Besarnya kerugian yang ditimbulkan akibat wabah penyakit menular, penyakit yang meluas (misalnya Kolera), munculnya kembali penyakit re-emerging disease (misalnya demam kuning), ditambah dengan munculnya risiko baru (misalnya virus Zika), jelas menunjukkan bahwa kesiapan negara terhadap ancaman kesehatan masyarakat global menjadi sebuah kebutuhan yang mendesak.
Hal inilah yang melatarbelakangi diselenggarakannya High Level Meeting on Advancing Global Health Security: From Commitments to Actions yang diprakarsai oleh organisasi kesehatan dunia WHO di Nusa Dua, Bali, pada 27-29 Juni 2016. Rangkaian kegiatan yang akan berlangsung selama tiga hari tersebut merupakan kelanjutan dari pertemuan GHS Beyond Ebola di Cape town tahun 2015 lalu yang juga diselenggarakan oleh WHO.
Kesempatan tersebut mempertemukan berbagai elemen kunci dalam kerja sama penguatan ketahanan kesehatan global, antara lain: pejabat tinggi atau perwakian negara, badan dunia (WHO, FAO, OIE), dan badan pembiayaan/donor (WB, EU, DFAT, DFID, USAID, JICA, KOICA, Bill Melinda Gates Foundation).
Selain dihadiri oleh Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K), pertemuan ini dihadiri pula oleh Minister of State for Health Maldives, Dr. Aishath Rameela; Vice Minister of Health, Timor Leste, Dr. Ana Isabel F.S. Soares; Vice Minister of Health, Ghana, Dr. Victor Bampoe; Regional Director of WHO South-East Asia Region, Dr. Poonam Khetrapal Singh, Regional Director of WHO AFRO, Dr. Matshidiso Moeti; Pejabat setingkat eselon I perwakilan delegasi dari negara Jepang, Finlandia, Korea Selatan, Kamerun, Afrika Selatan; Anggota Parlemen Italia, Tanzania, dan Bangladesh; Kepala Pusat Kesehatan TNI; Gubernur Bali; dan Bupati Badung.
Delegasi RI terdiri dari Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK); Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Pertahanan.
Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk memperkuat kesiapan negara di tingkat nasional, regional, bahkan global dalam menghadapi ancaman kesehatan masayarakat, serta menyepakati mekanisme pendanaan berkelanjutan guna membangun kapasitas inti yang dibutuhkan sesuai International Health Regulations (IHR) tahun 2005.
Selain itu, salah satu kegiatan yang penting dalam pertemuan ini adalah proses Joint External Evaluation (JEE) yang dikembangkan oleh WHO, bekerja sama dengan mitra dan inisiatif seperti GHSA yang akan membantu negara-negara mengindentifikasi kesenjangan dan menetapkan prioritas dalam upaya peningkatan kemampuan kesiapsiagaan dan respon, baik dalam kesehatan manusia, maupun kesehatan hewan.
Sekilas Mengenai GHSA
Global Health Security Agenda (GHSA) merupakan inisiatif global yang diluncurkan pada bulan Februari 2014. Inisiatif tersebut muncul sebagai bentuk respon terhadap meningkatnya kerentanan masyarakat global terhadap kemungkinan munculnya berbagai jenis penyakit baru dan pandemi yang diakibatkan oleh dampak negatif perubahan iklim, meningkatnya lalu lintas barang, jasa, manusia dan hewan lintas negara serta praktek-praktek pertanian, peternakan dan industri yang dinilai tidak lagi alamiah dan ramah lingkungan.
GHSA bertujuan untuk mencegah, mendeteksi dan merespon cepat berbagai ancaman penyakit infeksi di tingkat global, baik yang terjadi secara alamiah maupun karena adanya unsur kesengajaan ataupun musibah. GHSA melibatkan multi-stakeholders, bersifat multi-sektoral serta di dukung badan-badan dunia di bawah PBB, antara lain: World Health Organisation (WHO), Food and Agriculture Organisation (FAO), dan World Organisation for Animal Health (OIE).
Melalui kemitraan dengan 50 negara, dengan organisasi internasional, dan para pemangku kepentingan non-pemerintah, GHSA memfasilitasi upaya kolaborasi dan peningkatan kapasitas negara, yang dilakukan sejalan dengan International Health Regulation (IHR) WHO, Performance of Veterinary Services (PVS) OIE, dan framework keamanan kesehatan global terkait lainnya.
Motor penggerak kegiatan GHSA adalah Steering Group yang beranggotakan sepuluh negara yaitu Amerika Serikat, Chile, Finlandia, India, Indonesia, Italia, Kanada, Kenya, Korea Selatan, dan Saudi Arabia. Keketuaan Steering Group dilaksanakan melalui mekanisme Troika (3 negara secara bergantian). Troika pertama terdiri dari Amerika Serikat (memimpin pada 2014), Finlandia (2015), dan Indonesia (2016).
Selain menjadi Ketua Troika GHSA pada tahun 2016, Indonesia juga menjadi lead country untuk Action Package Zoonotic Disease (Prevent-2) dan menjadi contributing country untuk Action Package Anti Microbial Resistance (Prevent-1), Real-Time Surveillance (Detect-2), dan Linking Public Health with Law and Multisectoral Rapid Response (Respond-2).
Di tingkat nasional, penanganan GHSA dilakukan oleh 25 Kementerian/Lembaga di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, serta Menteri Kesehatan sebagai Ketua Umum.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline (kode lokal) 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id