Menkes diwakili Wakil Menkes RI Prof. Dr. Ali Gufron memberikan pengantar pada International Symposium on Getting to Zero New HIV Infections (21/11), Zero Discrimination, Zero AIDS-Related Deaths in ASEAN, di Bandung, Jawa Barat. Simposium ini digelar sehubungan dengan keberadaan Indonesia sebagai tuan rumah ASEAN Task Force on AIDS (ATFOA).
Hadir pada pertemuan tersebut Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Menteri Dalam Negeri, Gubernur Provinsi Jawa Barat, Sekretaris-Jenderal ASEAN, Direktur Program Pembangunan PBB, Direktur Eksekutif GFATM, Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, Perwakilan WHO untuk Indonesia, dan delegasi lain dari 10 negara, yaitu Myanmar, Thailand, Kamboja, Singapura, Laos, Vietnam, Malaysia, Philipina, Brunei, dan Indonesia. Selain simposium, dilakukan pula konferensi jarak jauh antara Wakil Menkes dengan 10 Gubernur.
Dalam paparannya Menkes menyampaikan Simposium Internasional ini sangat relevan dengan situasi HIV / AIDS saat ini di ASEAN.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas. Situasi geografis seperti ini menjadi tantangan utama dalam memberikan pelayanan kesehatan yang adil bagi semua penduduk Indonesia, termasuk untuk menyediakan layanan HIV / AIDS. Indonesia merupakan salah satu dari negara Asia yang menjadi pendorong epidemi HIV/AIDS di Asia Tenggara. Hal ini dikarenakan banyaknya seks bebas dengan berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan pengaman (kondom) dan penggunaan jarum suntik narkoba.
Sejak tahun 2005 hingga September 2011, kasus HIV meningkat, sedangkan kasus AIDS relatif stabil. Peningkatan ini sebagai dampak dari kemudahan orang untuk mengakses layanan HIV-AIDS, sehingga mereka bisa mendapatkan diagnosis lebih dini untuk status HIV mereka.
Menkes memaparkan, secara kumulatif kasus AIDS ditemukan lebih banyak pada laki-laki (64,9%) dibanding perempuan. Sementara pada kelompok umur, kasus AIDS paling banyak ditemukan pada rentang usia 20 – 29 tahun (45,5%). Hal ini menunjukkan bahwa mereka mendapat infeksi HIV pada usia muda. Sementara angka kematian akibat AIDS mengalami penurunan sejak tahun 1987 (40%) sampai tahun 2011 (2,7%).
Menkes menyatakan, meski telah banyak program dilakukan untuk mengendalikan HIV/AIDS, namun hasilnya belum optimal. Beberapa penyebabnya antara lain, masih terbatasnya pengetahuan masyarakat umum tentang HIV/AIDS; masih rendahnya kesadaran penggunaan kondom dalam hubungan seks berisiko tinggi, mesih terjadi stigmatisasi dan diskriminasi; masih rendahnya cakupan prevening mother to child transmission (PMTCT); masih sulitnya menjangkau pelaksanaan penanggulangan HIV/ program IMS di penjara, daerah perbatasan dan terpencil; serta rendahnya partisipasi masyarakat, lembaga keagamaan, organisasi sosial, dan orang yang terkena HIV.
Pemerintah Indonesia memberikan perhatian serius terhadap masalah HIV/AIDS. Kementerian Kesehatan telah merespon epidemi HIV/AIDS pada tahun 1986, sebelum kasus AIDS pertama dilaporkan di Indonesia pada tahun 1987. Pemerintah juga melibatkan LSM untuk melakukan program untuk mengontrol pencegahan HIV.
Pemerintah juga telah menetapkan Rencana Aksi dalam Rencana Strategis 2010-2014 untuk program kesehatan lingkungan, termasuk HIV/AIDS dan IMS dengan alokasi anggaran yang juga lebih besar. Pemerintah juga senantiasa meningkatkan pengetahuan yang komprehensif tentang HIV/AIDS di kalangan penduduk berusia 15-24 melalui komunikasi, informasi dan edukasi (KIE). Sasaran KIE terutama pada kelompok berisiko tinggi. Kegiatan ini melibatkan 5 kementerian yaitu Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Sosial.
Selain itu, dilakukan pula upaya meningkatkan penggunaan kondom dalam hubungan seks berisiko tinggi. Kementerian Kesehatan juga mendorong Pemerintah Daerah untuk merancang peraturan tentang pencegahan HIV/AIDS, khususnya pencegahan dalam hubungan seks berisiko tinggi. Saat ini telah mencakup 17 provinsi dan 67 kabupaten di Indonesia, kata Menkes.
ASEAN Task Force On AIDS (ATFOA) didirikan pada tahun 1993 sebagai respon regional terhadap pengendalian HIV/AIDS. Kemitraan ini harus dibuat lebih strategis dan dengan tindakan nyata dalam mencapai visi Getting to Zero New HIV Infections, Zero Discrimination, Zero AIDS-Related Deaths. Di atas segalanya, kita harus bekerja dalam satu kesatuan, tanggung jawab sosial yang inklusif, harmonis dan menjunjung solidaritas.