Jakarta, 13 Desember 2024
Paparan timbal berdampak serius pada kesehatan, terutama pada anak-anak, dengan risiko seperti anemia, gangguan sistem imun, menurunnya poin IQ serta gangguan pertumbuhan dan perkembangan fisik anak. Karena anak merupakan generasi penerus bangsa, upaya perlindungan terhadap anak-anak dari bahaya timbal perlu diinisiasi.
Direktorat Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr. Anas Ma’ruf, MKM mengatakan Indonesia telah membahas dan menekankan pentingnya menghasilkan data berkualitas tinggi untuk membantu memahami paparan timbal dan beban kesehatan pada anak Indonesia.
“Hal ini akan menjadi langkah awal yang penting menuju pencegahan paparan timbal yang efektif pada masa kanak-kanak bersamaan dengan pengurangan sumber timbal, penguatan sistem kesehatan, dan peningkatan kesadaran,” ujar dr. Anas di Jakarta, Jumat (13/12).
Dengan dukungan teknis dari Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Vital Strategies, serta Yayasan Pure Earth Indonesia, Kementerian Kesehatan merintis upaya untuk membangun sistem pengawasan timbal dalam darah anak di Indonesia dengan menyelenggarakan Surveilans Kadar Timbal Darah (SKTD) tahap pertama sebagai langkah awal.
Pada 2019, Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) memperkirakan 8,2 juta anak Indonesia memiliki kadar timbal darah (KTD) di atas 5 mikrogram per desiliter (µg/dL), tingkat yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk intervensi kesehatan masyarakat.
Sebelumnya, setidaknya telah dilakukan lebih dari 20 penelitian lokal di Indonesia terkait kadar timbal darah pada anak-anak. Penelitian-penelitian ini memberikan wawasan dan menunjukkan pentingnya pemantauan paparan timbal pada anak-anak.
Namun, banyak dari penelitian ini dilakukan di wilayah yang terbatas, sumber paparan timbal yang sebagian sudah diketahui dan dengan ukuran sampel yang juga terbatas. Sehingga diperlukan kegiatan surveilans kadar timbal darah (SKTD) untuk melakukan pemantauan paparan timbal pada anak-anak dengan menggunakan sampel yang representatif di wilayah yang lebih luas dan menyelidiki potensi paparan timbal di rumah.
Kegiatan Piloting SKTD tahap pertama yang dikoordinasikan oleh Kementerian Kesehatan dan dijadwalkan berlangsung pada Januari – Juli 2025 akan mencakup pemeriksaan darah untuk mengetahui KTD pada anak, serta kegiatan kunjungan ke rumah untuk mengambil sampel berupa debu, tanah, air, dan barang sehari-hari untuk diukur kadar timbalnya.
Epidemiolog Vital Strategies Edwin Siswono mengungkapkan mengetahui sumber timbal dan siapa yang paling rentan terhadap paparan adalah salah satu langkah awal untuk mengurangi paparan timbal. Data yang dikumpulkan dari surveilans KTD ini akan menunjukkan sejauh mana kadar timbal pada anak-anak di Indonesia.
“Data juga dapat dijadikan dasar untuk mengidentifikasi sumber utama timbal, serta untuk menyusun kebijakan dan program yang akan memperkuat kemampuan sistem kesehatan dalam melindungi anak-anak dari bahaya timbal,” ungkap Edwin.
Kepala Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr. Wahyu Pudji Nugraheni, SKM, M.Kes., menambahkan dengan kompetensi dalam penelitian dan pengolahan data, serta pengalaman meneliti faktor risiko kesehatan terhadap kesehatan masyarakat, BRIN berperan sebagai peneliti utama dalam piloting SKTD tahap-1 ini.
“Kami berharap dapat memberikan kontribusi dalam melaksanakan tugas teknis penelitian, pengkajian, serta memaksimalkan proses surveilans kadar timbal darah (SKTD) untuk mengetahui KTD pada anak serta kegiatan kunjungan rumah untuk mengambil sampel pencemaran timbal di lingkungan,” kata Wahyu.
Budi Susilorini, Direktur Yayasan Pure Earth Indonesia mengatakan penting bagi orang tua untuk tahu sejak dini apakah ada timbal dalam darah anak dan apa saja potensi sumbernya. Sehingga, orang tua bisa segera mengambil langkah untuk mencegah anak dari bahaya paparan timbal dan memastikan tumbuh kembangnya berjalan optimal.
“Oleh karena itu, identifikasi sumber pencemar menjadi komponen penting dalam kegiatan ini dikarenakan dari hasil studi yang pernah dilakukan, termasuk di Indonesia, menunjukkan beragamnya sumber pencemar, bahkan dari produk yang kita gunakan sehari-hari. Sebagai mitra pembangunan, kami berpartisipasi aktif dalam proses penyiapan dan pelaksanaan SKTD, serta nantinya dalam perumusan tindak lanjut dari hasil SKTD ini, tutur Budi.
dr. Anas menambahkan, pihaknya sangat berharap hasil dari SKTD tahap pertama ini dapat menjadi alat dalam pemantauan kadar timbal darah anak secara nasional dan berkelanjutan, sehingga kebijakan dalam pengendalian paparan timbal dapat ditetapkan secara efektif dan upaya mengurangi paparan timbal bagi anak Indonesia bisa terus mengalami kemajuan.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620 dan alamat email kontak@kemkes.go.id.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik
Aji Muhawarman, ST, MKM