Jakarta, 28 Mei 2015
Dewasa ini, tingkat konsumsi tembakau khususnya yang terdapat dalam rokok terus menjadi perhatian di dunia kesehatan. Jumlah perokok usia muda pun terus meningkat tajam. Berdasarkan hasil Riskesdas, proporsi perokok pemula (10-14 tahun) mengalami kenaikan yang cukup pesat pada tahun 2010-2013 yaitu sebesar 6,2%. Prevalensi Perokok remaja (15-19 tahun) khususnya perempuan meningkat 10 kali lipat. Pada tahun 2013, diperkirakan terdapat 6,3 juta wanita Indonesia usia lebih dari 15 tahun yang merokok. Jika dilihat dari status ekonomi, perokok miskin bahkan memiliki kecenderungan untuk mengorbankan kebutuhan sandang pangan untuk memenuhi kebutuhan rokok.
Merokok adalah salah satu faktor risiko penyakit tidak menular (PTM). Proporsi kematian akibat penyakit tidak menular di Indonesia meningkat dari 50,7% di 2004 menjadi 71% di 2014. Empat dari lima penyebab kematian tertinggi 2014 yaitu stroke, kardiovaskular, DM, dan Hipertensi. PTM menyebabkan beban ekonomi sebesar 4,47 trilyun dollar AS atau 17.863 dollar AS per kapita 2012-2030.
Sebagian besar iklan rokok pada billboard dan media elektronik mampu menarik generasi muda untuk menjadi perokok. Selain itu, kegiatan yang disponsori oleh industri rokok juga memiliki pengaruh pada generasi muda untuk mulai merokok.
Demikian sambutan Menteri Kesehatan RI, Prof. Nila F. Moeloek, (28/5) pada acara Indonesia Conference on Tobacco or Health (ICTOH) di Jakarta. Menkes juga menyampaikan tentang arah kebijakan Kementerian Kesehatan 2015-2019, yaitu penguatan pelayanan kesehatan primer, penerapan pendekatan keberkelanjutan pelayanan mengikuti siklus hidup manusia, dan intervensi berbasis risiko kesehatan.
“Berbagai upaya untuk mencegah dan mengendalikan konsumsi tembakau telah dilakukan. Salah satunya adalah dengan menetapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). KTR diberlakukan di Fasyankes, tempat proses belajar, tempat ibadah, angkutan umum, dan tempat lain yang ditetapkan. Selain itu, dengan adanya iklan layanan masyarakat (ILM) melalui media cetak dan elektronik diharapkan mampu membudayakan kebiasaan hidup tanpa rokok” ujar Menkes.
Lebih lanjut, Menkes juga mengharapkan dukungan stakeholder dan mitra kesehatan untuk ikut mensukseskan upaya promotif-preventif dalam pembangunan kesehatan termasuk promotif-preventif terkait pengendalian tembakau, melakukan advokasi dalam melindungi masyarakat dari dampak buruk kesehatan akibat konsumsi tembakau, dan sebagai panutan perilaku hidup bersih dan sehat dalam keluarga, lingkungan, dan masyarakat.
Layanan upaya berhenti merokok juga terdapat pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes). Kegiatan yang terdapat pada fasyankes tingkat pertama antara lain membantu perokok untuk berhenti merokok (konseling), membangun motivasi, dan menciptakan lingkungan yang mendukung. Pada fasyankes tingkat lanjut akan diberikan konseling lanjutan dan pengobatan spesialistik.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 500-567; SMS 081281562620; faksimili: (021) 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id