Menteri Kesehatan, dr.Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, pada Rabu malam (17/4) secara resmi menutup Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) 2013 Regional Timur yang berlangsung pada 15-17 April 2013 di Makassar, Sulawesi Selatan. Penutupan Rakerkesnas ini sekaligus menutup seluruh rangkaian Rakerkesnas yang telah digelar sebelumnya di wilayah barat (Jakarta) dan wilayah tengah (Surabaya). Peserta Rakerkesnas Regional Timur merupakan perwakilan Dinas Kesehatan dan RSUD Provinsi dan Kabupaten/Kota serta Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kesehatan yang berasal dari 10 Provinsi, yakni Gorontalo, Sulawesi Utara Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.
Dalam sambutannya, Menkes mengucapkan terima kasih kepada seluruh peserta dan panitia yang telah berperan serta dalam menyukseskan Rakerkesnas ini. Tidak lupa Menkes menekankan 3 butir penting diluar rekomendasi yang telah dihasilkan oleh para peserta Rakerkesnas, yaitu: 1)Mempercepat upaya untuk mempermudah akses masyarakat ke pelayanan kesehatan yang bermutu; 2)Melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi dalam upaya pencapaian Millenium Development Goals (MDGs); 3)Memperkuat dukungan manajemen kesehatan, seperti SDM, anggaran dan sistem informasi.
“Saya berharap petugas kesehatan dapat terus melakukan advokasi kepada Gubernur, Bupati dan Walikota serta DPRD agar anggaran bidang kesehatan dapat dialokasikan minimal sebesar 10% dari APBD diluar gaji”, ujar Menkes saat membacakan sambutan penutupnya.
Rakerkesnas kali ini menghasilkan delapan belas rekomendasi yang telah disepakati oleh lebih kurang 495 orang peserta. Kedelapan belas rekomendasi tersebut, yaitu: Pertama, mengutamakan upaya promotif, preventif, pemberdayaan masyarakat, dan komunikasi publik dalam rangka mendukung pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs) dan target RPJMN 2010-2014, melalui: 1) Pemberdayaan masyarakat untuk hidup bersih dan sehat (PHBS) diantaranya melalui peningkatan Desa Siaga Aktif, PAUD dan UKBM (Posyandu dan Posbindu); 2) Peningkatan kerjasama dan kemitraan dengan lembaga legislatif, lintas sektor, dan sektor swasta (CSR); 3) Advokasi kepada Pemda dengan menjadikan kesehatan sebagai program prioritas RPJMD, melaksanakan standar pelayanan minimal (SPM) Bidang Kesehatan, menyiapkan Perda yang mendukung kesehatan (Perda KTR dan ASI eksklusif/penyediaan Ruang Menyusui), serta peningkatan anggaran kesehatan menjadi 10% APBD dengan 50% diantaranya untuk program promotif dan preventif; 4) Peningkatan kapasitas tenaga promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat di Dinas Kesehatan, Puskesmas dan RS; 5) Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) bidang komunikasi untuk mempercepat respon terhadap masukan dan pengaduan dari masyarakat serta membangun tranparansi organisasi; dan 5) Pengangkatan petugas dalam Jabatan Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di UPT Vertikal Kemenkes dan Koordinator Pelayanan Informasi Publik di seluruh Dinkes Kabupaten/Kota.
Kedua, Penyediaan akses informasi yang cukup kepada masyarakat dan media massa serta membangun jejaring dengan Lintas Sektor dan LSM terkait.
Ketiga, mewujudkan semua pelayanan kesehatan dan sumber daya fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta sesuai standar yang berlaku.
Keempat, meningkatkan jumlah, mutu, distribusi, retensi dan pendayagunaan SDM Kesehatan untuk mendukung pelayanan kesehatan dan KB khususnya di daerah padat penduduk dan wilayah Daerah Tertinggal, Perbatasan, dan Kepulauan (DTPK) dan kluster 4.
Kelima, memperkuat intervensi secara intensif pada 1.000 hari pertama kehidupan menjadi minimal 85% dan penyediaan rumah tunggu persalinan di daerah terpencil untuk meningkatkan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas layanan kesehatan.
Keenam, mempercepat terwujudnya revitalisasi program Keluarga Berencana (KB) seperti kampanye “Dua Anak Cukup” melalui media massa dan tokoh masyarakat dan peningkatan pengetahuan tentang “Empat Terlalu” serta peningkatan akses masyarakat pada pelayanan KB.
Ketujuh, menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB), seperti penguatan Puskesmas PONED dan RS PONEK termasuk peningkatan kolaborasinya, penguatan sistem rujukan, pengembangan Sistem Komunikasi – Informasi Maternal dan Neonatal (SMS gateway). Pada daerah tertentu bahkan diperlukan pelayanan flying health care, puskesmas keliling air dan darat.
Kedelapan, meningkatkan persentase penduduk yang memiliki akses air minum yang berkualitas melalui dukungan regulasi daerah dan penguatan Pokja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan.
Kesembilan, meningkatkan pengetahuan komprehensif HIV-AIDS bagi kelompok usia 15-24 tahun, seperti dengan cara memperluas kampanye Aku Bangga Aku Tahu (ABAT) dengan melibatkan tokoh agama, tokoh adat, dan organisasi pemuda.
Kesepuluh, menurunkan annual parasite index (API) dengan kegiatan seperti penemuan kasus malaria secara aktif di daerah fokus dan perlindungan pada masyarakat.
Kesebelas, peningkatan pengendalian faktor risiko Penyakit Tidak Menular (PTM) sejak dini, diantaranya lewat pembentukan jejaring PTM) di setiap kabupaten/kota, dengan minimal terdapat satu Puskesmas yang memiliki sarana dan prasarana PTM.
Kedua belas, meningkatkan pembinaan pelayanan kefarmasian, yaitu: penyediaan obat, alat lesehatan, dan alat kontrasepsi yang aman, berkhasiat, bermutu dan terjangkau dalam jenis dan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan dengan memanfaatkan E-Catalogue; menjamin ketersediaan dan pemerataan melalui pengelolaan satu pintu (one gate policy); menjamin kualitas obat, alat kesehatan dan alat kontrasepsi melalui sampling dan pengujian laboratorium; serta perwujudan pelayanan kefarmasian sesuai dengan standar melalui pemenuhan dan pemerataan tenaga kefarmasian.
Ketiga belas, menyiapkan implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang akan dimulai pada 1 Januari 2014 meliputi berbagai hal terkait dengan regulasi, penyiapan SDM Kesehatan yang kompeten dan merata, kesiapan fasilitas Kesehatan, pengembangan regionalisasi sistem rujukan berjenjang, penyiapan standar pelayanan termasuk penyiapan formularium obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai, serta mengutamakan pelayanan kesehatan primer.
Kempat belas, mempercepat penyelesaian produk-produk hukum untuk pelaksanaan Sistem Kesehatan Nasional (SKN), misalnya sinkronisasi SKN dengan PP Nomor 38 Tahun 2007, RUU Tenaga Kesehatan, RUU Pemerintahan Daerah, RPP Sistem Informasi Kesehatan (SIK); advokasi dan sosialisasi Perpres SKN melalui dialog kepada seluruh stakeholder di Daerah; penyusunan Sistem Kesehatan Daerah (SKD) yang di-Perda-kan; serta pembinaan intensif dan sesuai jenjang administratif.
Kelima belas, mempersiapkan RPJMD 2015-2019 di tingkat Daerah dengan mengacu pada RPJMN 2015-2019 dengan mempertimbangkan pada: 1.) analisis situasi dan kecenderungan kesehatan, 2.) analisis situasi dan kecenderungan lingkungan yang memengaruhi pembangunan Kesehatan, 3.) aspek promotif-preventif menjadi arus utama, 4.) perumusan dan pengkajian skenario/alternatif penyelesaian masalah kesehatan, 5.) penetapan strategi program pembangunan kesehatan, dan 6) penetapan reward system.
Keenam belas, mengusulkan pengalihan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan ke daerah, yang pengelolaannya seperti Dana Alokasi Khusus (DAK).
Ketujuh belas, mewujudkan good and clean governance melalui sinkronisasi perencanaan yang tepat dan evidence-based dengan penerapan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) yang memanfaatkan teknologi informasi melalui dukungan dan pemberdayaan peran Dinkes Provinsi/Kabupaten/Kota dengan menciptakan Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) pada seluruh satuan kerja.
Terakhir, melaksanakan langkah-langkah mendukung opini laporan keuangan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan WBK-WBBM dimulai dengan penandatanganan komitmen dan implementasinya oleh Dinkes Provinsi/Kabupaten/Kota dan RSUD di Regional Timur Indonesia.
Sementara itu pada kesempatan sebelumnya, Menteri Kesehatan menyempatkan diri untuk meresmikan Rumah Sakit Siloam Makassar. Ini menjadi RS ke-14 yang telah didirikan oleh Group Lippo sejak pertama kali mendirikan RS di kawasan Karawaci pada tahun 1996 silam. Pembangunan RS ini menelan biaya investasi sebesar Rp.450 miliar rupiah yang dilengkapi dengan 320 bed dimana 25% diantaranya diperuntukkan bagi masyarakat golongan tidak mampu. Selanjutnya Group Lippo akan terus mengembangkan sayapnya di bidang perumahsakitan dengan membangun RS lainnya di kawasan Indonesia Timur antara lain di daerah Kupang, Ternate, Ambon, Palu dan Sorong.
RS Siloam ini diperkuat oleh 84 dokter, dimana 61 orang diantaranya adalah dokter spesialis. Selain itu juga terdapat 399 perawat yang hampir seluruhnya adalah orang asli Sulawesi Selatan.
Secara umum, berdasarkan data yang dimiliki Kemenkes, didapati bahwa hingga April 2013, Provinsi Sulsel telah memiliki 75 rumah sakit, yang terdiri dari 52 rumah sakit umum dan 23 rumah sakit khusus. Sedangkan dari segi kepemilikan, dari 75 RS tersebut, terdapat 67 merupakan milik publik dan 8 sisanya milik swasta.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 500-567; SMS 081281562620, faksimili (021) 52921669, website www.depkes.go.id dan e-mail [email protected].