Konsumen berhak mendapatkan informasi yang jelas, benar, dan jujur tentang kandungan yang terdapat dalam obat, termasuk apakah obat tersebut mengandung babi atau tidak. Obat yang mengandung babi sangat mudah dikenali, yaitu dengan melihat tanda khusus berupa tulisan “mengandung babi” berwarna hitam dalam kotak berwarna hitam di atas dasar putih, sesuai dengan aturan yang dikeluatkan Badan POM. Peraturan Kepala Badan POM No. HK.03.1.23.06.10.5166 Tahun 2010 tentang Pencantuman Informasi Asal Bahan Tertentu, Kandungan Alkohol, dan Batas Kedaluwarsa Pada Penandaan/Label Obat, Obat Tradisional, Suplemen Makanan, dan Pangan, mewajibkan produsen mencantumkan tanda khusus berupa tulisan “mengandung babi” berwarna hitam dalam kotak berwarna hitam di atas dasar putih.
Sampai dengan 31 Desember 2013, tercatat hanya 3 obat yang mengandung babi yaitu obat yang mengandung heparin molekul rendah, berdasarkan database nomor izin edar yang telah dikeluarkan BPOM. Ketiga obat itu adalah Lovenox injeksi mengandung Enoxaparin Sodium, didaftarkan oleh PT. Aventis Indonesia, NIE DKI 0185600143A1; Fraxiparin injeksi, mengandung Nadroparin Calcium, didaftarkan oleh PT. Glaxo Welcome Indonesia, NIE DKI 0585100343A1; dan Fuluxum injeksi, mengandung Parnaparin Sodium, didaftarkan oleh PT. Pratapa Nirmala, NIE DKI 0697600443A1.
Kepala BPOM Roy Sparringa menyatakan bahwa obat-obatan yang beredar di Indonesia diwajibkan mendapatkan izin edar dari BPOM dan harus memenuhi persyaratan aman, berkhasiat, dan mutu. Selain itu juga harus mencantumkan nama produk, merek dagang, nama badan usaha yang memproduksi atau memasukkan ke wilayah Indonesia, komponen pokok obat, tata cara penggunaan, tanda peringatan, efek samping dan kadaluwarsa obat.
Pernyataan yang dikeluarkan BPOM ini sesuai dengan UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, obat, sebagai bagian dari sediaan farmasi, harus memenuhi syarat aman, berkhasiat dan bermutu serta hanya diedarkan setelah mendapat izin edar melalui mekanisme registrasi obat.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Informasi lebih lanjut dapat menghubungi hotline Halo Kemkes