Jakarta, 16 Februari 2017
Data dari WHO sejak 1 Desember 2016 sampai 14 Februari 2017, sebanyak 1.230 kasus infeksi demam kuning (234 dikonfirmasi, 890 yang dicurigai, dan 106 dibuang). Termasuk 197 kasus kematian (80 dikonfirmasi, 115 yang dicurigai, dan 2 dibuang), telah terdeteksi di 6 negara (Bahia, Espirito Santo, Minas Gerais, Rio Grande do Norte, Sao Paulo, dan Tocantins).
Sampai saat ini, mayoritas dari kasus yang dikonfirmasi adalah laki-laki berusia antara 21 sampai 60 tahun. Sementara kasus konfirmasi kumulatif di Indonesia sejak 2013 sampai tanggal 13 Februari 2017 adalah nihil. Meski begitu, seluruh masyarakat Indonesia diimbau agar selalu mewaspadai penyebaran penyakit ini.
Semua kasus yang terkonfirmasi dilaporkan terjadi akibat transmisi dari monyet ke manusia oleh nyamuk genus haemogogus dan sabethes. Hingga saat ini belum terjadi transmisi urban (transmisi dari manusia ke manusia, oleh nyamuk aedes aegypti).
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan RI Mohamad Subuh mengimbau masyarakat agar selalu waspada terhadap penyakit demam kuning.
“Walaupun penyebaran dari Brazil ke Indonesia pada situasi sekarang tergolong rendah, kewaspadaan harus tetap ditingkatkan terutama kepada warga negara yang datang dari negera terjangkit,” katanya.
Imbauan ini juga tertuang dalam surat edaran nomor HK.02.02/II/193/2017 yang ditujukan kepada kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) di seluruh Indonesia agar terus meningkatkan kewaspadaan penyebaran penyakit demam kuning.
Kewaspadaan dapat dilakukan dengan meningkatkan pengawasan dan pemeriksaan dokumen International Certificate of Vaccination and Prophylaxis (ICVP) demam kuning, kesehatan alat angkut. Selain itu, melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap kru dan pelaku perjalanan yang terdeteksi demam atau sakit yang diduga terkait dengan demam kuning.
Kewaspadaan kepada Warga Negara Indonesia yang akan pergi ke negara terjangkit, kata dr. Subuh, perlu dilakukan dengan pemberian vaksin demam kuning minimal 10 hari sebelum keberangkatan, memastikan ketersediaan vaksin dan ICVP, serta menjaga angka bebas jentik (ABJ) 100% di perimeter pintu masuk negara.
“Pemberian pengetahuan mengenai cara pencegahan penularan demam kuning harus dilakukan, terutama oleh Kepala KKP di seluruh Indonesia,” tambahnya.
Penyakit demam kuning sulit didiagnosa, karena gejala yang timbul mirip dengan penyakit lain seperti malaria berat, leptospirosis, virus hepatitis, demam berdarah dengue, demam hemoragik lainnya, dan keracunan.
Namun, sebagai langkah awal, diagnosis dapat dilakukan dengan tes darah untuk mendeteksi antibodi yang dihasilkan oleh tubuh. Beberapa teknik lain juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi virus yakni dengan spesimen darah atau jaringan hati yang dikumpulkan setelah kematian.
Penyakit demam kuning memiliki gejala awal demam akut yang diikuti ikterus dalam waktu dua minggu disertai dengan salah satu atau lebih dari gejala berupa pendarahan dari hidung, gusi, kulit, atau saluran pencernaan.
Demam kuning disebabkan oleh virus dari jenis Flavivirus yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk aedes atau nyamuk haemagogus. Ada tiga jenis penularan, pertama, demam kuning sylvatic, terjadi di hutan hujan tropis, virus dapat ditularkan oleh monyet pada nyamuk yang menggigit mereka.
“Nyamuk yang terinfeksi kemudian menggigit manusia yang memasuki hutan yang mengakibatkan kasus sporadis demam kuning. Biasanya terjadi pada pria yang bekerja di hutan,” ujar dr. Subuh.
Kedua, demam kuning menengah, terjadi di wilayah lembab atau semi-lembab Afrika. Nyamuk semi domestik (nyamuk yang berkembang biak di alam liar dan sekitar rumah tangga) mampu menginfeksi baik monyet maupun manusia.
Peningkatan kontak antara manusia dan nyamuk yang terinfeksi menyebabkan transmisi sehingga dapat terjadi epidemi dalam skala kecil. Siklus ini merupakan kasus yang sering menjadi wabah di Afrika. Wabah akan menjadi epidemi yang lebih parah apabila infeksi terjadi pada daerah yang memiliki banyak nyamuk domestik dan orang-orang yang tidak divaksinasi.
Ketiga, demam kuning perkotaan, epidemi besar terjadi ketika orang yang terinfeksi masuk ke wilayah padat penduduk dengan tingginya jumlah orang yang tidak divaksinasi dan tingginya jumlah nyamuk Aedes. Nyamuk yang terinfeksi dapat menularkan virus dari manusia ke manusia.
“Terdapat 44 negara endemik di Afrika dan Amerika Latin, dengan populasi gabungan lebih dari 900 juta orang memiliki risiko terkena penyakit demam kuning. Di Afrika, diperkirakan 508 juta orang tinggal di 31 negara yang berisiko. Sisanya, populasi yang berisiko berada di 13 negara di Amerika Latin, dengan Bolivia, Brazil, Kolombia, Ekuador dan Peru pada risiko terbesar,” kata Mohamad Subuh.
Jika menemukan kasus yang diduga demam kuning, maka segera melaporkan kepada Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dengan tembusan Posko KLB dalam waktu 1 x 24 jam melalui surat elektronik poskoklb@kemkes.go.id atau telp 021-4257125, 021-42877588, 087806783906 (Whatsapp).
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline (kode lokal) 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.