Masalah Hepatitis virus tidak bisa kita lepaskan dari masalah HIV/AIDS, mengingat Indonesia merupakan negara dengan epidemik HIV yang terkonsentrasi pada populasi berisiko. Upaya keras dalam pengendalian HIV/AIDS akan sia-sia, bila orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang telah disiapkan pelayanannya dan disiplin mengikuti pengobatan, namun mereka meninggal karena Hepatitis baik B maupun C.
Demikian sambutan Wakil Menteri Kesehatan RI, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc, PhD, saat membuka kegiatan “Pertemuan Konsultasi Nasional Pengendalian Hepatitis Indonesia” di Jakarta, Kamis pagi (26/6).
Virus Hepatitis terdiri dari Hepatitis A, B, C, D dan E, dimana Hepatitis A dan E, dapat ditularkan melalui anus ke mulut atau secara fecal oral, sering timbul sebagai kejadian luar biasa (KLB) tetapi dapat sembuh dengan baik. Karena penularannya melalui fecal oral maka pencegahannya melalui Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), akses air bersih dan kesehatan lingkungan serta pengelolaan makanan yang baik dan benar. Sedangkan untuk Hepatitis B, C dan D, dapat ditularkan melalui secara parenteral seperti penggunaan bersama alat-alat pribadi dengan penderita atau melalui hubungan seksual, lalu dapat menjadi kronis dan kemudian menjadi kanker hati. Untuk Hepatitis B, telah dilakukan upaya imunisasi pada bayi sejak 1997, sedangkan pada Hepatitis C belum ditemukan vaksinasi, tetapi penderita dapat disembuhkan.
“Hepatitis adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati”, ujar Wamenkes.
Di Indonesia, diperkirakan pengidap Hepatitis B dan C berjumlah 28 juta orang. Data Riskesdas 2007 menunjukkan prevalensi Hepatitis B adalah sebesar 9,4%, sedangkan prevalensi Hepatitis C sebesar 2,1%.
Saat ini, selain Imunisasi Hepatitis B, upaya pengendalian Hepatitis Virus yang telah dilaksanakan, yaitu: 1) Promosi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat atau PHBS; 2) Penapisan darah donor oleh unit transfusi darah PMI; 3) Deteksi dini Hepatitis B pada ibu hamil; 4) Deteksi dini hepatitis B pada tenaga kesehatan; 5) Pengembangan Surveilans Hepatitis B dan C bagi kelompok masyarakat berisiko tertetular dan menularkan, yaitu pengguna narkoba suntik (Penasun), lelaki yang melakukan seks dengan lelaki (LSL), Waria dan wanita penjaja seks (WPS); serta 6) pengembangan program Perawatan Dukungan Pengobatan (PDP) Hepatitis B dan C.
Lebih lanjut, Wamenkes menyatakan bahwa upaya-upaya yang telah diinisiasi oleh Kemenkes tersebut dirasakan masih perlu upaya akselerasi, agar kita bisa menekan laju penularan, mengurangi angka kesakitan dan kematian, meningkatkan kualitas hidup bagi yang telah terinfeksi.
“Melalui pertemuan ini saya berharap agar para peserta pertemuan dapat mulai memikirkan, mengembangkan dan memasukan dalam rencana kerja upaya pengendalian Hepatitis virus sebagai upaya prioritas dapat dilakukan atau dikolaborasikan dengan program lain”, ujar Wamenkes.
Sidang majelis kesehatan sedunia atau World Health Assembly (WHA) tahun 2010, Indonesia bersama Brazil dan Colombia memprakarsai terbitnya Resolusi WHA 63.18 tentang Seruan Pengendalian Hepatitis Virus, sebagai Public Health Concern secara global. Sidang WHA ke-67 pada Mei 2014 diterbitkan resolusi 67.6 yang isinya adalah memperkuat resolusi sebelumnya dan menyuarakan aksi konkrit dalam pengendalian Hepatitis virus di masyarakat. Dengan disepakatinya resolusi ini, diharapkan Indonesia akan melakukan aksi konkrit pada Pengendalian Hepatitis melalui Gerakan Pemerintah Bersama Masyarakat.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline <kode lokal> 500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, website www.depkes.go.id dan email kontak@depkes.go.id.