Jakarta, 4 Juli 2018
Terdapat tiga alasan seseorang memainkan permainan berbasis internet (online gaming), antara lain bertujuan untuk bersenang-senang, menghilangkan stres, dan mengisi waktu luang.
“Kita tidak boleh mengatakan bahwa semua yang memainkan game dikatakan kecanduan atau gangguan mental”, tutur praktisi kesehatan jiwa, dr. Kristiana Siste, SpKJ (K) dari Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia saat ditemui Selasa petang (3/7).
Seperti kita ketahui, Organisasi Kesehatan Dunia atau world health organizations (WHO) menetapkan Kecanduan game atau game disorder ke dalam versi terbaru International Statistical Classification of Diseases (ICD) sebagai penyakit gangguan mental untuk pertama kalinya. Dalam versi terbaru ICD-11, WHO menyebut bahwa kecanduan game merupakan disorders due to addictive behavior atau gangguan yang disebabkan oleh kebiasaan atau kecanduan.
Dijelaskan dr. Siste, seseorang dikatakan online/video gaming disorder bila memenuhi kriteria yang telah ditetapkan WHO, yaitu adanya perilaku berpola dengan karakteristik sebagai berikut: 1) Ada ganguan kontrol untuk melakukan permainan tersebut (tidak dapat mengendalikan diri); 2) Lebih memprioritaskan memainkan permainan tersebut dibandingkan dengan aktivitas yang seharusnya lebih diutamakan; 3) Intensitasnya semakin meningkat dan berkelanjutan meskipun ada konsekuensi atau dampak negatif yang dirasakan; 4) Perilaku berpola tersebut menyebabkan gangguan yang bermakna pada fungsi pribadi, keluarga, sosial, pendidikan dan area penting lainnya; serta 5) pola tersebut sudah berlangsung selama 12 bulan.
“Bermain game sampai menyebabkan distress dan disfungsi, barulah akan kita masukkan ke kategori gangguan mental”, tukas dr. Siste.
Online gaming ini, menurut dr. Siste, sangat digemari anak-anak, remaja bahkan dewasa muda seringkali menyuguhkan konten yang memacu adrenalin (tantangan). Selain itu, di dalam permainan semua pemain diberikan kesempatan yang setara/ sama untuk menang, sementara pada kehidupan nyata adanya label-label negatif pada seseorang.
“Pada game juga reward nya cepat, kalau menang dapat poin, sementara kalau dalam kehidupan sehari-hari tidak bisa demikian untuk sekedar dapat pujian”, ujar dr. Siste.
Online gaming menjadi semakin memicu kerentanan terhadap kecanduan dengan munculnya permainan dengan kategori Massive Multiplayer Online Role Playing Games (MMORPG).
Kategori ini yang paling sering dimainkan, karena pemain tidak bermain sendirian, mereka membuat relasi virtual untuk memainkan permainan tersebut. Para pemainnya dapat membentuk kepribadian yang diinginkan, mengontrol karakternya, melakukan pembagian tugas dan berinteraksi dengan pemain lain secara virtual. Permainan terus berlanjut meski pemain tidak sedang memainkannya. Apabila seorang pemain absen dalam waktu lama dari permainan tersebut, ia akan kehilangan pengaruh dan kekuatannya.
“Ini yang membuat mereka sulit melepaskan. Seseorang yang bermain games > 3 jam setiap hari rentan kecanduan”, pungkas dr. Siste.
Bila seseorang sudah dampai tahap kecanduan biasanya menunjukkan gejala putus perilaku, yakni apabila dihentikan kesenangannya (bermain game) maka akan timbul energi negatif, mulai dari kesal, marah-marah, mengancam orang lain, bahkan menyakiti diri sendiri.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (myg)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM