebihi Baku Mutu Udara Ambient Nasional sesuai PP No. 41 Tahun 1999. Enam titik konsentrasi TSP meliputi wilayah kabupaten Minahasa dan Minahasa Tenggara. Di lokasi ini, masyarakat tidak dapat beraktifitas meski tidak terjadi kosentrasi pengungsian. Sedangkan pada 2 titik lainnya, yang meliputi wilayah Kabupaten Minahasa Selatan dan sebagian Kabupaten Minahasa Tengara dimana TSPnya masih di bawah Baku Mutu, masyarakatnya tetap melaksanakan aktifitas sehari-hari, jelas Prof. Tjandra Yoga.
Ditambahkan, untuk mengendalikan masalah kesehatan akibat bencana telah dilakukan koordinasi Tanggap Darurat antara Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Utara, Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara, Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Selatan, Pos Pengamatan Gunung Berapi setempat terhadap kemungkinan letusan susulan.
Selain itu telah didirikan Posko Pengobatan di tempat pengungsian dan Pos Kesehatan di setiap Puskesmas dan desa-desa. Ini dilakukan untuk surveilans ketat terhadap penyakit yang diakibatkan letusan gunung berapi, khususnya ISPA
Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Kemkes telah mengirimkan 200 ribu masker. Sementara pemerintah Kabupaten dan Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara telah mendistribusikan masker dan obat-obatan ke Puskesmas.