Indonesia melihat bahwa Hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Bersama Brazi, Indonesia menjadi pemrakarsa keluarnya Resolusi tentang Hepatitis Virus pada Sidang Majelis Kesehatan Dunia (WHA) ke-63 tahun 2010. Usul ini diterima sehingga terbitlah Resolusi 63.18 yang menyatakan bahwa Hepatitis virus menjadi salah satu agenda prioritas WHO.
“Dengan disepakatinya resolusi tersebut, diharapkan seluruh negara di dunia dan masyarakat dunia akan memberikan perhatian serius pada Pengendalian Hepatitis melalui gerakan pemerintah bersama masyarakat. Lebih lanjut, Indonesia menempatkan diri sebagai teladan dalam pengendalian Hepatitis, khususnya Hepatitis B di kawasan Asia Tenggara, sebagai wilayah yang endemis Hepatitis B. Peranan Indonesia yang lain adalah sebagai salah satu negara penanda tangan “Melbourne Statement on Prevention of Perinatal Transmission of Hepatitis B”, 7 Desember 2010 yang merupakan tindak lanjut dari Resolusi 63.18”.
Demikian sambutan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kemenkes RI, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE, saat membuka Seminar Pengendalian Hepatitis Secara Komprehensif di Indonesia, di Jakarta (8/4). Seminar diikuti 200 orang dari lintas Kementerian, perwakilan RS, para professional, dan LSM. Acara ini juga dihadiri Presiden World Hepatitis Alliance dr. Charles Gore yang membawakan materi Viral Hepatitis: Public Awarness and Education in Indonesia.
“Dengan kehadiran Dr.Charles Gore, kita semua dapat mengambil pelajaran dari beliau dan menunjukkan pada dunia Internasionasl bahwa Indonesia telah memberikan komitmen terhadap pengendalian penyakit ini”, jelas Prof. Tjandra.
Untuk menindak lanjuti resolusi WHA 63.28 tentang Hepatitis Virus, Dirjen P2PL mengatakan, perlu mengkaji berbagai aspek lain dari Pengendalian Hepatitis, seperti(1) imunisasi pada remaja dan dewasa, (2) deteksi dini, (3) akses diagnostik dan pengobatan yang terjangkau, (4) keterpaduan antara progam Hepatitis, HIV-AIDS dan KIA serta (5) aspek pembiayaan kesehatan yang saat ini sudah dilakukan oleh Jamkesmas maupun Askes kedepannya diharapkan dapat menjadi bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Prof. Tjandra menjelaskan, hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007 menunjukkan prevalensi Hepatitis B sebesar 9,4%. Ini berarti 1 dari 10 penduduk Indonesia pernah terinfeksi Hepatitis B. Bila dikonversikan dengan jumlah penduduk Indonesia maka jumlah penderita Hepatitis B di negeri ini mencapai 23 juta orang.
Hepatitis B adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, tambah Dirjen P2PL. Salah satu cara pencegahannya adalah dengan pemberian imunisasi. Pengendalian Hepatitis B dimulai dari penanganan pada Ibu hamil yang mengidap Hepatitis serta pemberian imunisasi pada bayi yang dilahirkan akan memutus mata rantai pertama penularan penyakit Hepatitis. Pemberian imunisasi pada bayi ini merupakan langkah kunci dalam menciptakan generasi baru yang bebas Hepatitis B.
Sejak dua dasawarsa yang lalu, Indonesia mulai melaksanakan Imunisasi Hepatitis B. Kegiatan ini diawali dengan pilot project imunisasi pada bayi yang dilakukan selama 10 tahun dari tahun 1987-1997, kegiatan ini dimulai di Pulau Lombok yang kemudian dikembangkan di provinsi-provinsi lain. Pada bulan April 1997 imunisasi Hepatitis B masuk dalam program imunisasi nasional. Adapun strategi penggunaan Uniject untuk imunisasi pada bayi baru lahir dilaksanakan sejak tahun 2003. Strategi imunisasi padabayi baru lahir ini kemudian diadopsi oleh WHO dan dilaksanakan oleh negara-negara lain. Saat ini tercatat 177 negara telah mengimplementasikan kebijakan tersebut.
Selain Hepatitis B, Hepatitis A dan C juga perlu mendapat perhatian. Hepatitis A sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Sementara Hepatitis C sampai saat ini belum tersedia vaksinnya, sehingga upaya pencegahan melalui promosi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), menghindari perilaku berisiko serta penapisan darah donor menjadi hal yang utama.
Menurut Dirjen P2PL, keberhasilan pengendalian Hepatitis sangat ditentukan oleh dukungan semua pihak. Prof Tjandra Yoga berharap kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mekembangkan pendidikan kesehatan bagi pelajar dan mahasiswa mengenai cara pencegahan dan penularan Hepatitis. Perusahaan farmasi di bawah Kementerian Negara BUMN diharapkan dapat menyediakan obat Hepatitis dengan harga terjangkau. Sementara itu peran lembaga donor dunia diperlukan dalam pendampingan dana pemerintah.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline <kode lokal> 500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, website www.depkes.go.id dan alamat e-mail [email protected].