Obat palsu adalah obat yang diproduksi oleh yang tidak berhak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Umumnya obat palsu merupakan obat yang meniru obat yang absah (asli). Untuk menangani obat palsu, Badan POM telah melakukan upaya dengan cara under cover buy secara terus menerus ke sarana ilegal atau tidak memiliki kewenangan, namun tidak tertutup pula ke sarana legal seperti apotek maupun toko obat (TO) berizin.
Demikian penjelasan Direktur Pelayanan Obat dan Produk Biologi BPOM, Dra. Endang Woro T, M.Sc saat menjadi narasumber pada acara temu media di kantor Kemenkes, Jakarta (20/04).
“Dalam 4 tahun terakhir terdapat penurunan kasus peredaran obat palsu. Dimana, pada tahun 2008 ditemukan 24 item obat palsu. Kemudian pada tahun 2011 ditemukan 8 item obat palsu”, jelas Dra. Endang terkait upaya BPOM dalam mengendalikan obat palsu.
Hasil tersebut di luar operasi yang dilakukan Badan POM bersama Interpol tahun 2011 melalui operasi Pangea IV, tambahnya. Operasi yang dilakukan untuk menjaring peredaran obat ilegal/palsu melalui internet (on line) tersebut berhasil memblokir 27 situs, menutup 3 situs serta menjaring 4 orang tersangka (2 orang ditahan dan 2 orang untuk pengembangan kasus). Dari sejumlah kasus, hukuman yang dijatuhkan tidak menimbulkan efek jera karena putusannya berkisar antara hukuman percobaan 2-5 bulan dan pidana denda berkisar Rp.50.000,- sampai Rp.4.000.000,-
“Untuk meningkatkan sanksi yang dapat menimbulkan efek jera, Badan POM memprakarsai pembentukan Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal,” kata Dra. Endang Woro. Satgas ini melibatkan instansi penegak hukum dan instansi terkait, bertujuan untuk perkuatan penegakan hukum untuk memerangi peredaran obat palsu/ilegal dan pemberdayaan masyarakat dalam membentengai diri terhadap obat dan makanan palsu/ilegal.
Dra. Endang Woro menyatakan, selain obat palsu, di pasaran juga mungkin beredar obat ilegal yang tidak memiliki izin edar (tidak terdaftar di Badan POM) yang berasal dari luar negeri yang dikenal dengan obat TIE (Tanpa Izin Edar).
“Namanya obat palsu, sekecil apapun itu kalau sudah palsu kita harus waspada karena mempengaruhi kesehatan masyarakat” kata Dra. Endang Woro.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili: (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC):