Diperkiraan setidaknya 11% dari beban penyakit di dunia berasal dari penyakit atau keadaan yang sebenarnya bisa ditanggulangi dengan pembedahan. WHO menyatakan bahwa kasus bedah adalah masalah kesehatan masyarakat. Berkaitan dengan itu pula pada World Health Assembly bulan Mei tahun 2015 menyetujui suatu resolusi yang berjudul Strengthening emergency and essential surgical care anaesthesia as a component of universal health coverage, yang pada dasarnya meminta semua anggota WHO meningkatkan akses dan kualitas pelayanan bedah terutama dalam mengatasi masalah gawat darurat dan esensial. Selain itu resolusi ini mengemukakan pentingnya menguatkan pelayanan bedah di tingkat kabupaten yang terintegrasi dengan pelayanan kesehatan primer sehingga tujuan pelayanan paripurna dalam mencapai Universal Health Coverage.
Demikian sambutan Menteri Kesehatan Prof Dr, dr. Nila F Moeloek Sp.M(K) saat membuka Muktamar Ahli Bedah Indonesia (MABI) XX dengan tema How to Promote Minimally Invasive and Robotic Surgery In Indonesia between The Hope and Government Policy, di Hotel Shanggrila Surabaya (20/8).
Pada kesempatan tersebut Menkes menyampaikan penghargaan kepada semua spesialis bedah di seluruh Tanah Air yang telah bekerja membantu masyarakat dengan menggunakan keilmuan dan keterampilan bedahnya. Hal ini sesuai dengan laporan Health Sector Review tahun 2014, kecelakaan lalu lintas menjadi beban penyakit (disease burden) nomor dua di Indonesia setelah stroke; dan dokter bedah adalah tenaga kesehatan utama yang menanggulangi masalah ini.
Saat ini Pemerintah sedang mengembangkan sistem regionalisasi rujukan dengan menetapkan 110 rumah sakit rujukan regional, 20 rumah sakit rujukan propinsi dan 14 rumah sakit rujukan nasional. Menkes meminta kepada para dokter spesialis bedah untuk memperkuat sistem rujukan, dengan memprioritaskan pemenuhan kebutuhan dokter spesialis di rumah sakit. Kedepan perlu pemikiran bersama agar dokter spesialis dapat ditempatkan di daerah lain sesuai kebutuhan rumah sakit. “Saya berharap IKABI dapat mendorong para anggotanya (dokter spesialis Bedah) untuk mengabdikan ilmunya kepada masyarakat yang sangat membutuhkan,” urai Menkes lebih lanjut.
Kementerian Kesehatan menyambut baik pengembangan teknologi pembedahan berupa minimally invasive surgery. Penerapan teknik ini di berbagai bidang bedah memperlihatkan bahwa teknik ini lebih aman dibanding operasi terbuka, selain itu masa pemulihan lebih cepat, dan sembuh dengan rasa nyeri lebih ringan serta masa rawat yang lebih singkat. Tidak kurang pentingnya adalah biaya yang dikeluarkan secara umum juga lebih rendah sehingga bisa dikatakan cost-effective. Berdasarkan hal di atas Kementerian Kesehatan mendukung pengembangan teknik operasi tersebut dalam Permenkes no 46 tahun 2014, peralatan minimal invasive surgery sudah masuk sebagai peralatan standar untuk RS kelas A, sedangkan untuk kelas B masih merupakan pilihan. Mengenai penggunaan sistem robot sebagai pengembangan dari teknik laparoskopi, belum tercantum sebagai peralatan standar mengingat harganya yang relative mahal dibanding manfaatnya.
Pada kesempatan tersebut Menkes mengingatkan mengenai keselamatan pasien yang sampai saat ini masih menjadi isu kesehatan global yang serius termasuk juga di Indonesia. Terkait tindakan bedah,diperkirakan lebih dari 100 juta pasien di dunia menerima pelayanan bedah dimana setengahnya dapat mengalami kematian atau kecacatan akibat kejadian tidak diinginkan yang bisa dicegah. Data dari WHO menemukan 90% dari cedera terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Keselamatan pasien menjadi perhatian dari Organisasi Kesehatan Dunia WHO – termasuk Indonesia, dimana sejak tahun 2002 WHO gencar melakukan kampanye mengenai Keselamatan Pasien dan pada tahun 2008 mencanangkan Safe Surgery Save Lives untuk meningkatkan keselamatan pada pelayanan bedah di dunia bagi seluruh negara anggotanya. Di Indonesia, keselamatan pasien menjadi fokus utama pada penilaian akreditasi dan implementasi di rumah sakit. Menkes minta IKABI mengambil langkah – langkah yang dianggap perlu untuk dapat menjadikan keselamatan pasien sebagai budaya dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berfokus pada pasien (Patient Centeredness) untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di Indonesia. Tampaknya organisasi profesi dan semua pemangku kepentingan harus bekerja sama dan bekerja lebih keras. Data dari MKDKI menunjukkan bahwa 76 dari 321 kasus yang diadukan ke MKDKI dari tahun 2006 sampai tahun 2015, berkaitan dengan spesialis bedah. Cukup banyak dari kasus tersebut disebabkan oleh faktor komunikasi yang kurang berlangsung dengan baik, selain kepatuhan pada standar pelayanan yang sudah ditetapkan.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline <kode lokal> 1500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, website www.depkes.go.id dan email kontak@depkes.go.id.