Dimensi pembangunan diarahkan pada upaya kebijakan dan program yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat yang menghasilkan manusia-manusia Indonesia yang unggul. Karena itu, salah satu prioritas pembangunan adalah pembangunan karakter bangsa, yang tentunya ditentukan pula oleh kecukupan gizi.
“Kekurangan gizi pada usia dini akan berimplikasi pada perkembangan anak dan selanjutnya perkembangan potensi diri pada usia produktif”, ujar Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani S.Sos, saat membuka secara resmi kegiatan Diseminasi Global Nutrition Report (GNR), di Kantor Bappenas, Jakarta, Senin pagi (9/2).
Menurutnya, masalah gizi di Indonesia dipengaruhi banyak faktor, diantaranya kemiskinan, kesehatan, pangan, pendidikan, air bersih, keluarga berencana, dan faktor lainnya. Oleh karena itu permasalahan perbaikan gizi masyarakat merupakan upaya dari berbagai sektor yang membutuhkan sinergi dan harus terkoordinasi.
“Upaya percepatan perbaikan gizi akan diarahkan pada penyusunan program prioritas di kementerian terkait, mobilisasi sumber dana, sarana dan daya, advokasi serta pendidikan masyarakat untuk program perbaikan gizi”, tambahnya.
Pemerintah telah menyiapkan target perbaikan gizi masyarakat. Sejumlah target itu, antara lain menurunnya Angka Kematian Ibu (AKI) per 100.000 kelahiran hidup, dari 359 menjadi 306 pada tahun 2019; Menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB) per 1.000 kelahiran hidup dari 32 menjadi 24 pada tahun 2019; Menurunnya prevalensi kekurangan gizi pada anak balita, dari 19,6% menjadi 17% pada tahun 2019; dan menurunnya prevalensi stunting pada anak di bawah 2 tahun, dari 33% menjadi 28% pada tahun 2019.
“Semua target itu, tidak akan bisa terwujud jika seluruh kementerian dan lembaga tidak bersungguh-sungguh dalam memberikan dukungan dan membangun komitmen bersama dalam melaksanakan gerakan percepatan perbaikan gizi”, kata Puan.
Selaras dengan hal tersebut, Menteri PPN atau Kepala Bappenas, Drs. Andrinof Achir Chaniago, M.Si, menyatakan bahwa perlu peningkatan tiga dimensi utama untuk menciptakan manusia Indonesia yang unggul, yaitu aspek kecerdasan, kesehatan fisik; dan ketahanan mental.
“Masalah gizi masuk ke dalam tiga dimensi tersebut. Gizi penting untuk meningkatkan kecerdasan manusia, menyehatkan fisiknya serta menguatkan mental dan perilaku manusia Indonesia”, tuturnya.
Sementara itu, Menteri Kesehatan RI, yang diwakili oleh Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, dr. Anung Sugihantono, M.Kes, menerangkan bahwa gizi merupakan pondasi yang sangat penting dan memiliki peran besar dalam bebagai aspek yang pada akhirnya memberikan kontribusi terhadap pembangunan suatu bangsa, diantaranya: 1) Investasi gizi pada remaja perempuan dapat meningkatkan statusnya kelak saat menjadi ibu dan bermanfaat bagi keluarga kecilnya sebagai cikal bakal pencetakan sumber daya manusia; 2) Perhatian khusus pada gizi berdampak langsung pada keuntungan di bidang pertanian dengan peningkatan produksi untuk penyediaan kebutuhan pangan bagi masyarakat, dan menjaga keseimbangan lingkungan dengan mempertahankan makan berbasis pangan lokal; 3) Perbaikan gizi merupakan langkah awal dalam pengembangan SDM dan penurunan kemiskinan; 4) Gizi yang cukup dapat memperbaiki kondisi pasca konflik; 5) program perbaikan gizi merupakan sebuah proses partisipasi yang mengedepankan HAM; dan 6) Gizi yang cukup meningkatkan imunitas dan berperan pada pencegahan penyakit tidak menular (PTM).
“Hubungan gizi dengan pembangunan bersifat timbal balik, yang artinya bahwa gizi akan menentukan keberhasilan suatu bangsa, begitupula sebaliknya kondisi suatu bangsa dapat mempengaruhi status gizi masyarakatnya”, terangnya.
Gizi dalam kaitannya dengan pembangunan suatu bangsa berkaitan dengan sumber daya manusia, karena gizi sebagai sentra untuk pembangunan manusia. Seseorang yang hidup didukung dengan gizi yang cukup sesuai kebutuhan akan tumbuh dan berkembang secara optimal dan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas (fisik yang sehat, cerdas, kreatif, produktivitas tinggi).
Kekurangan gizi pada awal kehidupan berdampak serius terhadap kualitas sumber daya mnusia di masa depan. Hal ini dikarenakan kurang gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan, berat badan lahir rendah (BBLR), kecil, pendek, kurus, serta daya tahan tubuh yang rendah. Dalam perkembangannya, seorang anak yang kurang gizi akan mengalami hambatan perkembangan kognitif dan kegagalan pendidikan sehingga berakibat pada rendahnya tingkat produktivitas di masa dewasa. Kurang gizi yang dialami saat awal kehidupan juga akan berdampak pada peningkatan risiko gangguan metabolik yang berujung pada kejadian penyakit tidak menular seperti diabetes, stroke, penyakit jantung, dan penyakit lainnya saat memasuki usia dewasa.
“Apabila semua penduduk suatu bangsa memperoleh gizi yang cukup sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal maka akan terlahir penduduk yang memiliki kualitas yang baik, dan sumber daya manusia yang berkualitas ini merupakan unsur utama dalam pembangunan suatu bangsa”, pungkasnya.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline <kode lokal> 500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, website www.depkes.go.id dan email kontak@depkes.go.id.