Indonesia merupakan negara yang secara biogeografis menjadi pertemuan dua daerah pembagian binatang di dunia, yaitu daerah Oriental dan Australia. Kondisi ini menyebabkan jumlah dan keanekaragaman spesies satwa liar di Indonesia sangat beragram dan terdistribusi pada berbagai tipe habitat dan ekosistem. Hal tersebut berpengaruh terhadap sebaran vektor dan reservoir, serta penyakit yang ditularkan. Oleh karena itu pemutakhiran data secara berkesinambungan mengenai sebaran geografis, perubahan iklim, serta konfirmasi vektor dan reservior penyakit sangat diperlukan untuk mengetahui macam dan jumlah spesies, potensi dan peranan di dalam penularan penyakit tular vektor dan reservoir di Indonesia, yang bermanfaat dalam pengendalian/penanggulangan penyakit tular vektor dan reservoir.
Demikian disampaikan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama SpP(K),MARS,DTM&H.DTCE pada acara Pembukaan Sosialisasi Riset Khusus Vektor dan Reservoir Penyakit di Indonesia, di Semarang (28/8). Acara ini dihadiri peserta dari lintas sektor kementerian, universitas-universitas, dan stake holders.
Vektor dan Reservoir penyakit (Rikhus Vektora) di Indonesia berasal dari hewan tak bertulang belakang seperti nyamuk, tikus, dan kelelawar. Masalahnya belum banyak pengetahuan tentang penyakit yang disebarkan oleh hewan tidak bertulang belakang ini, Untuk itu Pemerintah Indonesia dalam hal ini Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI akan melakukan Rikhus vektora.
Tahun 2014, Balitbangkes telah mengagendakan pelaksanaan Rikhus Vektor dan Reservoir Penyakit. Riset dilaksanakan karena minimnya data base tentang penyebaran dan peningkatan kasus penyakit tular Vektor dan Reservoir yang tidak dapat diprediksi dan terkendali.
Rikhus Vektora akan dilaksanakan secara bertahap di 34 provinsi di Indonesia selama 3 tahun, yang dimulai 2015-2017. Pada tahun 2015 kegiatan dilaksanakan di 9 provinsi, tahun 2016 di 13 provinsi dan pada tahun 2017 di provinsi tersisa. Pelaksanaan persiapan dan uji coba sudah mulai dilakukan pada tahun 2014. Pelaksanaan pengumpulan data akan mencakup 136 kabupaten dengan 86 titik ekosistem di seluruh provinsi.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui hotline