Sebagian besar orang yang telah terinfeksi virus Hepatitis B kronis (HBV) atau virus Hepatitis C (HCV) akan membutuhkan pengobatan di suatu waktu dalam periode hidup mereka. Kebutuhan ini menjadi mendesak bagi mereka yang telah memiliki kerusakan hati dan berisiko tinggi mengalami komplikasi bahkan kematian dini.
“Sebagian besar morbiditas dan mortalitas akibat Hepatitis virus berhubungan dengan Hepatitis B dan Hepatitis C yang kronis”, ujar Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, dr. H. Mohamad Subuh, MPPM, pada pembukaan Workshop on Developing The Regional Action Plan For Hepatitis di Jakarta, Selasa (26/4),
Beban Penyakit Hepatitis Virus di Asia Tenggara dan Indonesia
Hepatitis adalah peradangan pada organ hati yang disebabkan oleh berbagai sebab, seperti bakteri, virus, proses autoimun, obat-obatan, perlemakan, alkohol dan zat berbahaya lainnya. Infeksi (virus, bakteri, dan parasit) menjadi penyebab umum Hepatitis, dan infeksi karena virus Hepatitis A, B, C, D atau E merupakan yang terbanyak, di samping infeksi virus lainnya, seperti mononucleosis infeksiosa, demam kuning, atau sitomegalovirus. Hepatitis yang disebabkan infeksi virus bisa disebut juga Hepatitis viral.
Di wilayah Asia Tenggara diperkirakan 100 juta orang hidup dengan Hepatitis B kronis dan 30 juta orang hidup dengan hepatitis C kronis. Setiap tahun di wilayah tersebut, Hepatitis ,B menyebabkan hampir 1,4 juta kasus baru dan 300.000 kematian. Sementara, Hepatitis C menyebabkan sekitar 500.000 kasus baru dan 160.000 kematian.
Prevalensi Hepatitis B kronis adalah sekitar 8% di Democratic People’s Republic of Korea, Myanmar Thailand, dan Indonesia, sedangkan prevalensi di Timor-Leste diperkirakan pada 6 -7%. Sementara itu, terdapat negara tertentu di kawasan Asia Tenggara yang memiliki sejumlah besar kasus Hepatitis virus. India misalnya, memiliki hampir 40 juta orang dengan infeksi HBV kronis dan 12 juta orang terinfeksi dengan HCV kronis. Selain itu, sekitar 65% dan 75% dari orang-orang dengan HBV kronis dan infeksi HCV, masing-masing tidak menyadari status mereka. Wilayah ini juga memiliki kasus besar Hepatitis A dan E, yang mana lebih dari 50% beban Hepatitis E global ada dalam wilayah ini.
Sementara itu di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) menemukan bahwa prevalensi HBsAg adalah 7,2%. Angka ini lebih rendah bila dibandingkan dengan data tahun 2007, yaitu 9,4% pada populasi umum. Diperkirakan 18 juta orang memiliki Hepatitis B dan 3 juta orang menderita Hepatitis C. Sekitar 50% dari orang-orang ini memiliki penyakit hati yang berpotensi kronis dan 10% berpotensi menuju fibrosis hati yang dapat menyebabkan kanker hati. Angka-angka ini menunjukkan bahwa 1.050.000 pasien memiliki potensi untuk menjadi kanker hati. Untuk itu, surveilans Hepatitis B dan Hepatitis C telah dilakukan di kalangan penduduk berisiko tinggi.
Pengendalian Hepatitis Virus di Indonesia
Guna mengendalikan virus hepatitis, Kementerian Kesehatan RI memiliki 5 aksi utama, yaitu: 1) Peningkatan kesadaran, kemitraan dan mobilisasi sumberdaya; 2) Pengembangan Surveilans Hepatitis untuk mendapatkan data sebagai dasar untuk penyusunan respons penanggulangan; 3) Memperkuat hukum dan peraturan; 4) Upaya pencegahan secara komprehensif; dan 5) Deteksi dini, dan tindak lanjutnya yang mencakup akses Perawatan, dukungan dan Pengobatan.
Untuk memperkuat program pengendalian Hepatitis, sedang dilakukan beberapa upaya, diantaranya: 1) Meningkatkan advokasi, teknis, dan pengetahuan umum tentang Hepatitis virus kepada anggota masyarakat, penyedia layanan kesehatan dan stakeholder; 2) Mendorong Dinas Kesehatan untuk mengembangkan rencana strategis tingkat provinsi; 3) Memperluas akses masyarakat terhadap perawatan, dukungan dan pengobatan; 4) Mengintegrasikan upaya kesehatan yang berhubungan dengan Hepatitis virus, HIV AIDS, serta kesehatan ibu dan anak; 5) Mengintegrasikan upaya kesehatan masyarakat yang baik melalui peningkatan efisiensi dan efektivitas kerja; 6) Memperbaiki strategi nasional pengendalian Hepatitis; dan 7) Memperbaiki pedoman.
Diharapkan dengan upaya pencegahan dan pengendalian Hepatitis di Indonesia tersebut, akan tercapai Eliminasi Penularan Hepatitis B, bersama dengan HIV dan Sifilis dari ibu ke anak Tahun 2020; sedangkan Eliminasi Hepatitis C diharapkan dapat tercapai pada tahun 2030.
Strategi menuju Eliminasi Penularan Hepatitis B dari ibu ke anak 2020 melalui: 1) Peningkatan cakupan imunisasi pada bayi baru lahir < dari 24 jam dari saat kelahirannya, 2) Deteksi Dini Hepatitis B pada ibu hamil dan kelompok berisiko tinggi lainnya, masing-masing dengan cakupan paling tidak 90%.
Sedangkan Strategi untuk mencapai Eliminasi Hepatitis C Tahun 2030: 1) Tatalaksana kasus Hepatitis C dengan pemilihan jenis obat yang tingkat kesembuhan diatas 90%, efek samping relatif rendah, dan harga yang terjangkau, 2) Deteksi dini penemuan kasus secara aktif , masing-masing cakupan paling tidak 90%.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline (kode lokal) 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.