Mass Gatherings atau perkumpulan massa adalah sebuah kegiatan yang diikuti oleh massa yang banyak, dimana dapat menimbulkan resiko meningkatnya gangguan kesehatan. Di Indonesia, contoh mass gathering adalah pelaksanaan Ibadah Haji dan Asian Games yang tidak lama lagi akan digelar. Mass gatherings terjadi hampir di seluruh negara. Oleh karena itu koordinasi dan kolaborasi antar negara sangat diperlukan dalam menangani resiko-resiko yang terjadi selama kegiatan mass gatherings tersebut.
Pagi ini, Selasa (21/2), sejumlah negara anggota WHO di wilayah SEAR (South East Asia Region) dan EMRO (Eastern Mediteranian Region) turut hadir berkumpul di Indonesia dalam kegiatan Intercountry Consultations on Mass Gatherings Preparedness and Management untuk membicarakan masalah haji sebagai salah satu topik yang diangkat. Pembahasan mengenai isu haji merupakan kali pertama diselengarakan WHO. Indonesia menjadi tuan rumah pada pertemuan selama 2 hari ini.
Acara yang diselenggarakan di Meeting Room Hermitage Hotel ini dibuka oleh Dr. Slamet, MPH selaku Staf Ahli Menteri Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi Kementerian Kesehatan RI.
Dr. Slamet menjelaskan bahwa Kementerian Kesehatan mengapresiasi apabila pembahasan seputar haji dapat menjadi topik diskusi dalam pertemuan kali ini. “Kita harus melihat dari pengalaman yang ada, kita harus terus meningkatkan kebijakan dan praktek kita, hal ini karena Kementerian Kesehatan bertanggung jawab atas kesehatan haji, baik sebelum, selama dan setelah pelaksanaan”, tegasnya.
Lebih lanjut, Dr. Slamet menerangkan bahwa Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan beberapa kebijakan sebagai panduan informasi untuk kesehatan haji dan kondisi kesehatan haji atau istithaah untuk haji.
Kepala Pusat Kesehatan Haji, dr. Muchtaruddin Mansyur, MS, SpOK, Ph.D menambahkan bahwa “istithaah itu adalah mampu artinya jamaah dalam kondisi fit/sehat dan tidak rentan”. Untuk mengetahui jamaah dalam kondisi mampu ialah dengan melakukan beberapa pemerikasaan kesehatan. Ini merupakan tugas pemerintah untuk memastikan bahwa jamaah haji yang akan berangkat adalah dalam kondisi yang baik. Pemerikasaan kondisi kesehatan jamaah dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan tingkat kabupaten/kota, pusat kesehatan dan atau Rumah Sakit. Waktu pemeriksaan adalah dua tahun sebelum keberangkatan jamaah haji ke Arab Saudi.
Hal lain yang penting untuk dilakukan ialah Pemerintah harus menentukan status kesehatan jamaah haji yang diklasifikasikan sebagai jamaah risiko tinggi atau bukan risiko tinggi. Status kesehatan yang dikategorikan dalam risiko tinggi ialah jamaah dengan usia 60 tahun atau lebih dan pernah tercatat memiliki faktor risiko kesehatan dan masalah kesehatan potensial yang dapat menyebabkan keterbatasan dalam melakukan ibadah haji.
Dalam kegiatan konsultasi antar negara ini, masing-masing perwakilan negara berbagi pengalaman dalam menyelenggarakan kegiatan yang melibatkan banyak masa. Seperti disampaikan oleh dr. Bardan Jung Rana dari WHO SEARO bahwa saat ini perlu membahas peluang dari Indonesia yang menyelenggarakan kegiatan Perkumpulan Masa untuk menyiapkan sarana dan prasarana serta sumber daya yang ada.
