Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu indikator keberhasilan MDGs yang harus dicapai oleh Indonesia, yaitu menurunkan angka kesakitan dan angka kematian menjadi setengahnya di tahun 2015. Berdasarkan baseline data tahun 1990 dan pencapaian di tahun 2010, Indonesia telah berhasil menurunkan insidens, prevalens, dan angka kematian. Insidens berhasil diturunkan sebesar 45% yaitu 343 per 100.000 penduduk menjadi 189 per 100.000 penduduk, prevalens dapat diturunkan sebesar 35% yaitu 443 per 100.000 penduduk menjadi 289 per 100.000 penduduk dan angka kematian diturunkan sebesar 71% yaitu 92 per 100.000 penduduk menjadi 27 per 100.000 penduduk.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL), Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama melalui surat elektronik, (18/05).
“TB masih merupakan masalah kesehatan penting di dunia dan di Indonesia”, ujar Prof. dr. Tjandra.
Prof. dr. Tjandra mengatakan bahwa upaya pengendalian TB di Indonesia pada tahun 2011 telah dilakukan dengan beberapa kegiatan meliputi: Public-Private Mix (PPM) layanan DOTS (Directly Observed Treatment, Short-course) pada kelompok Dokter Praktek Swasta (dokter spesialis dan umum); penguatan jejaring Layanan TB di Rumah Sakit; pengembangan RS rujukan layanan TB-MDR pada 5 RS; Implementasi elektronik TB manager pada 5 RS rujukan layanann TB-MDR; penguatan dan penerapan kebijakan satu pintu secara nasional pada manajemen logistik Obat Anti TB; sertifikasi 5 laboratorium kultur dan DST (Drug Susceptibility Test) oleh WHO dan IMVS (Institute of Medical & Veterinary Science) Adelide Australia (Lab Supra Nasional); kolaborasi dengan perkumpulan pasien dan penguatan peran pasien dalam pengendalian TB.
Prof. dr. Tjandra menyatakan bahwa walaupun telah banyak kemajuan yang dicapai dalam pengendalian TB di Indonesia tetapi tantangan masalah TB ke depan tidaklah semakin ringan. Tantangan tersebut diantaranya berupa meningkatnya koinfeksi TB-HIV, kasus TB-MDR, kelemahan manajemen dan kesinambungan pembiayaan program pengendalian TB.
“Walaupun jumlahnya sudah berhasil ditekan, tapi jumlah pasien TB dan kematiannya masih cukup banyak”, kata Prof. dr. Tjandra.
Lebih lanjut Prof. dr. Tjandra menyampaikan bahwa untuk menghadapi tantangan tersebut, beberapa program yang menjadi terobosan akan dilaksanakan pada tahun 2012 antara lain; diikut sertakannya pengetahuan dan pelaksanaan TB pada proses Akreditasi Rumah Sakit, serta dirintisnya dalam STR (Surat Tanda Register)/SIP (Surat Ijin Praktik) oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) dan SIPA (Surat Izin Praktek Apoteker) oleh IAI (Ikatan Apoteker Indonesia); penggunaan Rapid Diagnostic test dalam pemeriksaan TB melalui implementasi metode Line Probe Assay (LPA)/HAIN test; penggunaan 17 Gen Expert (alat canggih mendeteksi resistensi kuman) secara bertahap; penetapan dan pelaksanaan Laboratorium Rujukan TB Nasional (National Tuberculosis Referral Laboratory); bekerjasama dengan asuransi kesehatan dengan penggagasan penerapan standar pengobatan TB dengan DOTS bagi seluruh pasien TB (bersama Jamsostek, Jamkesmas, dan Jamkesda); pengajuan Prakualifikasi Obat TB ke World Health Organization (WHO) untuk 3 BUMN (Kimia Farma, IndoFarma, Phapros) bekerjasama dengan BPOM dan US Pharmacopia; penyusunan Exit Strategy program pengendalian TB untuk mengurangi ketergantungan terhadap dana donor; persiapan Pelaksanaan Survei Nasional Prevalens TB; inisiasi penerapan tes tuberkulin untuk mendukung diagnosis TB pada anak; dan inisiasi pengobatan profilaksis Isoniazid (INH) bagi ODHA.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili: (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): <kode lokal> 500-567 dan 081281562620 (sms), atau alamat e-mail kontak@depkes.go.id