Antusiasme para siswa SMP Negeri 157 Jakarta mengalahkan teriknya matahari siang itu, Selasa (4/10). Kedatangan Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K) bersama Wakil Gubernur DKI Jakarta, Drs. Djarot Saiful Hidayat, MSi, ke sekolah mereka menjadi sebuah kesempatan emas bagi para siswa untuk dapat berdialog langsung mengenai Bahaya Rokok dan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di sekolah.
Menanggapi pertanyaan salah satu siswa bernama Arya terkait upaya yang dapat mencegah para remaja menjadi perokok pemula, Menkes menuturkan bahwa merokok itu sama sekali tidak bermanfaat.
“Rokok ini biasanya awalnya coba-coba, apalagi buat ABG nih biasanya mau gaya, trus ikut-ikut nyoba rokok. Jeleknya, rokok itu addict yaa. Kita nyoba ngerokok sekali lalu ketagihan, kecanduan terus sampai tua mau berhenti susahnya setengah mati, yang untung siapa coba?” ujar Menkes.
Menjawab pertanyaan tersebut, para siswa sontak menjawab bahwa yang diuntungkan adalah pabrik rokok.
“Ya, benar. Bayangkan, mereka bisa menjual rokok dari anak kecil sampai orang tua”, tutur Menkes.
Semakin muda seseorang mulai merokok, maka dia akan semakin mudah untuk ketagihan dan sulit untuk berhenti merokok. Situasi ini jelas akan memperbesar penjualan produk mereka. Sehingga tanpa kita sadari usia remaja dan anak-anak kini jadi sasarannya. Buktinya, iklan rokok yang marak di media banyak menampilkan gaya hidup remaja, sebuah kesengajaan membidik anak muda sebagai target pasar mereka.
Menkes juga menegaskan bahwa adanya kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah itu bukan untuk menakut-nakuti, justru untuk melindungi para siswa dan warga sekolah yang berada di dalamnya.
Saat ini, Indonesia telah mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan dalam konsumsi produk tembakau, terutama rokok. Kementerian Kesehatan mencatat peningkatan prevalensi perokok dari 27% (1995), meningkat menjadi 36,3% (2013). Artinya, jika 20 tahun yang lalu dari setiap 3 orang Indonesia 1 orang di antaranya adalah perokok, maka dewasa ini dari setiap 3 orang di Indonesia 2 orang di antaranya adalah perokok.
Semakin mengkhawatirkan karena prevalensi perokok perempuan juga meningkat dari 4,2% pada tahun 1995 menjadi 6,7% pada tahun 2013. Dengan demikian, pada 20 tahun yang lalu dari setiap 100 orang perempuan Indonesia 4 orang di antaranya adalah perokok, maka dewasa ini dari setiap 100 orang perempuan Indonesia 7 orang di antaranya perokok.
Kondisi yang lebih memprihatinkan lagi adalah kebiasaan buruk merokok juga meningkat pada generasi muda. Data Kemenkes menunjukkan bahwa prevalensi remaja usia 16-19 tahun yang merokok meningkat 3 kali lipat dari 7,1% di tahun 1995 menjadi 20,5% pada tahun 2014. Adapun yang lebih mengejutkan adalah usia mulai merokok semakin muda (dini). Perokok pemula usia 10-14 tahun meningkat lebih dari 100% dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun, yaitu dari 8,9% di tahun 1995 menjadi 18% di tahun 2013.
Pada kesempatan tersebut, para siswa SMPN 157 Jakarta mengajak para hadirin untuk bersama berkomitmen untuk tidak menjadi perokok pemula dengan menyuarakan jargon “Mari kita berkomitmen untuk katakan tidak. Mari katakan tidak pada rokok. Tanpa rokok, keren loh!.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, dan alamat email [email protected].