Dalam Sidang Majelis Kesehatan Sedunia (WHA) tahun 2010, Indonesia bersama Brazil dan Columbia adalah sponsor Resolusi WHA 63.18 mengenai Pengendalian Hepatitis virus. Indonesia melakukan langkah ini karena Hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar di dunia termasuk Indonesia. Dengan disepakati resolusi ini diharapkan seluruh negara dan masyarakat dunia dapat memberikan perhatian serius pada pengendalian Hepatitis melalui Gerakan Pemerintah Bersama Masyarakat.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP-PL) Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE. saat membuka temu artis dan komunitas peduli Hepatitis pada acara Press Briefing dalam rangkaian memperingati Hari Hepatitis Sedunia ke-4 tahun 2013 di Jakarta (3/9). Tema Hari Hepatitis Sedunia adalah “Saatnya Peduli Hepatitis:ketahui, cegah dan obati” yang didampingi oleh Direktur RS Fatmawati, Ketua Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI), dan para komunitas peduli Hepatitis.
Hepatitis adalah proses peradangan sel-sel hati, yang disebabkan oleh infeksi (virus, bakteri, parasit), obat-obatan, konsumsi alkohol dan lemak yang berlebihan serta penyakit autoimmune. Diantara berbagai penyebab Hepatitis virus adalah penyebab terbanyak.
Besaran masalah Hepatitis Virus di Insonesia dapat diketahui dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, Indonesia termasuk negara dengan endemisitas tinggi ( prevalensi hep B 9,4 %), yang berarti 1 diantara 10 penduduk Indonesia telah terinfeksi virus Hepatitis, sedang hepatitis C prevalensi 2,08 %. Berdasarkan angka tersebut, terdapat 25 juta orang Indonesia telah terinfeksi Hepatitis B dan C, diperkirakan 12.5 juta diantaranya akan menjadi penderita kronik, dan 1,25 juta berpotensi menjadi penderita sirosis hepatitis dan kanker hati. Hal ini menjadi beban berat bagi pemerintah, termasuk dari penyakit ini terhadap aspek sosial, ekonomi dan angka harapan hidup, papar Prof. Tjandra.
Agar beban yang besar karena penyakit hepatitis dapat dicegah dan diobati, khususnya untuk hepatitis A, sedang untuk B dan C meski telah ada obatnya, tetapi akses pengobatan dan diagnostic terbatas, karena harga yang mahal dan untuk hepatitis B obat harus diminum seumur hidup. Prioritas pengendalian adalah upaya pencegahan dan secara bertahap meningkatkan akses pengobatan selain Imunisasi B yaitu dengan promosi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta menjauhi faktor risiko untuk mencegah penyebaran virus Hepatitis dan penapisan darah donor.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline <kode lokal> 500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, website www.depkes.go.id dan alamat email [email protected].