Hari ini (28/5/12) Wakil Menteri Kesehatan, Prof. Ali Ghufron Mukti, menjadi pembicara pada sesi talk show dalam Seminar National Input for Achieving Universal Health Coverage in Indonesia di Yogyakarta yang membahas tentang kesiapan pemerintah dalam implementasi universal health coverage di Indonesia.
Dalam paparannya Prof. Ghufron, mengatakan bahwa kesehatan adalah hak asasi sekaligus investasi, dimana semua warga negara berhak atas pelayanan kesehatan. Untuk itu diperlukan penyelenggaran sistem yang mengatur pembiayaan dan pelayanan kesehatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan yang layak. Sistem yang dimaksud adalah sistem Jaminan Kesehatan. Jaminan kesehatan merupakan salah satu program yang wajib dilaksanakan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Prof. Ghufron menyampaikan bahwa SJSN merupakan tatacara penyelenggaraan program jaminan sosial berbasis asuransi oleh beberapa badan penyelenggara berdasarkan prinsip: kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat dan hasil pengelolaan dana jaminan sosial digunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.
Sebagai salah satu amanat dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) telah disahkan pada tanggal 28 Oktober 2011 melalui sidang paripurna DPR RI. Dalam UU tersebut ditetapkan 2 (dua) BPJS yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Dengan demikian hanya ada institusi yang akan menyelenggarakan Jaminan Kesehatan di Indonesia yaitu BPJS Kesehatan yang berstatuskan badan hukum publik.
Dengan berlandaskan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), maka makin memantapkan arah ke depan bahwa pembiayaan kesehatan personal bagi masyarakat Indonesia akan diselenggarakan dalam mekanisme jaminan Kesehatan. Implementasi kedua Undang-Undang tersebut akan segera dilakukan dengan menunggu penyelesaian peraturan perundangan seperti Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden. Mulai 1 Januari 2014, pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional siap untuk diimplementasikan dan diselenggarakan melalui BPJS.
Prof. Ghufron mengatakan, dalam menyongsong penyelenggaraan jaminan kesehatan oleh BPJS, saat ini sedang dilakukan persiapan implementasinya meliputi pembentukan Tim Lintas Kementerian dan Kelembagaan dan Kelompok Kerja di dalam lingkungan internal Kementerian Kesehatan, penyusunan rencana kegiatan dan koordinasi untuk memperlancar proses peralihan (transformasi) jaminan kesehatan, dari sisi program maupun kelembagaan.
Selain persiapan tranformasi kelembagaan dan program, juga dipersiapkan pemenuhan kebutuhan dari sisi demand dan sisi supply. Untuk sisi demand, dipersiapkan antara lain, besaran iuran dan penyediaan dana tersebut baik dari pemerintah untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) maupun kontribusi dari pekerja dan pemberi kerja pada peserta non PBI, informasi yang lengkap dan tepat. Dari sisi supply, dipersiapkan perhitungan kebutuhan dan pemenuhannya untuk: fasilitas kesehatan dan infrastruktur, obat dan alat kesehatan, dan SDM Kesehatan, tambah Prof. Ghufron.
Pada kesempatan tersebut Prof. Ghufron juga mengatakan pelaksanaan jaminan kesehatan haruslah mengacu kepada kendali mutu dan kendali biaya dengan menerapkan prinsip ‘managed care’, agar terjadi pembiayaan yang efisien dengan mutu yang tetap terjamin sesuai indikasi medis. Dan salah satu kontrol pembiayaaan yang efektif efisien adalah dengan menggunakan pola pembayaran prospektif yaitu kapitasi dan INA-CBG’s.
Ditekankan juga oleh Prof. Ghufron untuk menata pelayanan kesehatan yang diberikan dalam sistem jaminan kesehatan perlu diberlakukan pelayanan terstruktur dan berjenjang melalui mekanisme rujukan dengan tujuan yang sama yaitu untuk pengendalian biaya dan keteraturan pelayanan kesehatan.
“Yang paling penting dari segalanya adalah penyusunan regulasi atas penyelenggaraan jaminan kesehatan sehingga memberikan kejelasan kepada semua pihak yang terkait dalam menjalankan perannya masing-masing dalam implementasi Jaminan Kesehatan”, ujar Prof. Ghufron.
Upaya terakhir yang harus dilakukan adalah bagaimana menjamin penduduk yang saat ini belum memiliki jaminan kesehatan diperkirakan sekitar 89 juta jiwa atau 37% dari total penduduk. Kelompok masyarakat yang belum memiliki jaminan kesehatan meliputi sebagian pekerja formal dan sebagian besar pekerja informal, kata Prof. Ghufron.
Selain Seminar Nasional juga dilakukan penyerahan SK Menkes RI tentang Perpanjangan Pelayanan Jaminan Kesehatan Masyarakat Bagi korban Merapi di Kabupaten Magelang, Klaten, Sleman dan Kulon Progo.
Sebagaimana diketahui, diluar dari sasaran kuota yang menerima kartu pada tahun 2012 berjumlah 76,4 juta jiwa, masih ada lagi sasaran Jamkesmas non kartu yang berhak memperoleh layanan program Jamkesmas, seperti masyarakat miskin penghuni lapas rutan, penghuni panti panti sosial dan masyarkat korban bencana, gelandangan pengemis, anak terlantar, bayi baru lahir dari pasangan keluarga Jamkesmas, penderita thalasemia mayor dan peserta keluarga harapan (PKH). Mereka tersebut berhak memanfaatkan pelayanan program Jamkesmas cukup dengan menggunakan surat rekomendasi dari instansi terkait atau dengan surat keputusan Menteri Kesehatan yang didasarkan atas usulan Pemda setempat khusus untuk korban bencana paska tanggap darurat.
Prof. Ghufron berharap dengan adanya Surat Keputusan perpanjangan pelayanan kesehatan melalui program Jamkesmas pada masyarakat korban bencana Merapi, maka masyarakat di 4 kabupaten tersebut memiliki kepastian atas haknya untuk memperoleh pelayanan kesehatan dalam program Jamkesmas. Disamping hak yang diperoleh dalam program jamkesmas, mereka juga harus memahami kewajibanya untuk mengikuti prosedur sebagaimana yang tertuang dalam pedoman pelaksanaan (manlak), petunjuk teknis dan ketentuan lainnya. Dengan demikian diharapkan pemanfaatan program Jamkesmas bagi seluruh masyarakat korban bencana merapi dapat berjalan dengan optimal, transparan, akuntabel, effisien dan effektif.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 021-52960661, PTRC: (kode wilayah)-500567 atau alamat e-mail: info@depkes.go.id dan kontak@depkes.go.id.