Tembakau adalah masalah global. Hampir 5 juta orang meninggal setiap tahun karena penyakit yang berhubungan dengan konsumsi tembakau. Jika kecenderungan ini menetap, diperkirakan 10 juta orang meninggal pada tahun 2030 dimana 70%nya terjadi di negara berkembang.
Setiap orang berhak mendapatkan derajat kesehatan setinggi-tingginya. Untuk melindungi generasi masa kini dan masa mendatang dari dampak konsumsi tembakau dan paparan asap rokok terhadap kesehatan, sosial, lingkungan dan ekonomi, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) atau Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau sebagai perjanjian internasional. Upaya perlindungan kesehatan bagi masyarakat dunia ini terlihat pada bagian pembuka FCTC, yaitu “Negara para pihak dari Konvensi ini, memutuskan untuk memberikan prioritas pada hak mereka untuk melindungi kesehatan”.
FCTC merupakan suatu produk hukum internasional yang bersifat mengikat (internationally legally binding instrument) bagi negara-negara yang meratifikasinya. FCTC menjadi instrumen hukum internasional sejak tanggal 27 Februari 2005.
Penyusunan FCTC adalah untuk mengatasi globalisasi epidemi tembakau. Penyebaran epidemi tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor lintas negara termasuk liberalisasi perdagangan dan investasi asing. Faktor lain seperti pemasaran global, pengiklanan lintas negara dan penyelundupan rokok illegal ikut berkontribusi terhadap peningkatan konsumsi tembakau (rokok).
Hingga Juli 2013, sebanyak 117 negara telah meratifikasi FCTC dan 9 negara telah menandatangani FCTC namun belum ikut meratifikasinya. Sementara hanya 8 negara anggota WHO yang belum meratifikasi dan tidak menandatangi FCTC, termasuk Indonesia.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline