Jakarta, 17 September 2018
Sejak terjadinya gempa bumi pertama kali di Nusa Tenggara Barat yang secara spesifik berdampak terhadap wilayah Kab. Lombok Barat, Kab. Lombok Timur, dan Kab. Lombok Utara, jajaran kesehatan terus melakukan antisipasi pencegahan dari berbagai macam penyakit dan risiko kesehatan yang dapat muncul pasca terjadinya bencan alam.
Perhatian khusus pemerintah terfokus saat adanya laporan peningkatan kasus malaria di Kab. Lombok Barat, yakni dua kasus dugaan demam berdarah pada 26 Agustus 2018 yang setelah dilakukan penyelidikan epidemiologi oleh Dinas Kesehatan setempat ternyata terkonfirmasi positif malaria. Sementara pada saat yang sama, di wilayah Kab. Lombok Timur dan Kab. Lombok Utara tidak terlihat adanya tren peningkatan kasus malaria.
Pada daerah endemis rendah seperti Kab. Lombok Barat, setiap penemuan satu kasus malaria harus diikuti dengan kontak survey (pemeriksaan darah bagi kontak di lingkungan terdekat), untuk mencari kasus malaria yang memiliki potensial penularan yang lebih luas. Pada 28 Agustus 2018, mulai dilakukan mass blood survey (MBS), identifikasi dan pengamatan vektor (nyamuk), pembagian kelambu berinsektisida, larvasida dan insektisida.
“Respons rutin tim kesehatan dari passive case finding, maka perlu dilanjutkan active case finding. Setelah terkonfirmasi dua kasus malaria di Lombok Barat, sudah merupakan prosedur untuk merespon cepat dengan melakukan mass blood survey (MBS) untuk menemukan dan mengobati kasus sedini mungkin agar tidak terjadi penularan,” tutur Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan, Kemenko PMK, dr. Sigit Priohutomo, di kantornya di kawasan Medan Merdeka Barat, Senin siang (17/9).
Pada kesempatan yang sama, Kepala Subdit Malaria, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes RI, dr. Nancy Dian Anggraeni, memaparkan bahwa sejak 28 Agustus 2018 s.d 13 September 2018, mass blood survey telah dilakukan terhadap 3.779 orang, dan berhasil menemukan 110 orang positif malaria, yang mana sebagian besar (91%) penderita yang terjaring tidak menunjukkan gejala malaria, hanya 10 orang yang bergejala spesifik malaria (sakit). Upaya aktif berhasil menemukan kasus malaria secara dini, memberi pengobatan segera, menekan tingkat keparahan sehingga mencegah kematian akibat malaria
“Baik kasus yang bergejala spesifik maupun tidak berjejala, seluruhnya tetap diobati untuk memutus rantai penularan. Butuh waktu selama 14 hari pengobatan, sehingga pasien perlu pendampingan keluarga dalam meminum obat anti malaria”, ungkap dr. Nancy.
Sejak 26 Agustus s.d 14 September, jumlah kasus malaria di Kabupaten Lombok Barat tercatat sebanyak 128 penderita, dengan rincian 110 kasus dari penemuan aktif di wilayah Puskesmas Penimbung Kec. Gunung Sari dan Puskesmas Meninting di Kec. Batu Layar, ditambah dengan 18 kasus dari laporan pasien malaria yang mendapatkan pengobatan di fasilitas pelayanan kesehatan (temuan pasif).
Berdasarkan hasil analisis data setelah dilakukan penemuan kasus secara aktif melalui MBS, peningkatan jumlah orang yang positif malaria tertinggi berada di wilayah Puskesmas Penimbung Kecamatan Gunung Sari, Lombok Barat, yakni menemukan 93 kasus positif malaria (meningkat lebih dari dua kali dari jumlah pada periode tahun sebelumnya) termasuk ditemukannya kasus malaria palcifarum pada bayi. Kondisi ini pula yang melatarbelakangi Bupati Lombok Barat mengeluarkan ketetapan status kejadian luar biasa penyakit malaria di Kecamatan Gunung Sari pada 8 September 2018 lalu.
Untuk menanggulangi hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah menambah dukungan logistik berupa kelambu berinsektisida sebanyak 300 pcs ke Kab. Lombok Utara, 100 pcs ke Kab. Lombok Barat, dan 2.000 pcs ke Kab. Lombok Barat. Selain itu, dikirimkan pula obat anti malaria sebanyak 18.000 tablet, 5.000 rapid diagnostic test (RDT), 700 sachet larvasida Temephos, dan 2,6 Kg insektisida Karbamat.
Sejak 30 Agustus 2018 hingga hari ini Kemenkes mengirimkan ahli pengendalian vektor, ahli surveilans, dan ahli diagnosis Malaria guna memberikan dukungan dan pendampingan respons paca gempa di daerah terdampak.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email [email protected]. (myg)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM