Sederhana namun penuh makna. Demikian gambaran suasana peluncuran dan buku karya terakhir Alm. dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH yang berjudul “Untaian Garnet Dalam Hidupku”. Kegiatan ini diberi nama “Inspirasi Endang Rahayu untuk Indonesia” yang diselenggarakan di Gedung Kompas Gramedia, Palmerah, Jakarta, Rabu sore (16/5/2012).
Sosok Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih dikenal bersih. Selama dua tahun kepemimpinan Almarhumah Ibu Endang Rahayu sebagai Menteri Kesehatan, Beliau dikenal gigih dalam membangun birokrasi yang lebih bersih dan sehat. Seperti yang tertulis di dalam bukunya, berprinsip tidak ada policy balas jasa atau balas dendam, mengangkat orang berdasarkan meritocracy atau kemampuannya. Hal senada diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI, dr. Ratna Rosita, MPHM.
“Tidak ada double standart dalam pengangkatan pejabat, merupakan salah satu contoh komitmen Ibu Endang Rahayu. Jujur, Ibu Endang Rahayu tidak melibatkan keluarga dalam proyek Kemenkes. Saya tidak pernah diperkenalkan dengan putra-putri beliau, artinya tidak pernah ada titip-titipan seperti itu”, ujar Ibu Sesjen Kemenkes RI.
Hal itu diamini pula oleh suami Almarhum Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih, dr. M.J.N. Reanny Mamahit, SpOG, MM yang hadir didampingi putra tertuanya, Arinanda Wailan Mamahit, bahwa Almarhumah sering mengingatkan untuk tetap hidup sederhana.
“Saya memang pernah mencoba membelikan berlian, terpaksa saya harus mengembalikan dengan malu-malu ke toko. Saya juga pernah ingin membeli mobil BMW, Ibu malah berkata tidak akan mau naik mobil mewah tersebut. Akhirnya saya tidak jadi membelinya karena Ibu lebih senang hidup sederhana”, ujar dr. Reanny Mamahit.
Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih adalah Doktor di bidang public health. Kemampuannya tentunya di bidang kesehatan masyarakat memang sangat dibutuhkan Pemerintah Indonesia. Namun pengangkatan Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih menjadi Menteri Kesehatan pada saat itu dinilai sangat kontroversial. Seseorang bernama dr. Kartono Muhammad beranggapan Ibu Endang Rahayu adalah orang yang tepat menjadi Menteri Kesehatan. Oleh karenanya dr. Kartono Muhammad menjadi salah satu orang yang merekomendasikan nama Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih Mamahit untuk menjadi Menteri Kesehatan.
“Di Indonesia, mantan Menteri Kesehatan yang saya anggap mempunyai konsep public health policy baru ada tiga orang, yaitu J. Leimena, Adhyatma, dan Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih. Waktu itu saya berpikir orang yang tepat untuk menjadi Menteri Kesehatan adalah yang mengerti benar permasalahan kesehatan di akar rumput. Kami melakukan pengamatan beberapa hasil penelitian Beliau, saya merasa tentunya beliau bergaul dengan berbagai kalangan masyarakat. Saya juga mempelajari track recordnya, Beliau salah satu yang saya ajukan bersama dua nama lainnya”, ujar dr. Kartono Muhammad.
Berbagai pencapaian dalam bidang kesehatan terwujud dalam masa kepemimpinan Almarhumah Ibu Endang Rahayu Sedaningsih sebagai Menteri Kesehatan. Lahirnya Jaminan Persalinan, PP-ASI No. 33 tahun 2012 dan Badan Pengawas Jaminan Sosial Kesehatan diantaranya. Selain itu, salah satu concern Almarhum adalah upaya Beliau untuk memperjuangkan RPP Pengendalian Tembakau.
“Komitmen Beliau untuk memperjuangkan masalah tembakau di Indonesia sangat luar biasa. Beliau pernah bersama saya membuatkan appointment langsung dengan Presiden membicarakan masalah pentingnya ratifikasi tembakau. Saya sangat berharap perjuangan beliau dapat diteruskan”, ujar Arifin Panigoro, salah satu pegiat dan supporter Komnas Pengendalian Tembakau.
Kesan Ribka Tjiptaning, salah satu anggota komisi IX DPR RI dengan sosok Almarhumah Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih, seseorang yang memiliki kejujuran hati untuk mengakui siapa dirinya.
“Beliau juga merespons saran saya mengenai gerakan revolusioner melalui idenya membentuk RS Pratama, menyederhanakan akses masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan” ujar Ribka Tjiptaning.
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Gumelar, yang hadir bersama suami, Jendral TNI (Purn.) Agum Gumelar, menyatakan bahwa selain memiliki prinsip yang sama dengan Almarhumah Ibu Endang Rahayu, ada satu kesamaan perasaan karena sama-sama pernah memiliki pengalaman sebagai survivor kanker.
“Ada empat hal yang saya kagumi dari Beliau. Sikap profesional untuk tetap fokus pada pekerjaan; kesungguhan usaha untuk mencari penyembuhan; menyiapkan keluarga apabila hal terburuk terjadi; dan beliau juga meninggalkan kesan yang menjadi inspirasi. Satu hal lagi, bagi rekan-rekan yang memiliki keluarga yang terkena kanker, saya rasa dukungan moril yang akan membangkitkan kami para survivor untuk tetap bertahan”, ujar Ibu Linda Gumelar.
Kesan Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih yang begitu tegar menghadapi penyakit kanker yang dideritanya sejak Oktober 2010, bahkan selama hampir 2 tahun menjabat menkes, tidak sedikitpun mengeluh tentang sakit yang dideritanya. Hal inilah yang membuat para hadirin terkagum-kagum atas kekuatan fisik Almarhum Ibu Endang Rahayu, bahkan saat almarhumah dirawat di RSCM, masih menyempatkan menulis buku berjudul “Untaian Garnet Dalam Hidupku” yang menjadi kenang-kenangan terakhir bagi keluarga dan sahabat juga para pembacanya. Ini diungkapkan oleh sahabat sekaligus transkriptor penyusunan Buku, Siti Isfandari.
“Ibu Endang tidak pernah memaksakan untuk menulis. Saya menangkap rasa gembira, sesekali terkenang pada momen yang menyentuh. Dia pernah bilang, kalau sudah kembali menulis, tidak perlu cemas lagi, tandanya sudah semangat lagi”, ujar Ibu Siti Isfandari yang akrab dipanggil Iis tersebut.
Isye Soetoro, editor buku “Untaian Garnet dalam Hidupku”, sekaligus penyusun buku “Perempuan-Perempuan Kramat Tunggak”, mengatakan sempat merasa optimis Ibu Endang akan sembuh dari penyakitnya tersebut. Isye mengaku sejak pertama kali menceritakan penyakit yang dideritanya, Ibu Endang tidak pernah sekalipun menunjukkan kesedihan. Isye juga menyatakan pada buku terakhir sedikit berbeda dengan tulisan Ibu endang yang sesungguhnya, karena lebih banyak bahasa lisan, karena diucapkan.
“Ibu Endang itu gaya bahasanya lembut sekali, humanis”, ujar Isye.
Pemilihan kata garnet dalam judul buku tersebut mengundang rasa ingin tahu banyak orang, Garnet bukanlah jenis batu mulia yang pastinya kalah mewah dibandingkan dengan berlian misalnya. Karena tidak sempat ditanyakan hingga akhirnya Endang meninggal, pemilihan batu garnet untuk dijadikan judul akan tetap menjadi misteri untuk selamanya.
“Judul itu diberikan Ibu sendir, saya tidak ingin menggantinya. Saya sudah menyimpan beberapa pertanyaan, soal mengapa garnet, belum tersampaikan,” kata Isye.
Di akhir acara, Wakil Menteri Kesehatan, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc. PhD, menyatakan Ibu endang pernah meminta pertimbangan mengenai rencana pengunduran diri beliau. Disela-sela proses pengobatannya, beliau masih memikirkan Kementerian Kesehatan, bahkan sempat menitipkan kepada Wakil Menteri Kesehatan dan para pejabat lainnya.
“Ada hal yang paling menyentuh buat saya, yaitu saat Ibu Endang menyatakan apresiasi Beliau terhadap pemilihan saya sebagai Wamenkes kepada Bapak Wapres Boediono saat menjenguk beliau. Menurut saya, Ibu Endang memiliki visi dan misi, ketegaran dan fokus kerja yang luar biasa, juga sentuhan kemanusiaan kepada rekan bekerja dan masyarakat”, ujar Wamenkes.
Selanjutnya, dilakukan penyerahan buku dari pihak Gramedia kepada pihak keluarga, yang diwakili oleh suami Almarhum Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih, dr. M.J.N. Reanny Mamahit, SpOG, MM dan putra tertuanya, Arinanda Wailan Mamahit
Walaupun pada awalnya tidak banyak yang mengenal secara fisik sosok mantan Menteri Kesehatan yang satu ini, tetapi mereka mengenal Almarhumah Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih melalui tulisan beliau yang luar biasa.
Hadir pula dalam kegiatan ini, para pejabat eselon I dan II Kementerian Kesehatan RI; Mantan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Dra. Kustantinah Apt. M. App.Sc.; para survivor kanker dari Cancer Information and Support Centre (CISC); sivitas akademika perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat se-Jabodetabek; dan jurnalis media.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili: (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): <kode lokal> 500-567 dan 081281562620 (sms), atau e-mail kontak@depkes.go.id