Selain itu, tidak lama lagi Indonesia akan menjadi tuan rumah Asian Games yang dihadiri banyak massa. Untuk itu Indonesia perlu meningkatkan semua sumber daya yang ada, seperti akses ke pelayanan kesehatan, transportasi yang aman, dll. Secara tidak langsung negara yang menyelenggarakan kegiatan perkumpulan massa memiliki kesempatan dan kendala dalam penyelenggaraannya. Kesempatannya ialah negara tersebut dapat meningkatkan sarana dan prasarana yang dapat digunakan secara jangka panjang kedepannya. Sedangkan kendalanya adalah lebih kepada timbulnya resiko penyakit menular yang disebabkan banyaknya orang asing yang masuk ke sebuah negara.
Untuk fokus pembahasan terkait perkumpulan masa keagamaan seperti Umrah dan Haji, perwakilan dari WHO Regional Office for Eastern Mediterranean dr. Mamunur Rahman Malik menjelaskan bahwa Kerajaan Arab Saudi menyusun kebijakan persyaratan kesehatan sesuai bukti yang ada. Seluruh negara harus berbagi informasi tentang kondisi negara masing-masing sehingga Pemerintah Arab Saudi dapat menyusun kebijakan kesehatan untuk haji sesuai dengan kebutuhan.
Pemerintah Arab Saudi sudah mengeluarkan Health Advisories Recommendations untuk mengurangi infeksi menular selama kegiatan Mass Gathering, antara lain menggunakan masker atau sapu tangan saat berada dikeramaian dan saat bersin atau batuk; tidak menyentuh mata, hidung atau mulut dengan tangan apabila belum dicuci dengan air; menyapa orang lain hanya dengan berjabat tangan (hindari kontak langsung); gunakan vaksin untuk menjaga kondisi tubuh.
dr. Mamunur menambahkan, “Pemerintah Arab Saudi pasti melakukan screening disetiap entry point bersama WHO sebagai penilai untuk meminimalisir potensi resiko peningkatan penyakit yang dapat terjadi”. Pemerintah Arab Saudi terus melihat keadaan kondisi daerah-daerah yang menjadi pusat kegiatan perkumpulan massa, apa yang sudah ada dan apa yang belum ada, untuk dapat ditingkatkan sarana dan prasarananya. “Semua ini dilakukan agar kita memiliki kesehatan yang baik kedepannya”, tegasnya.
Perhatian khusus juga diberikan oleh Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan mengedepankan kebijakan kesehatan masyarakat melalui upaya promotif preventif untuk mendukung penanggulangan faktor resiko pesakitan. Seperti disampaikan oleh Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan dr. Ahmad Yurianto, “Kementerian Kesehatan menyediakan perawatan darurat dan layanan tambahan untuk mengontrol faktor risiko kesehatan seperti : pemberian imunisasi, surveillance, pengendalian wabah dan respon, Hygiene-Sanitasi dan upaya Kesehatan Lingkungan, komunikasi risiko dan komunitas upaya kesadaran, serta manajemen data, termasuk rekaman, pelaporan, dan penyebaran informasi”
Bentuk perhatian lainnya yang diberikan oleh pemerintah Indonesia dalam menghadapi kegiatan mass gathering, ialah dengan menyiapkan pelayanan medis selama kegiatan mass gathering berlangsung, seperti : penyediaan layanan perawatan kesehatan di sekitar lokasi acara; penyediaan tambahan tenaga medias profesional jika diperlukan yang meliputi dokter, perawat, pekerja ambulans, paramedis, teknisi medis darurat dan bantuan individu terlatih pertama; penyediaan pusat pelayanan medis tambahan atau posko kesehatan; serta penyediaan layanan ambulans tambahan dan layanan kesehatan rujukan lainnya, pungkasnya.
Melalui pertemuan ini diharapkan seluruh negara anggota dan penyelengara kegiatan Mass Gatherings dapat meningkatkan koordinasi dan kolaborasi antar negara untuk menakan angkat pesakitan dan resiko kematian yang dapat terjadi selama kegiatan Mass Gatherings.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi ‘Halo Kemkes’ melalui hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.
Kepala Biro Komunikasi dan
Pelayanan Masyarakat
drg. Oscar Primadi, MPH
NIP.196110201988031013